Pada awal 2017, Abdi lewat penyelundup manusia meninggalkan Ethiopia dan Sudan menuju Sahara. Naik truk, rombongan laki dan perempuan campur bawur itu memasuki Libya.
Perjalanan mereka dikawal orang-orang bersenjata lokal yang disewa penyelundup guna mengamankan rute perjalanan rombongan itu.
Perjalanan tidak mudah. Kekurangan air minum, melewati gurun pasir luas seolah tak bertepi, hingga truk itu mencapai kota Umm El-Araneb, di barat daya Libya.
Pada malam terakhir transit, orang-orang bersenjata itu berkemah di samping truk, dan memasak pasta serta daging untuk rombongan.
Beberapa dari mereka mencoba menggoda para wanita. Kemudian, pada malam hari, tiga pria bersenjata memaksa tiga wanita muda ke gurun.
Berulang kali teriakan didengar rombongan, dan melihat para wanita itu mencoba melarikan diri. Orang-orang bersenjata itu memperingatkan semua orang untuk tidak membuat keributan.
Sseorang wanita yang diseret ke padang pasir kemudian mengatakan dia telah diperkosa. Keesokan paginya, pengawal baru tiba membawa mereka menuju kota Sebha.
Abdi dan warga asal Somalia lain dipindahkan ke kota Brak El-Shati. Pada titik ini, perjalanan mereka terhenti.
Bisnis penyelundup adalah mengangkut orang, dan seperti siapa pun dalam bisnis, dia mengharapkan bayaran.
Mereka mengurung Abdi dan orang Somalia lainnya di dua bangunan mirip gudang di sebuah kompleks pertanian.
Mereka dipaksa bekerja di ladang pertanian, tanpa dibayar sepeserpun. Banyak imigran, seperti dari Eritrea putus asa, lalu bunuh diri.
Impian menyeberang ke Eropa tak kunjung terwujud hingga berbulan-bulan. Abdi dan lain-lain diserahkan ke kelompok penyelundup lain, dan diperas tenaganya.
Terjebak di Tengah Perang Saudara Libya
Pada awal 2018, para penyelundup membawa Abdi dan pelancong lainnya ke pantai, mengambil sepatu mereka, mengemasnya ke dalam perahu karet, dan mengirim mereka berkendara hingga larut malam.