Akibat Perang Tanker, ekonomi kedua negara merosot tajam. Hancurnya sejumlah instalasi penting juga membuat produksi dalam negeri terhenti.
Penurunan pendapatan dan anjloknya nilai mata uang membuat program pembangunan ekonomi Irak dan Iran hampir terhenti.
Dalam peran ini, Irak secara terbuka mendapat dukungan dana dari Arab Saudi dan Kuwait, serta beberapa negara tetangga lainnya. Bahkan belakangan diketahui, Irak juga mendapat dukungan dari AS dan Uni Soviet.
Sementara sekutu Iran saat itu adalah Suriah dan Libya. Kedua negera yang tentu tak bisa banyak membantu lebih dari sekadar dukungan moral.
Namun, dukungan dari dua negara adi daya plus Arab Saudi tak lantas membuat Irak berhasil memenangkan perang.
Bahkan, reputasi Irak yang sedang berusaha berdamai runtuh setelah laporan yang menyebutkan negara itu menggunakan senjata kimia beredar.
Irak diduga menggunakan senjata kimia untuk melumpuhkan pasukan Iran dan warga sipil dari suku Kurdi di Irak yang dianggap membela Iran.
Serangan senjata kimia ini diduga terjadi pada Maret 1988 di sekitar desa warga Kurdi, Halabjah, menewaskan sebanyak 5.000 warga sipil.
Kebuntuan mulai terjadi sejak pertengahan tahun 1980-an. Pada Agustus 1988 kedua negara sepakat melakukan gencatan senjata melalui mediasi PBB.
Korban Perang Irak-Iran
Jumlah korban perang Irak-Iran tidak bisa dicatat nominalnya dengan pasti. Jumlah korban dari kedua belah pihak diperkirakan ada di angka 1 juta-2 juta orang.
Korban tewas dalam Perang Irak-Iran diperkirakan sebanyak 500.000 jiwa. Iran mengklaim menderita kerugian terbesar.
Sebanyak 50.000 sampai 100.000 masyarakat Kurdi juga terbunuh akibat serangan pasukan Irak.
Normalisasi hubungan diplomatik