TRIBUNNEWS.COM - Wanita 22 tahun diperintahkan untuk membesarkan adik laki-lakinya yang berusia dua tahun karena orang tuanya 'terlalu miskin' untuk merawatnya sendiri.
Dilansir Mirror, orang tua dari wanita bernama Le Le itu membawanya ke pengadilan dan mengadu bahwa mereka terlalu miskin untuk membesarkan anak kedua mereka.
Menurut beberapa laporan berita, pasangan suami istri di China itu memutuskan untuk memiliki anak lagi, 20 tahun setelah kelahiran anak pertama mereka.
Mereka merasa nyaman dengan menggeatungkan hidup pada tunjangan bulanan anak pertama.
Tetapi begitu putra mereka lahir, mereka menyadari bahwa mereka tidak mampu membesarkannya.
Mereka lalu meminta putri mereka, Le Le, menggantikan tugas mereka untuk merawat si bungsu, Two Eggz melaporkan.
Baca: Parlemen ASEAN Sepakat Selesaikan Covid-19 dan Konflik Laut China Selatan Secara Bersama
Baca: Rizky Febian Ingin Rawat Adik Tirinya, Teddy Tak Izinkan, Ini Alasannya
Le Le dianggap telah berhasil membiayai dirinya sendiri selama kuliah dan kini ingin membangun karir.
Namun orang tuanya tiba-tiba memintanya untuk membesarkan adiknya.
Ketika Le Le menolak, orang tuanya membawanya ke pengadilan dan rupanya menang.
Pengadilan memerintahkan Le Le untuk mengambil alih tanggung jawab atas saudara laki-lakinya yang berusia dua tahun mengutip pasal 29 "Hukum Perkawinan Republik Rakyat China".
Aturan tersebut berarti, orang dewasa yang orang tuanya telah meninggal dunia atau tidak mampu mengurus anak tanggungannya memiliki kewajiban untuk mengasuh saudara kandungnya.
Putusan tersebut telah menyebabkan kehebohan di media sosial.
Mayoritas orang mengatakan putusan pengadilan itu tidak adil.
Kritikus telah menyebut orang tua itu 'tidak bertanggung jawab'.
Mereka mengatakan orang tua itu bisa bekerja atau berkonsultasi dengan Le Le terlebih dahulu sebelum mereka memutuskan memiliki anak lagi.
Menurut Two Eggz, sejak China mencabut peraturan 1 keluarga 1 anak pada 2015 lalu, banyak pasangan yang memiliki anak kedua tanpa mempertimbangkan masalah ekonomi.
China telah menerapkan kebijakan satu anak pada akhir 1970-an untuk membatasi pertumbuhan populasi yang cepat.
Namun para pemimpin negara khawatir populasi lansia China akan mengurangi jumlah tenaga kerja dan memperburuk masalah perawatan lansia.
Pasangan di China sekarang diperbolehkan memiliki maksimal dua anak.
Sebuah laporan oleh British Medical Journal tahun lalu mengklaim ada 5,4 juta kelahiran ekstra di China sejak kebijakan baru itu diberlakukan.
Alasan-alasan Pemerintah China Hapus Kebijakan Satu Anak
Faktor ekonomi dan menyusutnya populasi menjadi penyebab mengapa pemerintah China menghapus kebijakan satu keluarga satu anak.
Dikutip Tribunnews dari NBC News, pesatnya perekonomian China menjadi kunci utama penyebab pemerintahnya menghapus kebijakan yang sudah diberlakukan selama 40 tahun itu.
Awalnya, kebijakan itu diberlakukan untuk merespon ledakan jumlah penduduk yang terjadi di China.
Namun, melihat hasilnya, kebijakan itu malah membuat populasi menyusut.
Populasi menyusut itu kemudian memberikan dampak buruk bagi perekonomian negara tersebut, seperti kurangnya generasi muda yang menempati lapangan kerja berupah rendah.
Selain itu, melihat tradisi masyarakat Tiongkok, di mana seorang anak harus hormat dan merawat orangtuanya, anak tersebut jadi harus menanggung sendiri 'beban' untuk merawat kedua orangtuanya, sebab ia tak punya saudara.
Hal-hal tersebut menimbulkan China tidak lagi menjadi negara berorientasi pada produksi, namun konsumsi.
Seperti yang disebutkan, tenaga kerja jadi berkurang, tetapi tanggungan konsumsi bertambah.
Tak hanya membuat populasi menyusut, Washington Post mengatakan kebijakan satu anak juga membuat adanya ketidakseimbangan rasio jenis kelamin.
Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan dikatakan lebih sedikit ketimbang yang laki-laki, karena banyak keluarga tradisional Tiongkok yang cenderung selektif memilih jenis kelamin anak.
Kamis (29/10/2015), Tiongkok memutuskan untuk menghapus kebijakan satu anak, yang sebelumnya kerap disebut kebijakan kontroversial dan dituduh menjadi penyebab maraknya aborsi dan penjualan anak di Tiongkok
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Ruth Vania C)