News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Beberapa Orang yang Terlibat Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran Ditangkap: Tak Akan Lolos dari Keadilan

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto yang disediakan oleh situs web resmi Pemimpin Tertinggi Iran pada 27 November 2020, menunjukkan ilmuwan Iran Mohsen Fakhrizadeh pada 23 Januari 2019. Iran mengatakan Mohsen Fakhrizadeh, salah satu ilmuwan nuklir paling terkemuka, tewas dalam serangan terhadap mobilnya di luar Teheran yang dituduh musuh bebuyutan Israel berada di belakang dan bersumpah akan membalasnya.

Republik Islam ini disebut rentan terhadap serangan lebih lanjut.

Mengkhawatirkan, Iran Berjanji Membangun 2 Fasilitas Nuklir Baru

Kemungkinan balas dendam Iran atas pembunuhan Fakhrizadeh lebih dari sekadar peningkatan pengayaan uranium dan pengusiran pengawas senjata.

Dilansir Science Mag, dua ketentuan undang-undang yang disahkan parlemen Iran baru-baru ini membuat khawatir para ahli nonproliferasi pekan lalu.

Yang juga mengkhawatirkan adalah fasilitas baru yang diwajibkan hukum memungkinkan Iran membuat plutonium dan membuat uranium menjadi komponen bom.

Undang-undang tersebut dikerjakan selama berbulan-bulan, tetapi parlemen mempercepatnya setelah pembunuhan terhadap Mohsen Fakhrizadeh, menurut direktur unit penelitian Pengawal Revolusi berdasarkan International Atomic Energy Agency (IAEA).

Dewan Penjaga Iran minggu lalu menyetujui undang-undang tersebut.

Batasan potensial pada pemantauan IAEA menjadi perhatian khusus, kata seorang diplomat Eropa yang terlibat dalam negosiasi dengan Iran.

Baca juga: IRGC:Ilmuwan Nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh Dibunuh dengan Senjata Canggih yang Dikendalikan Satelit

Baca juga: Biden: Kesepakatan Nuklir Iran adalah Cara Terbaik untuk Hindari Perlombaan Senjata Timur Tengah

Fasilitas Bushehr dan lainnya di Iran diduga digunakan untuk membuat senjata nuklir (Sky News)

"IAEA akan menjadi buta di banyak bidang pembentukan nuklir Iran."

Pemerintahan Presiden Iran, Hassan Rouhani, menentang undang-undang tersebut.

Namun, Menteri Luar Negeri, Mohammad Javad Zarif, mengatakan pada forum internasional pekan lalu: "Kami akan menerapkannya. Kami tidak punya pilihan lain."

Namun, Zarif mencatat bahwa undang-undang tersebut dapat dibalik.

Iran bisa membatalkan undang-undang tersebut jika Amerika Serikat kembali ke kesepakatan nuklir 2015, yang secara resmi disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Dengan kesepakatan itu, Iran berjanji menahan program nuklirnya dengan imbalan bantuan terhadap sanksi ekonomi.

Pemerintahan Trump menarik diri dari JCPOA pada 2018, sedangkan Presiden terpilih Joe Biden berjanji untuk bergabung kembali.

JCPOA, kata para pendukung, memperpanjang waktu yang dibutuhkan Iran untuk mengumpulkan bahan fosil yang cukup untuk sebuah bom, dari beberapa minggu menjadi setidaknya 1 tahun.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini