TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon mengumumkan rencana untuk menggelar persidangan terhadap tiga pria yang ditahan di Teluk Guantanamo, Kuba.
Ketiga orang tersebut merupakan tersangka dalam tindak kejahatan pemboman di Bali, Indonesia pada 2002 dan 2003 lalu.
Ketiga tersangka ditangkap di Thailand pada 2003 dan ditahan di tahanan CIA.
Mereka telah ditahan di AS sekira 17 tahun atas peran mereka dalam pemboman di Bali dan Jakarta.
Baca juga: Pemboman di Irak: ISIS Akui Pihaknya Berada di Balik Serangan Bom Bunuh Diri Kembar di Baghdad
Baca juga: Bebasnya Abu Bakar Baasyir Membuat Cemas Korban Bom Bali Meski Mengaku Sudah Memaafkan
Aksi bom Bali menargetkan beberapa lokasi yang biasa didatangi turis dan menewaskan hingga 202 orang, yang mayoritas korban merupakan turis asing.
Sementara, pemboman di Hotel JW Marriott Jakarta menewaskan 12 orang.
Dakwaan terhadap tiga tersangka pemboman sebenarnya telah diajukan di bawah pemerintahan Presiden AS ke-45 Donald Trump, tetapi belum diselesaikan.
Rencana persidangan ini diumumkan pada hari pertama pemerintahan Presiden Joe Biden.
Diberitakan sebelumnya, ketika Biden menjadi wakil presiden Barack Obama, mereka berusaha menutup penjara Guantanamo, tapi gagal.
Sewaktu pemerintahan Donald Trump, ia tidak menunjukkan "minat" pada Guantanamo termasuk tahanan di dalamnya, seperti tokoh Al Qaeda dan perencana serangan 9/11, Khalid Sheikh Mohammed.
AP News melaporkan, jaksa militer mengajukan tuntutan terhadap Encep Nurjaman alias Hambali dan dua orang lainnya pada Juni 2017.
Hambali diduga sebagai pemimpin Jemaah Islamiyah, afiliasi Al-Qaeda di Asia Tenggara.
Warga negara Malaysia yang merupakan pembantu Hambali, Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin juga telah dituntut merencanakan dan membantu serangan tersebut.
Baca juga: Jenazah Janda Korban Pembunuhan di Bali Tiba di Subang, Ibundanya Jatuh Pingsan
Alasan Penundaan Persidangan Tak Jelas
Tidak diketahui jelas apa alasan penundaan persidangan terhadap ketiganya.
Namun proses militer di penjara yang dikelola Angkatan Laut tersebut kerap kali tertunda karena kesulitan logistik dan tantangan hukum lainnya.
"Kasus itu berantakan. Saya tidak bisa memberi tahu Anda mengapa karena itu rahasia," kata Valentine, bagian dari tim hukum Hambali.
Proses pengadilan di Guantanamo telah dihentikan oleh pandemi dan tidak jelas kapan akan dilanjutkan.
Baca juga: Joe Biden Ingin Perpanjang Perjanjian Senjata Nuklir AS dengan Rusia
Kasus Guantanamo
Kasus Guantanamo yang paling menonjol, yang melibatkan lima orang yang didakwa dalam serangan teroris 11 September 2001.
Persidangan mereka terjebak dalam fase pra-peradilan sejak dakwaan mereka pada Mei 2012.
Belum ada tanggal untuk pengadilan dengan hukuman mati yang ditetapkan.
AS menahan 40 orang di Guantanamo.
Presiden Barack Obama berusaha menutup pusat penahanan, memindahkan para tahanan ke fasilitas di Amerika Serikat dan memindahkan pengadilan militer ke pengadilan sipil.
Obama mengurangi populasi tahanan, tetapi upayanya untuk menutup Guantanamo diblokir oleh Kongres, yang melarang pemindahan siapa pun dari pangkalan ke AS dengan alasan apa pun.
Biden mengatakan dia lebih suka menutup pusat penahanan itu tetapi belum mengungkapkan rencananya untuk fasilitas tersebut.
"Saya yakin sudah waktunya fasilitas penahanan di Guantanamo menutup pintunya," katanya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)