TRIBUNNEWS.COM, DENHAAG - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengutuk sanksi AS terhadap jaksa Fatou Bensouda dan staf utamanya sebagai balasan penyelidikan atas dugaan kejahatan perang AS di Afghanistan.
Dikutip Aljazeera.com, Kamis (3/9/2020), pengadilan yang bermarkas di Den Haag mengatakan sanksi itu serangan serius terhadap hukum internasional.
Hukuman terhadap Bensouda dan pejabat senior ICC, Phakiso Mochochoko, diumumkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Rabu (2/9/2020).
Pompeo menuduh ICC terus menargetkan orang Amerika. Washington telah menyatakan keluar dari ICC, menyusul protes mereka atas perkara-perkara yang mengarah ke pihak AS.
ICC mengatakan dalam sebuah pernyataan langkah-langkah baru itu merupakan upaya lain untuk mengganggu independensi peradilan dan kejaksaan dan pekerjaan penting untuk menangani kejahatan berat yang menjadi perhatian komunitas internasional.
Sanksi tersebut termasuk pembekuan aset yang dimiliki Benosuda di AS, atau tunduk pada hukum AS. Hukuman sama dijatuhkan ke Mochochoko.
Pompeo juga mengatakan individu dan entitas yang terus mendukung Bensouda dan Mochochoko secara material akan berisiko terkena sanksi juga.
"Kami tidak akan mentolerir upaya tidak sahnya untuk membuat orang Amerika tunduk pada yurisdiksinya," kata Pompeo.
Tetap Teguh Perang Impunitas Kejahatan Perang
Pengadilan kejahatan perang mengatakan pihaknya terus berdiri teguh pada personelnya dan misinya memerangi impunitas untuk kejahatan paling serius di dunia.
ICC akan melanjutkan penyelidikannya atas kemungkinan kejahatan perang oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Afghanistan.
Departemen Luar Negeri AS menurut Pompeo, akan membatasi penerbitan visa bagi individu yang menurutnya terlibat dalam upaya pengadilan untuk menyelidiki personel AS.
Negara-negara anggota Mahkamah Pidana Internasional menentang sanksi yang tidak dapat diterima, dan belum pernah terjadi ini.
"Saya dengan tegas menolak tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak dapat diterima terhadap organisasi internasional yang berdasarkan perjanjian," kata O-Gon Kwon, Presiden Majelis Negara ICC.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menurut juru bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric, ,mengaku sangat prihatin atas perkembangan ini.
Dujarric mengatakan mereka percaya setiap pembatasan yang diambil terhadap individu akan diterapkan secara konsisten. AS jadi tuan rumah markas badan dunia itu di New York.
Jaksa Bensouda diberi izin ICC pada Maret untuk menyelidiki apakah kejahatan perang dilakukan di Afghanistan oleh kelompok Taliban, militer Afghanistan, dan pasukan AS serta koalisi.
Langkah itu membuat AS mencabut visa Bensouda tahun lalu sebagai tanggapan atas kemungkinan penyelidikan Afghanistan.
Tetapi berdasarkan kesepakatan antara PBB dan Washington, dia masih dapat melakukan perjalanan secara teratur ke New York untuk memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB tentang kasus-kasus yang dirujuk ke pengadilan di Den Haag.
Penyimpangan Menakjubkan oleh Amerika
Richard Dicker, Direktur Human Rights Watch, mengatakan keputusan Washington itu adalah penyimpangan sanksi AS yang menakjubkan.
"Pemerintahan Trump telah memutarbalikkan sanksi-sanksi ini untuk menghalangi keadilan, tidak hanya untuk korban kejahatan perang tertentu, tetapi untuk korban kekejaman di mana pun yang mencari keadilan ke Pengadilan Kriminal Internasional," katanya.
Secara vulgar, pemerintah AS memberlakukan sanksi ekonomi pada pejabat ICC yang terlibat upaya apa pun untuk menyelidiki atau menuntut personel AS atas kejahatan perang.
Dalam sebuah pernyataan, kantor pers Gedung Putih mengatakan Presiden Donald Trump juga telah mengizinkan perluasan pembatasan visa terhadap pejabat ICC dan anggota keluarga mereka.
AS telah berulang kali mengancam akan menjatuhkan sanksi pada pengadilan yang berbasis di Den Haag. Mereka menegaskan ICC tidak memiliki hak menyelidiki atau menuntut personel AS tanpa persetujuan Washington.
Pernyataan Gedung Putih menggambarkan tindakan pengadilan tersebut sebagai serangan terhadap hak-hak rakyat Amerika, dan ancaman untuk melanggar kedaulatan nasional kami.
Ia menambahkan ICC didirikan untuk memberikan pertanggungjawaban atas kejahatan perang, tetapi mengatakan dalam praktik itu menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak efektif.
Upaya ICC untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang oleh Israel terhadap Palestina juga telah menuai kemarahan pemerintahan Trump.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berpendapat pada Mei, Palestina tidak memenuhi syarat sebagai negara berdaulat, dan pengadilan tidak dapat melakukan penyelidikan tidak sah terhadap Israel.
Dia mengancam AS akan memberikan konsekuensi yang tepat jika pengadilan melanjutkan upayanya untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh Israel.(Tribunnews.com/Aljazeera.com/RussiaToday/xna)