TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Dinas Rahasia AS telah menciptakan zona militer di sekitar ibu kota negara itu menjelang hari pelantikan Presiden Joe Biden dan Wapres Kamala Harris, Rabu (20/1/2021).
Sekurangnya 20.000 prajurit Garda Nasional bersenjata lengkap telah diterjunkan ke Washington. Sejumlah tokoh menggambarkan zona baru itu mirip Green Zone di Baghdad, Irak.
Keamanan ditingkatkan hingga level hampir maksimum, menyusul potensi gangguan keamanan dan kerusuhan menuju Rabu pekan depan. Laporan ini dipublikasikan Russia Today, Sabtu (16/1/2021).
Batas keamanan atau perimeter aman diperluas berlipatganda sejak massa pendukung fanatik Donald Trump menyerbu Capitol Hill, 6 Januari 2021.
Baca juga: Jelang Pelantikan Joe Biden, Keamanan di Seluruh AS Diperketat, Garda Nasional hingga FBI Bekerja
Baca juga: Washington hingga Semua Negara Bagian AS Tingkatkan Pengamanan Jelang Pelantikan Joe Biden
Baca juga: Donald Trump Bakal Tinggalkan Gedung Putih Rabu Pagi Sebelum Pelantikan Joe Biden
Peristiwa itu disebut ‘pemberontakan’, dipicu hasutan dan narasi penuh provokasi oleh Donald trump lewat akun media sosialnya.
Zona 'merah' dan 'hijau' baru yang ditetapkan oleh Secret Service mencakup area di dekat Gedung Putih, Lincoln Memorial, National Mall, dan Capitol.
Bahkan beberapa daerah permukiman dan komersial di dekatnya telah dimasukkan dalam perimeter keamanan yang dijaga ketat.
Ada Zona Hijau dan Zona Merah di Washington
Secret Service mendefinisikan 'Zona Hijau' sebagai jalan yang hanya dapat diakses penduduk dan pebisnis.
Individu yang ingin melakukan perjalanan melalui Zona Hijau harus menunjukkan identitas dan diperiksa.
Sebaliknya, Zona Merah yang lebih ekstrem ditutup untuk semua lalu lintas, kecuali kendaraan resmi kenegaraan.
Selain kehadiran 20.000 prajurit Garda Nasional di sekitar Capitol Hill hingga Gedung Putih dan Monumen Nasional, penghalang beton, pagar logam dilengkapi barikade berduri juga mulai dipasang.
Pasukan berpatroli menggunakan kendaraan tempr taktis Humvee. Zona terlarang diumumkan Jumat (15/1/2021), dan diperkirakan akan tetap berlaku hingga 21 Januari.
Namun, Wali Kota Washington DC, Muriel Bowser, memperingatkan penduduk, tindakan keamanan yang ditingkatkan kemungkinan akan menjadi "normal baru" setelah hari pelantikan.
Ia mengatakan tidak dapat memberikan jangka waktu kapan pagar pelindung di sekitar Gedung Capitol akan dihilangkan.
Zona yang belum pernah terjadi sebelumnya di jantung ibu kota negara menciptakan keributan besar di media social.
Banyak orang membandingkan Zona Hijau DC dengan zona setara yang terkenal di Baghdad setelah Saddam Hussein digulingkan.
Didirikan setelah invasi AS ke Irak, Zona Hijau Baghdad adalah kompleks yang dijaga ketat yang menampung gedung-gedung pemerintah dan komplek diplomatik.
"Secret Service jujur kepada Tuhan menyebut bagian DC yang paling dibentengi sebagai 'Zona Hijau'. Mungkin Rabu akan menjadi Baghdad mini" kata jurnalis Michael Tracey.
Pembawa acara CNN, Wolf Blitzer, merasakan situasi menyedihkan di Washington. Pemandangan tentara di mana-mana dan pembatasan ketat, mengingatkannya pada "zona perang" yang dia lihat di Baghdad, Mosul, atau Falluja.
“Saya melihat pasukan Garda Nasional ini di sudut jalan biasa di Washington, bahkan tidak di dekat Capitol,” tulis Blitzer di akun Twitternya.
“Begitu banyak jalan telah ditutup. Itu mengingatkan saya pada zona perang yang saya lihat di Baghdad atau Mosul atau Falluja. Sangat sedih,” lanjutnya.
Warga Melontarkan Lelucon Terkait Militerisasi di Washington
Kekhawatiran serupa disampaikan Steve Mullis dari NPR. Ia menggambarkan perimeter keamanan di ibu kota sebagai "distopia", tetapi juga mencerminkan iklim politik dan sosial saat ini di negara tersebut.
Tanggapan publik tidak semuanya bernada suram. Pengguna media sosial tidak bisa menahan godaan untuk melontarkan lelucon tentang perkembangan yang mengejutkan ini.
Seorang pakar dengan gurauan mengumumkan pejabat kota telah mendirikan monumen yang diilhami Baghdad untuk memberi DC lebih banyak nuansa "Zona Hijau".
Banyak orang lain mengamati Donald Trump akhirnya mendapatkan "tembok" yang sangat dia inginkan, sembari menambahkan Presiden AS yang akan segera pergi itu harus dipaksa membayar penghalang.
Para pengamat yang kurang bersemangat menepis seluruh kejadian itu sebagai "panggung keamanan" yang tidak perlu. Alasan ancaman kekerasan di ibu kota menurut mereka telah dilebih-lebihkan.
Washington semakin waspada menyusul unjuk rasa pro-Trump pada 6 Januari 2021 yang menyebabkan sekelompok pengunjuk rasa menyerbu Capitol.
Kekacauan, yang dicirikan sebagai "pemberontakan", berakhir kematian sekurangnya 5 orang. Ada petugas keamanan dan demonstran yang ditembak ketika memaksa masuk Gedung Capitol.
Trump disalahkan karena memicu kekerasan itu, mendorong DPR AS mengeluarkan pasal pemakzulan terhadap presiden awal pekan ini.
Trump membantah melakukan kesalahan dan menegaskan dia selalu mendesak para pendukungnya untuk tetap damai.
Insiden tersebut telah memicu seruan untuk menindak "terorisme domestik".
Pemerintahan Biden yang baru datang bersumpah untuk menjadikan kebijakan keamanan dalam negeri sebagai prioritas.(Tribunnews.com/RT/xna)