TRIBUNNEWS.COM, SEOUL -- Pasukan Korea Utara menembak mati seorang pejabat perikanan Korea Selatan yang hilang awal pekan ini.
Militer Korea Selatan menjelaskan, tubuh pejabat itu disiram minyak dan dibakar.
Demikian militer Korea Selatan mengatakan pada Kamis (24/9/2020), seperti dilansir Reuters.
Militer Korea Selatan mengatakan bukti menunjukkan pejabat itu berusaha membelot ke Korea Utara, ketika ia dilaporkan hilang dari kapal patroli perikanan pada Senin (21/9/2020) lalu.
Alasan pasti pejabat berusia 47 tahun itu ditembak pasukan Korea Utara, masih tidak diketahui.
"Namun pasukan Korea Utara tampaknya telah bertindak di bawah perintah anti-virus corona," kata militer Korea Selatan.
Kantor Keamanan Nasional Gedung Biru kepresidenan Korea Selatan mengatakan pembunuhan itu adalah "kejahatan terhadap kemanusiaan."
Baca: Tentara Korea Utara Tembak Mati Pejabat Korsel
Karena itu Korea Selatan menyerukan Korea Utara untuk meminta maaf dan berjanji untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang.
Mengutip sumber-sumber intelijen, militer mengatakan pria tak dikenal itu tampaknya telah diinterogasi di laut, sekitar 38 km (24 mil) dari tempat dia hilang, sebelum dia dieksekusi atas "perintah dari otoritas yang lebih tinggi".
Pasukan bertopeng kemudian menyiram tubuhnya dengan minyak dan membakarnya.
Militer mengatakan mengirim pesan pada Rabu (23/9/2020) ke Korea Utara melalui perbatasan darat menuntut penjelasan atas insiden itu. Tetapi Korea Selatan hingga kini belum menerima tanggapan dari Korea Utara.
"Militer kami sangat mengutuk kekejaman seperti itu, dan sangat menuntut Korea Utara memberikan penjelasan dan menghukum mereka yang bertanggung jawab," tegas Jenderal Ahn Young-ho, yang bertanggung jawab atas operasi di Kepala Staf Gabungan.
Komandan militer AS di Korea Selatan mengatakan bulan ini, pasukan Korea Utara telah diberi "perintah tembak mati" untuk mencegah virus corona memasuki negara itu.
Penegakan yang ketat terhadap perintah-perintah itu mungkin merupakan upaya untuk mencegah pandemi mengganggu parade militer besar yang direncanaksn akan diadakan pada 10 Oktober mendatang.
Sebelumnya pada Juli 2020, seorang pria yang telah membelot ke Korea Selatan tiga tahun lalu, memicu ketakutan akan virus corona ketika ia menyeberangi perbatasan yang dipantau ketat ke Korea Utara.
Kedatangannya mendorong para pejabat Korea Utara untuk menutup kota perbatasan dan mengkarantina ribuan orang karena kekhawatiran dia mungkin terjangkit virus corona, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian mengatakan hasil tesnya tidak meyakinkan.(Reuters)