TRIBUNNEWS.COM - Kandidat Wakil Presiden dari Partai Demokrat AS Kamala Harris mengatakan, dirinya ragu atas potensi vaksin Covid-19.
Harris mengaku tidak akan mengambil kata-kata Presiden Donald Trump tentang potensi vaksin virus corona.
Menurutnya, Trump memiliki rekam jejak dalam menekan opini ahli tentang pandemi virus corona.
Oleh sebab itu, dirinya khawatir hal itu mungkin terjadi lagi dalam kasus vaksin prospektif ini.
"Saya tidak akan mempercayai Donald Trump," katanya dalam kutipan wawancara yang disiarkan oleh CNN pada Sabtu (5/9/2020).
Baca: Donald Trump Ejek Kamala Harris, Anggap Putrinya, Ivanka Trump, Lebih Baik
Ia juga menuturkan hanya akan yakin akan 'kemanjuran' vaksin jika seseorang yang kredibel yang menjaminnya.
"Aku tidak akan mempercayai kata-katanya begitu saja," imbuhnya, dikutip dari CNA, Minggu (6/9/2020).
Lebih lanjut, setidaknya 6,4 juta orang telah terinfeksi wabah virus corona di AS.
Wabah tersebut juga telah merenggut 192.818 nyawa, menurut penghitungan Worldometers.
Namun, Trump telah mengumumkan kemungkinan vaksin akan siap menjelang pemilihan presiden AS 3 November mendatang.
Baca: Donald Trump Bantah Tuduhan Menyebut Tentara AS yang Gugur sebagai Pecundang, Ini Reaksi Joe Biden
Padahal, penanganan pemerintah AS terhadap wabah penyakit ini dinilai menjadi yang terburuk di dunia.
Terlebih, Trump memiliki rekam jejak kerap mengabaikan nasihat ilmiah.
Akhirnya beberapa ahli skeptis tentang uji coba vaksin karena vaksin juga harus mempelajari potensi efek samping pada berbagai orang sebelum mereka dapat memberikan putusan, dapat diselesaikan pada akhir tahun ini atau bahkan tahun depan.
Harris menduga, Trump mungkin menggunakan vaksin, tidak peduli seberapa vaksin belum teruji, hanya untuk 'memoles' citranya.
"Dia sedang melihat pemilihan yang akan datang dalam waktu kurang dari 60 hari."
"Dan dia memahami apa pun yang dia bisa untuk berpura-pura dia bisa menjadi pemimpin dalam masalah ini padahal sebenarnya tidak," katanya.
Gedung Putih hingga kini belum memberikan komentar terkait hal ini.
Hal yang sama juga berlaku pada Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Padahal sebelumnya, Gedung Putih menanggapi pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang kekhawatiran atas vaksin virus corona pada Selasa (1/9/2020) lalu.
Baca: Amerika Serikat Ogah Gabung dengan WHO Soal Vaksin Covid-19: Kami Tak Mau Dibatasi
Hal itu buntut dari seorang pejabat kesehatan AS yang mengatakan, vaksin virus corona mungkin disetujui tanpa menyelesaikan uji coba secara penuh.
Namun The Washington Post melaporkan, pemerintahan Presiden Donald Trump tidak akan bergabung dengan upaya global untuk mengembangkan, memproduksi, dan mendistribusikan vaksin virus corona karena keterlibatan WHO.
Amerika Serikat akan memilih jalan sendiri untuk mengatasi Covid-19, termasuk urusan vaksin.
"Amerika Serikat akan terus melibatkan mitra internasional untuk memastikan AS dapat mengalahkan virus ini."
"Tetapi kami tidak akan dibatasi oleh organisasi multilateral yang dipengaruhi oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan China yang korup," kata juru bicara Gedung Putih Judd Deere dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNA.
Baca: Ilmuwan Ungkap Kelemahan Vaksin Virus Corona Buatan Rusia dan China, Akui Hanya Manjur 40 Persen
"Presiden tidak akan mengeluarkan biaya untuk memastikan, setiap vaksin baru mempertahankan standar FDA untuk keamanan dan kemanjuran, diuji secara menyeluruh, dan menyelamatkan nyawa," imbuhnya.
Untuk mengendalikan Covid-19, pemerintah Trump juga mempercepat pengembangan obat-obatan, vaksin, dan langkah-langkah lain untuk memerangi pandemi.
"Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, penelitian, pengembangan, dan uji coba vaksin mencapai kemajuan dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya."
"Untuk memberikan obat-obatan inovatif dan efektif yang didorong oleh data dan keamanan dan tidak terhambat oleh birokrasi pemerintah," ungkap Deere.
Baca: WHO: Nasionalisme Vaksin Menghambat Penghentian Penyebaran Covid-19
Komisaris FDA Stephen Hahn mengatakan, agensinya siap untuk mengotorisasi vaksin virus corona sebelum uji klinis tahap akhir selesai, selama para pejabat yakin manfaatnya lebih besar daripada risikonya.
Hal itu disampaikan kepada Financial Times dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Minggu (30/8/2020).
Padahal pejabat WHO telah mengingatkan, terburu-buru membuat vaksin tersedia secara luas dapat menimbulkan risiko.
"Jika Anda bergerak terlalu cepat untuk memvaksinasi jutaan orang, Anda mungkin kehilangan efek samping tertentu," kata Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO.
(Tribunnews.com/Maliana)