TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Senjata yang digunakan untuk membunuh Ilmuwan nuklir senior Iran Mohsen Fakhrizadeh disebut dikendalikan dari jarak jauh melalui satelit.
Seperti yang disampaikan Juru bicara Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), Brigadir Jenderal Ramazan Sharif pada hari Minggu kemarin.
Fakhrizadeh, yang merupakan salah satu tokoh kunci dibalik program nuklir Iran dan menjabat sebagai Kepala Pusat Inovasi Kementerian Pertahanan Iran, tewas akibat serangan di pinggiran kota Teheran pada 27 November lalu.
Seperti dikutip portal berita Sepah News yang dikelola IRGC, Sharif mengatakan bahwa pembunuhan itu dilakukan menggunakan peralatan elektronik canggih yang dikendalikan dari satelit.
Baca juga: Biden: Kesepakatan Nuklir Iran adalah Cara Terbaik untuk Hindari Perlombaan Senjata Timur Tengah
Sebelumnya, dugaan ini juga dilaporkan oleh kantor berita Iran berbahasa Arab Al-Alam.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (7/12/2020), Ilmuwan itu diduga ditembak mati oleh senjata yang dikendalikan dari jarak jauh yang dipasang di mobil Nissan pada jarak 150 meter atau sekitar 492 kaki.
Fakta bahwa tidak ada orang lain yang ada di lokasi pembunuhan kecuali Fakhrizadeh dan pengawalnya pun telah dikonfirmasi oleh otoritas Iran.
Baca juga: Ahli: Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran Tak Akan Gagalkan Program Nuklir
Para pejabat Iran bahkan menyalahkan serangan tersebut didalangi Israel dan organisasi anti-Revolusi Islam Mujahidin Iran.
Terkait kematian Fakhrizadeh, pemerintah Iran bersumpah akan melakukan balas dendam.
Beberapa pejabat negara itu juga menuding adanya keterlibatan Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.