TRIBUNNEWS.COM - Puluhan ribu pendukung Presiden AS Donald Trump memprotes hasil pemilu di Washington pada Sabtu (14/11/2020) waktu setempat.
Tidak hanya memprotes, mereka juga sempat menyambut dengan meriah iring-iringan mobil Trump.
Namun pada malam harinya, protes tersebut berubah menjadi bentrok kekerasan yang memakan korban.
Diketahui, setidaknya satu orang menjadi korban penikaman dan 20 orang ditangkap kepolisian setempat.
Tak hanya di Washington, demonstrasi dari pendukung Trump juga terjadi di beberapa kota lain pada Sabtu kemarin.
Mereka kompak memprotes hasil Electoral College yang meloloskan Senator Joe Biden dari Partai Demokrat ke Gedung Putih.
Baca juga: 6 Tuntutan Hukum yang akan Dihadapi Trump setelah Tinggalkan Gedung Putih dalam 70 Hari
Dalam aksi protesnya, para pendukung Trump terus meneriakkan kata-kata seperti 'hentikan kecurangan' dan 'hitung setiap suara'.
Dikutip dari APnews, mereka terus memprotes hasil pemilu meskipun klaim kecurangan tidak terbukti.
Di malam harinya, demonstrasi yang sempat damai ini berubah menjadi tegang dan diwarnai kekerasan.
Beberapa video yang tersebar menunjukkan momen perkelahian sengit antara para demonstran dengan kepolisian.
Bahkan bentrokan tersebut masih terus berlanjut hingga Minggu (15/11/2020) pagi waktu setempat.
Dari puluhan orang yang ditangkap, mereka menerima tudukan penyerangan dan kemepemilikan senjata tajam.
Baca juga: Walau Tak Kunjung Akui Kekalahannya, Donald Trump Bakal Deklarasi Maju Pilpres Amerika Serikat 2024
Akibat dari bentrok tersebut, dua orang petugas kepolisian terluka dan beberapa senjata tajam diamankan.
Trump rupanya telah menyetujui adanya demonstrasi besar-besaran yang memprotes hasil pemilu ini.
Hal itu terbukti saat ia sengaja melewati jalan yang dipenuhi oleh para demonstran dengan mobilnya.
Kala itu, ia hendak pergi ke klub golf Virginia miliknya.
"Saya hanya ingin menjaga semangatnya dan memberitahu dia bahwa kami mendukungnya," kata seorang pendukung setia Trump, Anthony Whittaker dari Winchester, Virginia.
Di Delray Beach, Florida, ratusan orang juga memprotes dengan membawa beberapa spanduk.
Beberapa spanduk tertulis "Hitung setiap suara" dan "Kita tidak bisa hidup di bawah pemerintahan Marxis."
Baca juga: Puluhan Anggota Pasukan Pengamanan Presiden Donald Trump Terinfeksi Covid-19
Sementara di Lansing, Michigan, para pengunjuk rasa berkumpul di Capitol (parlemen AS) untuk mendengarkan seorang orator.
Ia dengan lantang menyerukan keraguan pada hasil yang memenangkan Biden di negara bagian dengan lebih dari 140.000 suara.
Polisi Phoenix memperkirakan adanya 1.500 orang yang berkumpul di luar Arizona Capitol.
Kemudian, para pengunjuk rasa di Salem, Oregon, juga berkumpul di Capitol.
Satu di antara orator di Washington adalah Marjorie Taylor Greene, anggota DPR dari Partai Republik yang baru terpilih di Georgia.
Ia merupakan sosok yang mengungkapkan pandangan rasis dan dukungan untuk teori konspirasi QAnon.
Dalam oratornya itu, ia mendesak orang-orang untuk berunjuk rasa dengan damai menuju Mahkamah Agung.
Baca juga: Trump Tepati Janji Kampanyenya Saat Memimpin AS, Bagaimana dengan Biden?
Disisi lain, pihak kepolisian menanggapi aksi unjuk rasa besar-besaran dengan penuh persiapan.
Pihaknya menutup sebagian besar jalanan di pusat kota.
Beberapa toko dan kantor juga ditutup sejak Hari Pemilu pada 3 November lalu.
Direktur Badan Manajemen Darurat dan Keamanan Dalam Negeri, Chris Rodriguez mengatakan, polisi berpengalaman menjaga perdamaian
Terakhir, kecurangan yang diungkap oleh tim kampanye Trump diketahui merupakan hal yang umum di setiap pemilu.
Di antaranya seperti masalah dengan tanda tangan, amplop kerahasiaan, dan tanda pos pada surat suara.
Serta adanya potensi sejumlah surat suara salah pilih atau hilang.
Buntut kemenangan Biden di beberapa negara bagian utama, tampaknya kecurangan yang diklaim pihak Trump tidak berdampak pada hasil pemilihan.
(Tribunnews.com/Maliana)