TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Seorang pria Bangladesh berusia 31 tahun tega membunuh pacarnya yang berasal dari Indonesia gara-gara selingkuh.
Emosi pria Bangladesh itu tersulut saat mengetahui calon istrinya selingkuh dua kali dan tidak mau mengakhiri hubungan gelapnya.
Diberitakan The Straits Times Selasa (15/9/2020), pelaku bisa divonis hukuman mati atas perbuatannya tersebut.
Pria bernama Ahmed Salim itu diadili di Pengadilan Tinggi Singapura, karena membunuh pekerja rumah tangga ( PRT) Nurhidayati Wartono Surata, di kamar Hotel Golden Dragon di Geylang, Singapura, pada 30 Desember 2018 malam.
Wakil Jaksa Penuntut Umum Hay Hung Chun menuduh Ahmed sudah berniat membunuh Nurhidayati yang kala itu berusia 34 tahun, dengan alasan pelaku membawa tali saat bertemu hari itu.
Baca: Untuk Tingkatkan Pariwisata, Singapura Bagikan Voucher Wisata untuk Warganya
"Dia menyimpan tali sejak memergoki hubungan baru mendiang pada 9 Desember 2018," kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Hay Hung Chun dikutip dariThe Straits Times.
Namun Eugene Thuraisingam pengacara Ahmed berpendapat, kliennya telah diprovokasi oleh wanita tersebut yang diduga berkata, "Pria lain lebih baik dari kamu di ranjang dan lebih baik secara finansial."
Nurhidayati juga disebutnya mengancam akan membuat video di minggu berikutnya kalau Ahmed tidak percaya. Pengacara lalu mengklaim Ahmed mengalami gangguan psikis, sehingga hukumannya seharusnya diringankan
Akan tetapi wakil jaksa penuntut umum menolak klaim Ahmed dengan menyebut perkataan itu "dibuat-buat" dan pelaku tidak memenuhi syarat untuk pengurangan hukuman.
Kronologi
Menurut dokumen pengadilan, Ahmed dan Nurhidayati bekerja untuk sebuah keluarga di Serangoon, Singapura, dan memulai kisah asmara pada Mei 2012 setelah berjumpa.
Pada November 2017 mereka sepakat untuk menikah di Desember 2018.
Namun pada pertengahan 2018 Nurhidayati bertemu tukang ledeng Bangladesh bernama Shamin Shamizur Rahman, yang ditemuinya sebulan sekali pada Minggu.
Ahmed curiga calon istrinya selingkuh dan ia pun bertengkar dengannya.
Baca: Korban Tewas Akibat Ledakan di Bangladesh Bertambah Jadi 24 Orang, Termasuk Imam dan Muazin
Setelah Nurhidayati mengakui dia kencan dengan pria lain, Ahmed memberitahu ibunya di Bangladesh untuk mencarikan calon istri lain.
Tak lama kemudian Ahmed dan Nurhidayati berdamai lalu melanjutkan hubungan, tapi bertengkar lagi karena perselingkuhannya lagi dengan pria berbeda.
Nurhidayati dikabarkan selingkuh lagi, kali ini dengan jenderal Bangladesh Hanifa Mohammad Abu pada Oktober dan awal November 2018.
Nurhidayati berkata ke jenderal itu dia sudah ada calon suami, tapi berjanji akan memutusnya.
Kemudian pada 9 Desember 2018 dia memberitahu Ahmed soal pacar barunya dan berkata harus kembali ke Bangladesh untuk mengurus pernikahannya.
Pembunuhan Nurhidayati terjadi pada 30 Desember 2018.
Baca: Upaya Sejoli 8 Hari Berupaya Hilangkan Jejak Setelah Bunuh dan Mutilasi Manajer HRD di Apartemen
Ahmed yang menginap bersamanya di hotel berulang kali mengancam akan membunuhnya jika tidak memutus hubungan dengan pacar barunya.
"Saat mendiang menolak, terdakwa secara brutal mencekiknya dengan handuk di lehernya," kata wakil jaksa penuntut umum.
Baca juga: Aniaya WNI hingga Tewas, Ini Identitas Mandor Kapal Lu Huang Yuan Yu 118
Ahmed kemudian membayar 30 dollar Singapura (Rp 326.000) yang diambil dari Nurhidayati, untuk membayar perpanjangan waktu check-out 2 jam ke resepsionis. Dia juga mengambil ponsel, kartu EZ-link, dan pulang ke asramanya di Sungei Tengah Lodge.
Di sana dia menyerahkan sekitar 1.000 dollar Singapura (Rp 10,88 juta) ke teman sekamarnya, Khalik Md Abdul, dan menyuruhnya untuk mengirimkan uang itu ke ayahnya.
Baca: Datang-datang Langsung Ngamuk Pukuli Mantan Istri, Pria Ini Lalu Ancam akan Membunuh Korban
Ahmed pun memberitahu Khalik dia telah membunuh seseorang.
Jenazah Nurhidayati ditemukan sekitar pukul 22.15 malam oleh resepsionis hotel.
Hasil otopsi menunjukkan penyebab kematian karena pencekikan dan cedera tulang belakang leher.
Ahmed ditangkap sekitar pukul 10.45 siang pada 31 Desember 2018.
Psikiater Institute of Mental Health Christopher Cheok menemukan Ahmed memiliki gangguan psikis, tetapi mengatakan tidak ada kaitannya denganpembunuhan.
Pengacara Ahmed berkata akan memanggil psikiater pribadi Ken Ung untuk mengatakan bahwa gangguan psikis itu turut memengaruhi perbuatan Ahmed.
Sidang kasus ini masih terus berlanjut.