TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kandidat dari
Partai Demokrat Joe Biden lebih unggul dari kandidat Partai Republik Donald Trump jelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos, Joe Biden unggul 51 persen, sementara Donald Trump 43 persen suara.
Pemilihan Presiden Amerika Serikat akan berlangsung Selasa (3/11/2020 mendatang, waktu setempat.
Tapi separuh masyarakat AS sudah mengirim surat suaranya lewat pos lebih awal.
Menurut data US Elections Project di University of Florida, lebih dari 75 juta orang memilih metode tersebut.
Masyarakat Indonesia di Amerika Serikat pun terbelah menjadi dua kelompok, yakni Pejuang Indonesian Coalition yang menyatakan dukungannya kepada kandidat Joe Biden.
Mereka aktif mengkampanyekan Joe Biden.
Mereka membuat video yang membahas tentang program antar kandidat.
Baca juga: Mengenal Jill Biden dan Melania Trump, Istri Calon Presiden AS Joe Biden dan Donald Trump
Misal, proyek Trump yang akan membangun dinding pembatas antar negara sementara Biden menolak hal tersebut.
Kemudian, soal Trump hanya menerima 50 ribu pengungsi, sedangkan Biden 125 ribu pengungsi.
Rania Nurita Bakhri yang tergabung dalam Pejuang Indonesian Coalition menuturkan akan memilih Joe
Biden.
Pilpres kali ini akan menjadi pengalaman pertamanya menjadi pemilih.
"Kita butuh pasangan yang bisa menyelesaikan masalah-masalah sosial, hak-hak perempuan itu
penting. Selama 4 tahun terakhir (kepemimpinan Trump) tidak bisa membuat kebijakan sosial yang
baik," ujar Rania.
Rania berpandangan pasangan Joe Biden-Kamala Harris bisa menyelesaikan persoalan misal Black
Lives Matter, hak-hak perempuan, dan itu membutuhkan kebijakan sosial yang baik.
"Hak kita untuk memilih 3 November. Kita bisa memilih pasangan yang bisa menyelesaikan masalah
tersebut," kata Rania.
Sementara perwakilan Kelompok Indonesia America for Trump, Sylvia Scott menuturkan awalnya ia
hanya mendengar hal-hal yang tidak baik mengenai Trump.
"Awalnya saya mendengar hal-hal yang negatif, akhirnya saya cari tahu sendiri dan memutuskan
memilihnya," tutur Sylvia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan siapapun
yang memenangi Pilpres AS tidak akan berdampak signifikan terhadap Indonesia.
Baca juga: Joe Biden Berjanji akan Tangani Pandemi Sesuai Sains di Hari Pertama Terpilih Jadi Presiden AS
"Siapapun yang menang, Indonesia kan harus kerja sama. Indonesia harus netral. Ini kan kedaulatan
dan hak dari rakyat AS," tutur Hikmahanto.
Melalui akun youtube yang diunggah Kamis (29/10/2020) lalu, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang
Yudhoyono menilai, situasi Pilpres AS saat ini bisa disebut sangat panas dan lebih dari sebelum-
sebelumnya.
Hal itu terlihat dari perang kata antara Trump dan Biden dalam debat.
Apa yang terjadi saat ini, ujar SBY, juga jarang terjadi dalam sejarah Pilpres AS.
"Saya kira sebagian rakyat Amerika malu melihatnya," kata SBY.
SBY melanjutkan, ada pendapat yang menyebut bagi Indonesia, Trump adalah yang terbaik. Alasanya,
Trump dari Partai Republik sehingga tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Tidak akan ribut soal HAM, demokrasi dan juga perubahan iklim.
"Pandangan ini relatif sama dengan kalangan lain di negeri kita. Artinya juga menjagokan Trump dan berharap dia menang lagi. Cuma alasannya sedikit berbeda. Kata mereka, kalau Trump yang menang,
hubungan ekonomi dan bisnis akan lebih hidup. Lebih meningkat. Argumentasinya, Partai Republik di
AS lebih pro bisnis. Termasuk punya keberpihakan kepada perusahaan multi nasional," beber SBY.
SBY mendengar, sejumlah tokoh di Pemerintahan Presiden Jokowi juga punya pandangan dan harapan
agar Trump menang.
Lebih lanjut, SBY mengungkapkan, dua bulan lalu ia diwawancarai oleh kalangan pers.
Di tengah wawancara, wartawan menyinggung soal isu Pilpres AS. SBY mengatakan, kelompok ini justru mendukung Biden untuk menang dalam Pilpres.
Baca juga: Donald Trump Mengisyaratkan Tak Mau Terima Hasil Pemilu Jika Kalah, Pendukungnya Setuju
"Alasannya, pertama mereka tidak suka dengan kepribadian dan gaya Trump. Yang kedua, apa yang
diharap Indonesia dari Trump yang terkenal sangat egois dan ultra nasionalistik. Dia hanya
mengutamakan Amerika dan tidak peduli dengan negara lain, bangsa lain," ujar SBY.
Atas dua pendapat itu, SBY menyatakan ia menghormati semua pendapat tersebut.
Hal ini karena antara dua pendapat itu, tidak ada yang sepenuhnya benar, tidak ada yang sepenuhnya salah.
SBY mengungkapkan, ketika menjadi Presiden, ia sempat bekerja sama dengan dua Presiden AS, yakni George Bush dan Barack Obama.
Dua presiden itu dari partai yang berbeda. Bush dari Partai Republik, sedangkan Obama dari Partai
Demokrat.
Berdasarkan pengalamannya bekerjasama dengan dua presiden dari partai yang berbeda itu, SBY
mengatakan menyangkut hubungan internasional, tidak ada perbedaan mendasar antara partai
pemerintah maupun oposisi.
Jika ada perbedaan, hal itu tidak banyak dan tidak menyangkut hal yang prinsip.
"Saya harus mengatakan bahwa siapapun presidennya, agenda kerja sama bilateral Indonesia AS-
Indonesia tetap luas. Dapat disimpulkan hubungan bilateral Indonesia tidak semata-mata ditentukan dari mana Presiden AS berasal," ungkapnya.
Lebih lanjut, SBY menyatakan Trump ataupun Biden yang menang, Indonesia tetap memiliki peluang
yang sama.
Ia juga menyatakan, Indonesia harus siap dengan siapa pun yang terpilih nantinya. (tribun network/denis/daryono)