"Iran tidak mungkin bersedia untuk kembali ke JCPOA tanpa beberapa konsesi AS, seperti pencabutan sanksi terhadap Hizbullah, program rudal, dan pelanggar HAM Iran," bantahnya.
Aktivitas proksi militan Iran di Timur Tengah dan pengayaan uraniumnya bukannya menurun, malah meningkat selama sanksi tekanan maksimum.
Baca juga: Jenderal Qasem Soleimani dibunuh, Iran tak lagi patuhi kesepakatan nuklir
Baca juga: Barack Obama Kritik Donald Trump Soal Penanganan Pandemi Covid-19 di AS: Tidak Terorganisir
Kesepakatan Nuklir bagi Biden
Secara terpisah, analis mengatakan, bagi Biden, kesepakatan nuklur Iran kemungkinan bukan prioritas utama pasca pelantikan.
Meraka memprediksi, enam bulan pertama kepemimpinan Biden akan digunakan untuk mengatasi pandemi virus corona dan ekonomi AS yang terpukul.
Kirsten Fontenrose, Direktur Prakarsa Keamanan Timur Tengah Scowcroft di Dewan Atlantik, mengatakan kepada CNBC, Biden mungkin akan menawarkan pencabutan sanki kepada Iran.
Tujuannya yakni, tambah Fontenrose, agar Amerika dapat masuk kemabli dalam pembicaraan nuklir.
"Kita mungkin harus mengharapkan Iran mengambil keuntungan dari mundurnya AS dari kesepakatan nuklir dan mencoba mendapatkan sebanyak yang bisa diambil dari pemerintahan Biden," tambahnya.
Sementara itu di Teheran, masih ada ketakuran jika Trump kembali mencalonkan diri pada 2024 mendatang.
"Apa pun kesepakatan yang kita lakukan dengan Joe Biden, presiden berikutnya bisa membatalkannya," kata Amir Handjani, rekan di Quincy Institute kepada CNBC.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)