TRIBUNNEWS.COM, YANGON - "Semuanya akan baik-baik saja."
Demikian tulisan di T-shirt yang dikenakan Angel, remaja berusia 19 tahun saat penari dan juara taekwondo itu bergabung dengan demonstran anti-kudeta di Myanmar pada Rabu (4/3/2021).
Angel, juga dikenal sebagai Kyal Sin, tewas setelah aparat keamanan menembakkan peluru tajam ke kepalanya saat ikut bergabung dalam aksi protes di jalan-jalan Mandalay.
Terlihat dalam foto-fotonya saat aksi protes, ungkapan dari kaos Angel itu dengan cepat menjadi viral di media sosial ketika pengguna media sosial mengunggah aksi brutal aparat keamanan yang telah menewaskan sedikitnya 18 orang di sekitar Myanmar sepanjang hari.
Baca juga: Utusan PBB di Myanmar Sebut 38 Orang Tewas Ketika Aparat Tembaki Demonstran
Seorang juru bicara junta militer tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari insiden pembunuhan itu.
Myat Thu, seorang teman yang bersamanya turun dalam aksi protes, mengenang seorang wanita muda pemberani.
Dia mengenang saat Angel menendang pipa air sehingga demonstran dapat mencuci muka dan mata mereka di ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah massa.
"Ketika polisi melepaskan tembakan dia mengatakan kepada saya 'Tiarap! Tiarap! Peluru akan mengenaimu," kenang Myat Thu (23).
"Dia merawat dan melindungi orang lain sebagai kawan sendiri."
Myat Thu mengatakan dia dan Angel adalah di antara ratusan yang berkumpul dengan damai di kota kedua Myanmar untuk mengecam kudeta dan menyerukan pembebasan pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi.
Sebelum polisi melakukan penyerangan dan menembaki demonstran, Angel terdengar berteriak, "Kami tidak akan berlari" dan "tidak boleh ada pertumppahan darah.”
“Pertama, polisi memembakkan gas air mata untuk memukul mundur massa aksi, “kata Myat Thu.
Kemudian peluru tajam datang.
Foto-foto yang diambil sebelum dia terkena peluru dan tewas, menunjukkan Angel berbaring untuk berlindung di samping spanduk protes, dengan kepalanya sedikit terangkat.
“Semua orang berpencar,” kata Myat Thu.
Baru kemudian dia mendapat pesan: Satu gadis meninggal.
"Saya tidak tahu bahwa itu adalah dia," kata Myat Thu.
Ia kemudian melihat foto yang segera beredar di Facebook yang memperlihatkan wajah Angel terbaring tak bernyawa di samping korban lain.
Pertumpahan darah Rabu (3/3/2021), lebih dari dua kali lipat jumlah korban tewas pada aksi protes yang telah menarik ratusan ribu orang ke jalan-jalan Myanmar.
Militer , yang mengatakan satu polisi telah meninggal, telah mengatakan akan bertindak terhadap "demonstran perusuh".
Myat Thu mengenal Angel di latihan taekwondo. Dia adalah seorang ahli dalam seni bela diri serta penari di Mandalay's DA-Star Dance Club.
Dia juga berbagi kebanggaannya mengikuti pemilu untuk pertama kalinya pada 8 November lalu - memposting foto dirinya mencium jarinya, yang bernoda ungu untuk menunjukkan dia telah memilih.
"Suara pertama saya, dari lubuk hati saya yang paling dalam," dia memposting, dengan enam hati merah.
"Aku melakukan tugasku untuk negaraku," tulisnya.
Pada hari kudeta, Angel bercanda di Facebook bahwa dia tidak tahu apa yang terjadi ketika internet terputus.
Pada hari-hari berikutnya, dia memporsting foro dirinya berdiri di jalan melambaikan bendera merah Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi Suu Kyi.
Dalam satu set foto, dia berpose sebagai ayahnya mengikat pita merah di pergelangan tangannya.
Dia terus berjalan bahkan ketika aksi protes semakin berbahaya dan ketika junta mengerahkan pasukan tempur dengan senapan serbu bersama polisi.
Seperti Angel, lebih dari puluhan demonstran lainnya telah terbunuh oleh tembakan aparat kemanan di bagian kepala, menimbulkan kecurigaan di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia bahwa mereka sengaja menjadi sasaran.
Wanita lain, menurut seorang pengamat, ditembak di kepala di Mandalay pada hari Minggu.
Angel tahu dia mempertaruhkan nyawanya
Seorang teman, Kyaw Zin Hein, membagikan salinan pesan terakhir Angel kepadanya di media sosial.
Pesan Angel itu berbunyi: "Ini mungkin terakhir kalinya saya mengatakan ini. Aku sangat menyayangimu. Jangan lupa".
Di Facebook, dia telah memposting rincian medisnya dan permintaan untuk menyumbangkan tubuhnya jika dia terbunuh. Pesan kesedihan dan pujian membanjiri halaman Facebooknya pada hari Rabu.
"Dia adalah seorang gadis yang bahagia, dia mencintai keluarganya dan ayahnya sangat mencintainya juga," kata Myat Thu.
Kemudian Myat Thu menuliskan, "Kita tidak dalam perang. Tidak ada alasan untuk menggunakan peluru tajam yang mengarah kepada orang- orang. Jika mereka adalah manusia, mereka tidak akan melakukannya."
Sebelumnya Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar, Christine Schraner Burgener melaporkan setidaknya 38 orang tewas di Myanmar Rabu (3/3/2021) ketika aparat keamanan menemnaki para demonstran untuk membubarkan massa aksi protes terhadap pemerintahan militer pada Rabu (3/3/2021).
