TRIBUNNEWS.COM, WUHAN - Ratusan pembeli memadati pasar basah pada suatu pagi di bulan Desember 2020 di Kota Wuhan, China.
Berdesak-desakan untuk membeli sayuran segar dan ikan, katak, juga penyu hidup.
Hampir setahun sejak kota itu melaporkan kasus virus corona baru pertama di dunia.
Bahkan, ketika banyak negara tetap berada dalam cengkeraman pandemi, kehidupan di Wuhan sebagian besar telah kembali normal.
"Saya tidak takut, apa yang perlu ditakuti?" kata Nie Guangzhen, penjual ikan dan sayuran, kepada Reuters.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Virus Corona Ternyata Telah Ada di AS Sebelum Muncul di Wuhan China
Nie dan pemilik toko lainnya di sepanjang jalan sempit, bagian dari pasar basah yang lebih besar, sibuk mengambil ikan untuk pembeli yang beberapa tidak memakai masker, saat petugas kebersihan kota menyemprotkan disinfektan ke trotoar.
Beberapa tanda-tanda tetap ada tentang peran awal Wuhan dalam pandemi virus corona, yang telah menginfeksi lebih dari 67 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan sekitar 1,5 juta orang.
Warga mengenakan masker di Wuhan
China pertama kali memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang 27 kasus "virus pneumonia" di Wuhan pada 31 Desember.
Pihak berwenang menutup pasar basah di kota itu pada hari berikutnya, setelah menemukan beberapa pasien adalah penjual atau pedagang.
Itu menandai dimulainya periode gelap bagi kota berpenduduk 11 juta di China Tengah itu.
Infeksi meningkat dengan cepat menjadi 50.000 kasus, termasuk hampir 4.000 kematian.
Para pejabat menanggapi dengan segera memberlakukan penguncian yang ketat selama 76 hari, mendirikan beberapa kilometer barikade kuning tebal melalui jalan-jalan kota yang sepi untuk menjaga orang-orang tetap di rumah dan bisnis ditutup.
Wuhan belum mencatat kasus lokal baru
Tindakan itu terbayar. Wuhan belum mencatat kasus baru yang ditularkan secara lokal dalam beberapa bulan, dan sekarang tidak dapat dibedakan dari kota-kota China lainnya dengan jalan perbelanjaan yang ramai, kemacetan lalu lintas, serta restoran yang ramai.
"Saya benar-benar merindukan saat-saat yang lebih menyenangkan dan mengasyikkan ini, seperti pergi berbelanja dan makan bersama teman-teman saya," kata Hu Hang, pembeli berusia 27 tahun, kepada Reuters, di pasar malam Wuhan yang penuh sesak yang menjual sweater Natal di antara barang-barang lainnya.
Di jalan yang sibuk, pedagang asongan menjual bunga dan balon, artis jalanan termasuk penari dan badut tampil sambil musik menggelegar dari toko-toko yang berjajar di jalan.
Pemulihan Kota Wuhan sangat kontras dengan negara-negara besar lainnya yang menjelang musim liburan Natal dan Tahun Baru masih harus berjibaku dengan wabah yang semakin mengamuk.
"Saya belum pernah ke luar negeri, jadi saya tidak memahaminya dengan baik, tetapi melihat TV sepertinya negara lain tidak mengutamakan nyawa manusia," kata Li, penjual makanan jalanan Wuhan berusia 54 tahun, yang membuka kembali tokonya pada Juni lalu.
Dia kemudian memuji ideologi komunis China.
"Ideologi negara lain tidak sebaik China," ujarnya.
China telah mengambil langkah-langkah, termasuk jutaan penduduk tes virus corona secara massal setelah wabah skala kecil terjadi, untuk mencegah gelombang kedua infeksi yang terlihat di banyak kota dan negara lain.
Memakai masker tidak wajib, tapi kebanyakan orang yang menggunakannya di tempat-tempat umum.
Dan sementara pembeli telah kembali ke jalan-jalan Wuhan, Li dan yang lainnya mengatakan bisnis belum betul-betul kembali normal.
"Seluruh situasi tidak bagus, masih jauh lebih buruk dibanding beberapa tahun terakhir," kata Li yang menyebutkan, terjadi penurunan penjualan karena orang masih terlalu takut untuk kembali ke jalan.
Tapi, "Saya tidak khawatir, karena saya melakukan pekerjaan dengan perlindungan yang baik," kata Nie, penjual di pasar basah yang mengatakan, dia akan terus melakukan disinfeksi dan merebus pakaiannya.
"Bahkan jika ada gelombang kedua, saya akan tetap melakukan pekerjaan saya," imbuhnya.