Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Huawei Technologies berencana menginvestasikan 200 juta euro untuk membangun pabrik peralatan jaringan telepon seluler di timur Prancis.
Raksasa telekomunikasi China itu mengumumkan rencana tersebut pada hari Kamis lalu.
Pabrik itu nantinya akan mulai beroperasi dengan sekitar 300 karyawan dan ditargetkan tumbuh menjadi sekitar 500 dalam jangka panjang.
Selain itu, pabrik tersebut akan memproduksi peralatan jaringan untuk basis klien raksasa teknologi China di Eropa.
Rencana ini akan tetap direalisasikan, meskipun ada potensi diterapkannya tindakan tegas oleh pemerintah Prancis terkait penggunaan peralatan jaringan dari raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen itu.
Sejauh ini, Prancis belum melarang keterlibatan perusahaan itu dalam pembangunan jaringannya, namun otoritas negara tersebut telah memberikan ultimatum kepada perusahaan teknologi yang membeli perangkat Huawei.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (20/12/2020), peringatan yang diberikan otoritas Prancis adalah perusahaan teknologi Prancis tidak dapat memperbaharui lisensi mereka setelah masa kedaluwarsa.
Baca juga: Siap Rilis 3 Hari Lagi, Ini Spesifikasi Smartphone Flagship Huawei Mate 40 Pro
Hal ini dilakukan dalam upaya untuk menghapus Huawei dari jaringan nasional.
Kabar tersebut muncul setelah Jerman menyetujui RUU keamanan Teknologi pada Rabu lalu yang memberikan persetujuan bersyarat bagi Huawei untuk membangun jaringan di Jerman.
Huawei membutuhkan jaminan bahwa peralatan mereka tidak akan digunakan untuk kegiatan mata-mata.
RUU tersebut masih harus disahkan di parlemen.
Di sisi lain, RUU ini menandai kemunduran besar dalam perang teknologi pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan China, setelah upaya lobi yang intens dilakukan AS untuk memblokir perusahaan teknologi China itu dari negara-negara mitra Eropa.
AS telah mengancam akan berhenti berbagi informasi intelijen dengan Jerman jika negeri Bavaria itu gagal memblokir Huawei dari rencana peluncuran 5G-nya.
Para pejabat eksekutif dari Deutsche Telekom AG telah menyuarakan keprihatinan mereka terkait tindakan tersebut.
Mereka menyatakan bahwa menetapkan target politik pada lelang spektrum 5G, dapat menghalangi target peluncuran 5G Uni Eropa (UE) yang bisa disebarkan denga cara yang cepat dan efisien.
"Apa yang kita lihat saat ini adalah bahwa lelang bandwidth 5G sebagian disalahgunakan untuk memperkenalkan tujuan politik. Seringkali dengan cara diskriminatif yang mencegah hasil lelang yang efisien dan bertentangan dengan gagasan asli bahwa lelang dirancang untuk itu," kata pejabat tersebut, dalam acara telekomunikasi tahunan Oktober lalu.
Baca juga: Tahun Ini, Perusahaan China Kumpulkan Hampir 12 Miliar Dolar AS Lewat IPO di Bursa AS
Kebijakan Push-Pull in Telecoms Eropa tentang Huawei
Pasar telekomunikasi Eropa telah menyaksikan beberapa negara meluncurkan tindakan proteksionis terhadap Huawei dalam beberapa bulan terakhir.
Inggris mengesahkan RUU Telekomunikasi pada November lalu.
RUU ini memberlakukan denda besar pada perusahaan telekomunikasi nasional yang gagal menghapus perangkat Huawei dari jaringan Inggris pada 2027.
Sementara itu dalam sebuah pernyataan, Wakil Presiden Huawei Victor Zhang menyebut RUU tersebut sebagai hal yang mengecewakan dan 'bernuansa politik'.
Finlandia, rumah bagi raksasa telekomunikasi Nokia, juga rencananya akan mengesahkan Undang-undang (UU) serupa yang berpotensi melarang Huawei terlibat sebagai vendor dari jaringannya.
Kemudian Otoritas Pos dan Telekomunikasi Swedia turut membuat pengecualian terhadap Huawei dari lelang spektrum 5G di negara itu.
Baca juga: Inggris Larang Perusahaan Telekomunikasi Pasang Peralatan Huawei di Jaringan 5G Pada 2021
Namun tindakan tersebut kemudian diblokir tanpa batas, hingga pengadilan setempat dapat mengeluarkan keputusan tentang masalah tersebut.
Raksasa telekomunikasi China ini dan banyak perusahaan teknologi dari negara itu memang telah menjadi sasaran kampanye AS dalam upayanya untuk memblokir China agar tidak mencapai dominasi teknologi di pasar global.
Perusahaan teknologi selain Huawei, yakni ZTE masuk dalam daftar hitam AS pada Mei 2019.
Kemudian pada Jumat lalu, produsen chip yang berbasis di Shanghai, SMIC juga terkena masalah yang sama. (Sputnik News)