"Karena mereka berusaha menyangkal kemungkinan penularan H2H dan kemudian pejabat yang lebih tinggi pada pertemuan itu mengakui bahwa penularan H2H tidak bisa dikesampingkan."
"Artinya itu adalah penyakit yang bisa menular dari manusia ke manusia, tidak diragukan lagi."
Prof Chuang sudah sadar mungkin sebelum orang lain.
Baru lah pada 20 Januari, baik China dan WHO mengumumkan bukti adanya penularan dari manusia ke manusia, namun terbatas.
Taiwan bukan bagian dari WHO, sebab China memandang negara itu sebagai bagiannya, provinsi yang memberontak dan bekerja keras untuk mencegah organisasi internasional mengakui Taiwan sebagai negara.
Taiwan, yang bukan bagian dari WHO, tidak menunggu.
Di bandara, Prof Chuang bertemu dengan petugas CDC dan meminta nasihatnya tentang peraturan perjalanan.
"Saya katakan tidak, kita perlu melakukan upgrade bukan downgrade, kita perlu berbuat lebih banyak terkait karantina, terkait cara mencegah orang dari Wuhan atau China membawa penyakit ini ke Taiwan."
Keesokan harinya, ia dan seorang rekannya mempublikasikan temuan mereka pada konferensi pers.
Pada 23 Januari, Wuhan di-lockdown.
Prof Chuang terkejut.
"Saya tidak bisa membayangkan kecepatan penyebarannya, menyebar begitu cepat."
"Karena mereka tidak memberikan skala wabahnya. Saya hanya tahu ada 41 kasus."
"Setahun sejak kasus COVID-19 pertama yang terdaftar di China, ada banyak hal yang masih belum kami ketahui."