News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejarah Krisis Nuklir di Iran hingga Berujung pada Pembunuhan Seorang Ilmuwan

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang penjaga keamanan Iran berdiri di luar gedung reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr

TRIBUNNEWS.COM - Ambisi Iran terhadap nuklir telah menjadi inti dari kekhawatiran atas meningkatnya risiko konflik di Timur Tengah selama lebih dari satu dekade.

Iran memiliki program nuklir damai selama bertahun-tahun.

Tetapi pada awal tahun 2000-an, muncul kekhawatiran, Iran sedang mengembangkan teknologi yang dapat membuat senjata nuklir, meskipun negara itu menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi.

Berikut sejarah krisis nuklir Iran hingga berujung pada pembunuhan seorang ilmuwannya, sebagaimana yang dilansir Sky News.

Pengayaan Uranium

Tidak lama setelah mantan presiden Mahmoud Ahmadinejad membuat serangkaian klaim tentang pengayaan uranium, sejumlah resolusi PBB disahkan, yang bertujuan untuk mendesak Iran untuk mundur.

Diplomasi antara Iran dan Barat "membeku" selama beberapa tahun.

Baca juga: Iran Siap Balas Pelaku Pembunuhan Ilmuwan Nuklirnya

Baca juga: Bunuh Ilmuwan Iran Mohsen Fakhrizadeh, Israel Persulit Masa Depan AS di Tangan Biden-Harris  

Kedua belah pihak buntu atas klaim Teheran, program apa pun yang dimilikinya adalah untuk tujuan damai murni.

Pada saat yang sama, Ahmadinejad membuat serangkaian komentar yang mengancam Israel.

Ia dengan bangga menegaskan keberhasilan Iran dalam mengembangkan teknologi rudal balistik dan ruang angkasa.

Fasilitas Bushehr dan lainnya di Iran diduga digunakan untuk membuat senjata nuklir (Sky News)

Kesepakatan Nuklir

Barulah pada tahun 2015, ada kesepakatan nuklir yang terjadi setelah Hassan Rouhani menggantikan Ahmadinejad sebagai presiden petahana.

Setelah itu hubungan mulai membaik, meskipun untuk sementara.

Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), yang ditandatangani oleh Iran, AS, Inggris, Rusia, China, Jerman, dan UE, membuka jalan bagi pelonggaran sanksi yang dikenakan pada Iran.

Iran diberikan pelonggaran sanksi karena pemerintahnya memastikan program nuklirnya akan "damai".

Selama periode waktu hubungan diplomatik yang membaik itu, Iran memberikan bukti bahwa hal itu sesuai dengan persyaratan kesepakatan dan penandatangannya memungkinkan perdagangan antar negara meningkat.

Masuknya Donald Trump

Namun pada 2018, Presiden AS Donald Trump mengumumkan dia membatalkan perjanjian tersebut karena tidak menyoroti beberapa masalah utama Amerika.

Trump mengatakan perjanjian itu tidak membatasi program rudal balistik Iran atau dukungannya untuk milisi di Irak, Lebanon, Suriah dan Yaman, yang dilihat Washington sebagai destabilisasi di Timur Tengah.

Donald Trump menandatangani dokumen yang memulihkan sanksi terhadap Iran setelah mengumumkan penarikan AS dari kesepakatan nuklir 2015 (Sky News)

Sejak menjadi presiden pada tahun 2017, Trump telah menunjukkan kemauan yang lebih besar daripada para pendahulunya untuk bersekutu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ia juga untuk mencari aliansi yang lebih kuat dengan negara-negara Arab yang memusuhi Iran, seperti Arab Saudi.

Netanyahu telah berulang kali memperingatkan tentang apa yang dia lihat sebagai ancaman Iran.

Pada tahun 2019, ia mempresentasikan apa yang dia katakan sebagai bukti fasilitas senjata nuklir Iran yang sebelumnya dirahasiakan.

Ia mengatakan kepada para tiran Teheran bahwa Israel tahu apa yang mereka lakukan.

Ilmuwan Nuklir Iran Terbunuh

Sudah lama dikabarkan bahwa agen Israel beroperasi di Iran, meskipun Israel dilarang masuk ke negara itu.

Pada 2012, empat ilmuwan nuklir Iran dibunuh.

Seorang pria yang dituduh membunuh profesor fisika Teheran mengakuinya di persidangannya.

Sebelum akhirnya dihukum digantung, ia mengaku melakukan perjalanan ke Tel Aviv dan dilatih oleh Mossad, dinas intelijen Israel.

Iran kini menyalahkan Israel atas pembunuhan salah satu ilmuwan nuklir paling terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh.

Tetapi belum ada komentar lebih jauh dari Netanyahu.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia memiliki bukti program senjata nuklir 'rahasia' Iran (Sky News)

Pada 2020, The New York Times melaporkan, sumber intelijen AS mengatakan bahwa agen Israel membunuh orang kedua di komando Al Qaeda di Iran.

Juga tahun ini, ada enam insiden misterius dalam waktu beberapa minggu di Iran.

Insiden itu menyebabkan para pejabat Iran mengisyaratkan bahwa serangan itu datang dari musuh-musuhnya.

Israel tidak membenarkan atau membantah.

Sementara itu, dalam beberapa bulan terakhir, telah tumbuh kerja sama antara Israel dan beberapa negara yang sebelumnya dianggap sebagai musuh.

Ini terjadi setelah mencairnya hubungan dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, bahkan Arab Saudi, yang ditengahi oleh AS di bawah naungan Administrasi Trump.

Akankah Kembali ke Kesepakatan dengan Biden?

Dengan terpilihnya kepresidenan AS Joe Biden, yang telah menyatakan dukungannya untuk JCPOA 2015, pemerintah Israel telah menyatakan keprihatinannya untuk menunjukkan kehangatan terhadap Iran.

Pekan lalu, Netanyahu mengatakan seharusnya tidak ada kesepakatan untuk kembali.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini