News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Prancis Akan Usir Ratusan Pendatang yang Teradikalisasi

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan orang di Paris Minggu (18/10/2020) waktu setempat, menunjukkan solidaritas atas kematian Samuel Paty, guru sejarah di tangan pemuda asal Chechnya. Paty dibunuh Jumat (16/10/2020).

TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Pemerintah Prancis mengumumkan tindakan keras terhadap orang-orang asing yang dinyatakan teradikalisasi.

Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas pemenggalan seorang guru sejarah sebuah sekolah di pinggiran Paris, Jumat (16/10/2020).

Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan para radikalis di Prancis tidak akan bisa tidur nyenyak. Ratusan postingan di media sosial yang membenarkan pembunuhan itu kini diselidiki.

Fox News dan Sputniknews melaporkan, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menyatakan, pihak berwenang akan mengusir 231 orang asing yang telah ditandai merah.

Baca juga: Tunjukkan Karikatur Nabi Muhammad ke Kelas, Guru di Paris Dipenggal, Pelaku Ditembak Mati

Baca juga: Presiden Emmanuel Macron Peringatkan Kelompok Berpaham Radikal di Prancis

Daftarnya ada di dalam File of Alerts for the Prevention of Terrorist Attacks (FSPRT). Daftar itu berisi nama-nama orang yang diduga terlibat aktivitas radikal.

Menurut pejabat Kemendagri Prancis, nama-nama dalam daftar itu termasuk sekitar 180 orang yang berada di balik jeruji besi saat ini, serta 51 orang lainnya yang mungkin akan segera ditangkap.

Menurut stasiun televisi Eropa1, seperti dikutip Sputniknews, secara keseluruhan lebih dari 850 imigran ilegal terdaftar di FSPRT.

Darmanin sebelumnya telah mempertimbangkan deportasi, dan menghubungi pemerintah Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Mereka diminta mengambil kembali warga negara mereka yang teradikalisasi.

Masalah hak suaka juga dilaporkan akan ditangani Menteri Dalam Negeri, dengan layanan yang sesuai ditugaskan untuk meneliti lebih cermat orang-orang yang berusaha untuk mendapatkan status pengungsi di Prancis.

Seorang pengungsi Chechnya berusia 18 tahun, yang diidentifikasi sebagai Abdoulakh Ansorov, merupakan tersangka utama pembunuhan yang mengejutkan Prancis pecan lalu.

Guru sejarah Samuel Paty (47), diserang dan dipenggal oleh pemuda yang dilahirkan di Moskow, dan dibesarkan di Prancis.

Paty sebelumnya telah menunjukkan karikatur nabi Islam Muhammad kepada murid-muridnya di sebuah sekolah di Conflans-Sainte-Honorine, barat laut Paris, selama pelajaran tentang kebebasan berbicara.

Sebelas orang telah ditahan sehubungan dengan serangan itu. Menurut laporan media Prancis, termasuk empat anggota keluarga penyerang.

Media Prancis menambahkan di antara enam orang yang ditangkap pada hari Sabtu adalah ayah seorang murid di sekolah tersebut, dan seorang pengkhotbah 'Islam radikal'.

Tidak jelas apakah orang-orang ini juga merupakan bagian dari rencana deportasi. Tersangka utama ditemukan tak jauh dari lokasi korban.

Ia membawa pisau yang dipakai membunuh. Saat polisi dating, ia menolak membuang senjata tajam. Saat bergerak menyerang, polisi menembak mati tersangka.

Menurut laporan media Prancis yang mengutip jaksa anti-terorisme negara itu, Jean-Francois Ricard, sebuah teks yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu dan foto Paty ditemukan di telepon tersangka.

Sebuah akun Twitter yang diyakini milik tersangka berisi postingan dengan foto kepala korban yang dipenggal dan pesan ia telah membunuh musuhnya.

Pada Minggu, para pemimpin politik, asosiasi dan serikat pekerja berdemonstrasi di Paris dan kota-kota besar lainnya.

Mereka menyerukan dukungan kebebasan berbicara dan memberikan penghormatan kepada Paty, yang telah menjadi target ancaman online untuk menayangkan karikatur tersebut.

Seorang juru bicara Kedutaan Besar Rusia di Prancis, Sergey Parinov, mengatakan pada Sabtu, tersangka telah tinggal di Prancis bersama keluarganya secara hukum sejak 2008.

Pernyataan Keras Presiden Emmanuel Macron

Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memperingatkan orang-orang berpaham radikal Islam di Prancis tidak akan tidur nyenyak.

Pernyataan keras Macron itu disampaikan dalam pertemuan Dewan Pertahanan Prancis, Senin (19/10/2020) pagi WIB, atau Minggu malam waktu Paris.

Laporan diwartakan saluran BFMTV, dikutip Sputniknews.com, Senin (19/10/2020). "Para Islamis tidak akan tidur nyenyak di Prancis. Ketakutan akan berpindah," kata Macron.

Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov mengutuk serangan terhadap guru bahasa Prancis itu, mendesak penyelidik Prancis pada hari Sabtu untuk tidak mencari "jejak Chechnya".

Kadyrov menekankan penyerang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dan kemungkinan besar menjadi radikal saat ada di Prancis.

Ribuan orang sepanjang Minggu waktu Prancis berdemonstrasi sebagai wujud solidaritas atas meninggalnya guru sejarah itu. Pada Sabtu, ratusan orang meletakkan mawar putih di depan sekolah tempat ia mengajar.

Aksi solidaritas Samuel Paty yang berlangsung di Paris diikuti sejumlah pejabat pemerintah, termasuk Perdana Menteri Jean Castex, Wali Kota Paris Anne Hidalgo dan kepala wilayah Ile-de-France, Valerie Pecresse.

Mereka hadir di di Place de la Republique, bergabung di tengah kerumunan warga.  Jean Castex lewat akun Twitternya mengungkapkan kata-kata bersemangat.

“Anda tidak membuat kami takut. Kami tidak takut. Anda tidak akan memecah belah kami. Kami adalah Prancis! ” tulis Castex menulis di Twitter.

Orang-orang yang berkumpul di alun-alun mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang Paty, yang diakhiri dengan tepuk tangan.

Di satu titik penonton, yang hampir memenuhi seluruh lapangan, terlihat menyanyikan lagu kebangsaan Prancis, 'La Marseillaise'.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini