TRIBUNNEWS.COM - DPR Amerika Serikat menyerahkan pasal pemakzulan mantan presiden Donald Trump kepada Senat Selasa (26/1/2021) pagi atau Senin malam waktu setempat.
Penyerahan itu menjadi tanda dimulainya hitung mundur persidangan pemazulan yang juga merupakan "penentuan nasib" hubungan Donald Trump dan Partai Republik untuk ke depannya.
Dibutuhkan dua per tiga suara di Senat (67 suara) untuk bisa menjatuhkan hukuman kepada Trump.
Artinya, dengan komposisi Senat saat ini, yaitu 50 Demokrat dan 50 Republik (dengan asumsi semua Demokrat menyetujui pemakzulan), dibutuhkan 17 orang Republik yang mendukung keputusan untuk memakzulkan Donald Trump.
Seperti yang dilansir The Wall Street Jounal, para manajer pemakzulan DPR, yang akan bertindak sebagai jaksa dalam persidangan pemakzulan kedua Trump, terlihat berjalan melalui Capitol untuk menyampaikan pasal pemakzulan, yang menuduh Trump menghasut massa untuk menyerbu Capitol AS pada 6 Januari lalu.
Baca juga: Senator Partai Republik: Sidang Pemakzulan Kedua Trump Dapat Picu Lebih Banyak Pemakzulan
Baca juga: Upaya Pemakzulan Donald Trump Jalan Terus Meski Sudah Lengser
"Hanya ada satu pertanyaan yang dipertaruhkan, hanya satu pertanyaan, yang harus dijawab senator dari kedua belah pihak di hadapan Tuhan dan hati nurani mereka sendiri," kata Pemimpin Mayoritas Chuck Schumer (D., N.Y) di lantai Senat.
"Apakah mantan Presiden Trump bersalah karena menghasut pemberontakan melawan Amerika Serikat?"
Meskipun sebagian besar Senat Republik belum mengambil sikap secara resmi terkait pemakzulan Trump, banyak Republikan skeptis bahwa 17 senator Republik akan bergabung dengan semua Demokrat dan memilih untuk menghukum Trump.
Meski Trump sudah tidak lagi menjabat, hukuman akan memungkinkan pemungutan suara kedua untuk melarangnya menjabat lagi.
Beberapa Senat Partai Republik mengkritik perilaku dan komentar Trump menjelang kerusuhan 6 Januari, tetapi menyatakan keberatan untuk menghukumnya setelah masa jabatannya telah berakhir.
"Dia menunjukkan kepemimpinan yang buruk. Saya pikir kita semua setuju dengan itu," ujar Senator Joni Ernst (R., Iowa) Senin.
Ia menambahkan, "Orang-orang inilah yang datang ke Capitol — mereka melakukannya dengan sengaja, jadi mereka memikul tanggung jawab."
Sekilas Tentang Pemakzulan
- Apa itu pemakzulan?
Pemakzulan adalah ketika seorang presiden yang sedang menjabat dituduh melakukan kejahatan.
Dalam kasus ini, mantan Presiden Trump dituding menghasut pemberontakan.
- Apa yang sudah terjadi?
Dewan Perwakilan Rakyat memilih untuk memakzulkan Trump untuk kedua kalinya pada 13 Januari, menggeser proses ke Senat untuk persidangan.
Akan tetapi persidangan itu tidak dapat dilakukan sebelum dia meninggalkan jabatannya pada 20 Januari.
- Bagaimana selanjutnya?
Sidang masih bisa dilakukan meskipun masa jabatan Trump telah berakhir.
Hasil dari pemazulan adalah untuk mengizinkan atau melarang Trump memegang jabatan publik lagi.
Di Mana Donald Trump Sekarang?
Seperti yang dilaporkan BBC.com, Donald Trump telah meninggalkan Gedung Putih pada Rabu (20/1/2021) pagi dan terbang dengan Air Force One ke klub golfnya di Palm Beach, Florida.
Iring-iringan mobilnya melewati ratusan simpatisan sebelum dia tiba di Mar-a-Lago beberapa menit sebelum Biden mengambil sumpah jabatan di Washington DC sebelum tengah hari.
Trump diperkirakan akan tinggal di resor yang disebutnya "Gedung Putih Musim Dingin", meskipun ada kekhawatiran dari beberapa tetangga tentang peningkatan lalu lintas dan peningkatan keamanan yang akan dibawa oleh mantan presiden ke depan pintu mereka.
Trump berencana untuk mempertahankan hubungan erat dengan mantan asisten Gedung Putih di Florida.
Menurut laporan, ia ingin mengumpulkan $ 2 miliar untuk perpustakaan kepresidenannya dan telah melontarkan gagasan untuk membentuk partai politik baru yang disebut Partai Patriot.
Siapa yang Akan Membela Trump?
Trump telah menyewa pengacara yang berbasis di Carolina Selatan, Butch Bowers untuk mewakilinya dalam persidangan pemakzulan Senat, menurut Senator Lindsey Graham.
Menurut situs webnya, Bowers adalah penasihat khusus dalam masalah pemungutan suara di Departemen Kehakiman AS di bawah Presiden George W Bush.
Ia juga menjabat sebagai penasihat bagi dua mantan gubernur Carolina Selatan, Nikki Haley dan Mark Sanford.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)