TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara Rusia di Suriah utara menewaskan lebih dari 50 militan Idlib yang didukung Turki.
Menurut sebuah laporan, serangan ini menandai peningkatan kekerasan di wilayah itu.
Mengutip BBC, banyak militan lainnya terluka dalam serangan tersebut.
Diketahui, serangan udara tersebut menyasar basis pelatihan kelompok militan bernama Faylaq-al-Sham.
Baca juga: Detik-detik Dua Drone Militer AS Bertabrakan di Udara, Terbakar dan Jatuh di Wilayah Idlib Suriah
Baca juga: Pasukan Suriah dan Militer Turki Berikut Kelompok Proksinya di Idlib Bertukar Serangan Artileri
Serangan itu menimbulkan resiko bagi gencatan senjata di Idlib yang ditengahi dan dipantau Rusia dan Turki.
"Beberapa yang terluka dalam kondisi serius dan jumlah korban tewas kemungkinan akan bertambah," tambah pihak Observatorium.
Serangan di wilayah Harem ini disebut sebagai yang paling mematikan sejak gencatan senjata Maret 2020 kemarin.
Baca juga: Penelitian Ini Ungkap Kondisi Idlib Sebelum dan Sesudah Perang, Sepertiga Bangunan Rusak
Serangan Udara Jet Rusia Maret 2020
Bukan kali pertama Rusia melancarkan serangan udara.
Pada awal Maret 2020 lalu, warga dan militan di wilayah Idlib menyaksikan serangan udara besar-besaran oleh jet Rusia dan Suriah, Jumat (6/3/2020).
Artileri Turki dan drone yang intens menyerang pasukan al-Assad, beberapa jam setelah gencatan senjata.
Diketahui, hanya ada tembakan sporadis dari senapan mesin, mortir dan artileri oleh pasukan Suriah dan milisi Iran.
Tembakan itu terjadi di beberapa garis depan di selatan Idlib dan di Aleppo.
Baca juga: VIDEO Militan NFL Hancurkan Tank Tempur Tentara Suriah di Aleppo Utara
Baca juga: Warga Turki Ditipu Orang dari Medan, Niat Beli Sepeda Malah Jadi Rugi Ribuan Dolar
"Pada jam-jam pertama, kami menyaksikan ketenangan dan sangat tegang dari semua pihak bertikai," kata Ibrahim al-Idlibi.
Mengutip Al Jazeera, disebutkan, Ibrahim al-Idlib merupakan tokoh oposisi yang berhubungan dengan kelompok-kelompok pemberontak di lapangan.
"Semua orang sadar, pelanggaran oleh pihak mana pun akan ditanggapi dengan 'tanggapan'," terangnya.
"Tapi ini (adalah) gencatan senjata yang sangat rapuh," tambahnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)