TRIBUNNEWS.COM, RIYADH -- Tim Pelindungan Warga KBRI Riyadh berhasil memulangkan WNI/PMI terbebas dari hukuman mati bernama Lili Sumarni binti Suhartono.
Lili pulang ke tanah air dengan pesawat SV 816, yang bertolak dari Riyadh, Arab Saudi, pada tanggal 18 November 2020, pukul 22.15 waktu setempat dan tiba di Jakarta pada 19 November 2020, pukul 11.15 WIB.
Lili diketahui, hampir 9 tahun lalu, tepatnya pada 12 Januari 2012, terancam hukuman mati karena tuduhan melakukan sihir kepada keluarga majikannya.
KBRI Riyadh pun langsung mengajukan izin kepada otoritas setempat untuk mengunjungi penjara Shagra (sekitar 200 km barat laut Riyadh).
Pada 17 Januari 2012, KBRI Riyadh berhasil mengunjungi penjara Shagra dan bertemu dengan WNI asal Situbondo, Jawa Timur itu.
Dalam kesempatan tersebut, KBRI Riyadh memberikan semangat dan menjamin pendampingan hukum untuk WNI yang kini berusia 37 tahun tersebut.
“Saya sangat berterima kasih kepada KBRI Riyadh yang dengan cepat datang dan memberikan dukungan kepada saya,” ucap Lili saat itu.
Baca juga: KBRI Riyadh Bantu Kepulangan Puluhan WNI Korban Perdagangan Orang
Dubes RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel menceritakan, pada 12 Juni 2012, Pengadilan Shagra mulai menyidangkan perkara Lili dan membacakan nota dakwaan dengan ancaman hukuman mati.
Pada 18 September 2014, hakim Pengadilan Shagra menjatuhkan hukuman mati kepada Lili. Melalui pengacara, Lili yang didampingi KBRI langsung mengajukan banding.
Pengadilan Banding menerima pembelaan Lili dan membatalkan putusan hukuman mati tersebut. Pengadilan Banding lalu meminta Pengadilan Shagra untuk menyidangkan ulang kasus tersebut. Pada pengadilan ulang, hakim tetap pada putusannya, yaitu menjatuhkan hukuman mati untuk Lili Sumarni.
Setelah adanya putusan tersebut, Majlis A'la Lil-Qudhot (Dewan Tinggi Para Hakim) menetapkan susunan baru hakim yang mengadili kasus Lili.
“KBRI Riyadh harus selalu hadir untuk memberikan bantuan kepada setiap WNI, terlebih untuk kasus-kasus prioritas yang mendapat ancaman hukuman mati seperti Lili ini, ini semangat jargon KBRI Riyadh: Kami Datang Untuk WNI dan NKRI” ujar Dubes Agus diketerangannya, Sabtu (20/11/2020).
Lanjutnya, pada sidang 6 Desember 2018, hakim membacakan putusan menolak hukuman mati. Namun, Lili tetap diputus bersalah dengan hukuman 8 tahun penjara dan 800 cambukan.
Dengan berbagai pertimbangan, Lili kemudian menyatakan menerima putusan tersebut. KBRI Riyadh dan pengacara menerima dan menyampaikan keputusan Lili kepada Pengadilan.
Karena para pihak tidak ada yang mengajukan banding, putusan tersebut menjadi inkracht.
Pada Januari 2020, masa tahanan Lili telah habis. KBRI Riyadh meminta pemindahan tempat tahanan Lili dari Penjara Shagra ke Penjara Riyadh dengan alasan lebih dekat untuk dikunjungi. Pemindahan juga dilakukan untuk mempermudah pengurusan penyelesaian administrasi dan persiapan pemulangan. Usulan KBRI tersebut diterima dan Lili dipindahkan ke Riyadh.
“Berkaca pada pembebasan WNI hukuman mati sebelumnya, proses pemulangan dapat memakan waktu hingga 1 tahun, sebagaimana terakhir kasus Eti Bt Toyib Anwar, terpidana hukuman mati yang dibebaskan KBRI Riyadh dengan diyat sebesar SAR 4 juta riyal (sekitar Rp15,5 miliar rupiah),” terang Dubes Agus Maftuh.
KBRI Riyadh berhasil mengawal penyelesaian segala urusan administrasi dan pemulangan Lili, termasuk tiket pesawat dan tes PCR.
Pada Rabu (18/12/2020) malam, Lili pun diterbangkan dengan Saudia Airlines SV816 menuju tanah air.
“Saya menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada KBRI Riyadh yang selalu mendampingi saya hingga saya bisa dipulangkan ke tanah air,” ujar Lili sesaat akan meninggalkan Arab Saudi.
Di tengah menjalani hukuman, Lili tekun menghafalkan Al-Quran.
“Di sisi lain, kita harus menghormati hukum Arab Saudi. Perbuatan sihir di sini memang dapat menyebabkan hukuman mati," ungkapnya.
Bersama Lili, dalam penerbangan yang sama juga terdapat 140 WNI overstay yang dipulangkan KBRI Riyadh. Di antara mereka, 117 orang diberangkatkan dari rumah detensi imigrasi/deportasi (Tarhil) dan 23 lainnya dipulangkan dari shelter penampungan KBRI Riyadh. Mereka seharusnya dikenai denda SAR 30.000 per orang. Berkat negosiasi KBRI Riyadh dengan otoritas berwenang, denda mereka dengan total senilai Rp 15.5 miliar pun berhasil dibebaskan.