TRIBUNNEWS.COM - Majalah satir Prancis Charlie Hebdo memajang karikatur Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di halaman depan untuk edisi terbarunya.
Mengutip France24, tindakan tersebut memicu kemarahan Turki dan menuduh Charlie Hebdo melakukan 'rasisme budaya'.
"Kami mengutuk aksi menjijikan dari publikasi ini karena menyebarkan rasisme dan kebencian atas budaya," kata Fahrettin Altun, Asisten Presiden Erdogan dalam cuitan Twitter.
"Gerakan anti-Muslim Presiden Prancis Macron membuahkan hasil!," katanya.
"Charlie Hebdo baru saja menerbitkan serangkaian kartun berisi gambar-gambar tercela yang konon merupakan Presiden kita," tambahnya.
Baca juga: Tayyip Erdogan Imbau Semua Warga Negara Turki Stop Beli Produk Buatan Prancis
Baca juga: Buntut Kontroversi Macron, Presiden Erdogan Serukan Rakyat Turki Boikot Produk Prancis
Dirilis Online
Lebih lanjut, karikatur yang munjul di halaman depan Charlie Hebdo merupakan edisi Rabu (28/10/2020) yang dirilis online pada Selasa malam (27/10/2020).
Charlie Hebdo menunjukkan Erdogan dengan kaos dan celana dalam sembari minum sekaleng bir dan mengangkat rok belakang seorang wanita yang mengenakan jilbab.
"Ooh, nabi!," terang karikatur itu dalam balon ucapan.
Sedangkan karikatur itu, diberi judul yang menyatakan "Erdogan" secara pribadi dia sangat lucu".
Intervensi Charlie Hebdo ini terjadi selama perang kata-kata antara Erdogan dan Macron serta para pemimpin Eropa lainnya, setelah kasus Samuel Paty.
Baca juga: Eksekutif Muslim Belgia Mengutuk Keras Pembunuhan Samuel Paty, Guru di Prancis yang Tewas Dipenggal
Baca juga: Dianggap Menyulut Permusuhan, Sekjen MUI Tuntut Presiden Prancis Cabut Ucapannya Soal Islam
Seperti diketahui, Samuel Paty merupakan guru sejarah dan geografi di sekolah Prancis yang dipenggal kepalanya oleh laki-laki berusia 18 tahun karena menunjukkan gambar Nabi Muhammad selama kelas diskusi dengan tema kebebasan berbicara.
Macron bersumpah, Prancis akan tetap berpegang pada tradisi dan hukum sekulernya yang menjamin kebebasan berbicara yang memungkinkan publikasi seperti Charlie Hebdo, media yang dikenal sangat anti-agama untuk memproduksi kartun Nabi Muhammad.
Pembelaan Macron terhadap Charlie Hebdo dan komentarnya baru-baru ini tentang Islam memicu krisis dan mendorong Erdogan mendesak boikot produk-produk Prancis.
Baca juga: Sikapi Pernyataan Emmanuel Macron, Politikus PAN Ajak Umat Muslim Boikot Produk Perancis
Aksi legal
Sebelumnya, para pemimpin Eropa termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel mendukung Macron setelah Erdogan menyarankan agar Macron melakukan pemeriksaan mental.
"Itu merupakan komentar fitnah yang sama sekali tidak dapat diterima," kata juru Bicara Merkel, Steffen Seibert.
Terutama, dia menambahkan, dengan latar belakang pembunuhan mengerikan Samuel Paty beberapa hari lalu.
Untuk diketahui, Erdogan sendiri memiliki rekam jejak dalam menggunakan tindakan hukum terhadap kritikus Eropa.
Baca juga: Dikritik soal Palestina oleh Presiden Erdogan, Dubes Israel Hengkang di Tengah Majelis Umum PBB
Dia pernah membawa kasus komik TV Jerman Jan Boehmermann pada 2016 lalu, yang membacakan puisi dengan sengaja mencemarkan nama baiknya selalama pertunjukkan.
Aksi ini merupakan sandiwara yang dirancang untuk menggambarkan batas-batas kebebasan berbicara.
Perselisihan itu menempatkan Merkel dalam posisi canggung untuk menandatangani proses pidana terhadap komik di bawah undang-undang lese-majeste kuno yang kemudian dicabut dari kode hukum Jerman.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)