Dia menyebut setidaknya 50 orang sudah tewas dan masih banyak warga sipil menjadi korban luka-luka sejak kudeta yang menggulingkan pemerintahan yang terpilih secara demokratis di bawah Aung San Suu Kyi.
Kudeta militer dan penahanan Aung San Kyi terjadi 1 Februari yang menyulut aksi protes warga di Myanmar dan kecaman dari dunia.
Pasukan keamanan Myanmar menembaki demonstran aksi protes menentang pemerintahan militer pada hari Rabu, sehari setelah negara-negara tetangga di Asia Tenggara menyerukan untuk menagan diri dan menawarkan diri membantu Myanmar menyelesaikan krisis.
Sebelumnya dibertiakan aparat keamanan Myanmar menembaki massa aksi protes terhadap pemerintahan militer pada Rabu (3/3/2021) dan menewaskan sedikitnya 13 orang.
Insiden berdarah ini terjadi sehari setelah negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN menyerukan agar menahan diri dan menawarkan untuk membantu Myanmar menyelesaikan krisis.
Demikian seperti dilansir Reuters, Rabu (3/3/2021) dari laporan saksi dan media setempat.
Sebelumnya dilaporkan sembilan orang tewas dalam insiden penembakan oleh aparat keamanan.
Aparat keamanan menembakkan peluru tajam ke massa demonstrasi di beberapa kota, kata para saksi.
"Ini mengerikan, ini pembantaian. Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan situasi dan perasaan kami," kata aktivis pemuda Thinzar Shunlei Yi kepada Reuters melalui aplikasi pesan.
“Pasukan keamanan menembakkan peluru tajam di beberapa kota,” kata para saksi, seperti dilansir Reuters, Rabu (3/3/2021).
"Mereka berbaris ke arah kami dan menembakkan gas air mata, berbaris lagi dan menggunakan granat kejut," kata Si Thu Maung, seorang pemimpin aksi protes di kota pusat Myingyan, kepada Reuters.
"Kemudian mereka tidak menyemprot kami dengan meriam air, tidak ada peringatan untuk membubarkan, mereka hanya menembakkan senjata mereka."
Satu remaja laki-laki tewas di Myingyan.
Dua orang tewas di kota terbesar kedua di negara itu Mandalay, seorang saksi dan laporan media melaporkan.
Dan satu orang tewas ketika polisi menembaki demonstran di kota utama Yangon, kata seorang saksi di sana.
Korban keempat ditembak dan dibunuh di kota pusat Myingyan, kata aktivis mahasiswa Moe Myint Hein (25).
"Mereka menembaki kami dengan peluru tajam. Satu tewas, dia masih muda, seorang remaja laki-laki, ditembak di kepala," unjar Moe Myint Hein, yang terluka di kaki, kepada Reuters melalui telepon.
Seorang juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menjawab panggilan telepon untuk menaanggapi insiden berdarah ini.
“Korban terbanyak berada di pusat kota Monywa, di mana lima orang - empat pria dan satu wanita - tewas,” jelas Ko Thit Sar, editor Monywa Gazette.
"Kami telah mengkonfirmasi dengan anggota keluarga dan dokter, lima orang telah tewas," katanya kepada Reuters.
"Setidaknya 30 orang terluka, beberapa masih pingsan," ucapnya.
Di kota utama Yangon, para saksi mengatakan setidaknya tiga orang tewas ketika pasukan keamanan menembaki demonstran dengan senjata otomatis di malam hari.
"Saya mendengar begitu banyak tembakan terus menerus. Saya merunduk di tanah, mereka banyak menembak dan saya melihat dua orang tewas di tempat," kata pengunjuk rasa, Kaung Pyae Sone Tun, 23 tahun, kepada Reuters.
Dia mengatakan beberapa orang terluka dan trauma terbawa suasana.
Dua orang tewas di kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay, kata seorang saksi dan laporan media.
Dua orang tewas di kota pertambangan utara Hpakant, seorang penduduk di sana mengatakan, dan satu orang tewas di kota pusat Myingyan.
Setidaknya 35 orang tewas sejak kudeta terjadi 1 Februari lalu.
Tindakan brutal aparat keamanan Myanmar itu terjadi sehari setelah para menteri luar negeri dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara mendesak junta militer untuk menahan diri.
“Pasukan keamanan membubarkan akso protes di Yangon dengan menahan sekitar 300 demonstran,” lapor kantor berita Myanmar Now.
Video yang diposting di media sosial menunjukkan banyak pemuda berbaris, dengan tangan di kepala, menuju truk tentara saat polisi dan tentara berjaga-jaga.
Reuters tidak dapat memverifikasi rekaman tersebut.
Demonstran juga turun ke jalanan di Negara Bagian Chin di barat, Negara Bagian Kachin di utara, Negara Bagian Shan, di timur laut, wilayah tengah Sagaing dan selatan, kata media dan penduduk.
"Kami bertujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun di negara ini yang menginginkan kediktatoran," kata Salai Lian, seorang aktivis di Negara Bagian Chin, kepada Reuters.
Monywa Gazette melaporkan lima orang terluka di kota pusat itu ketika pasukan keamanan menembakkan amunisi tajam. Ada laporan penembakan dan korban luka-luka yang masih belum dikonfirmasi jumlahnya di pusat kota lain, Magway.
'LANJUTKAN PERJUANGAN INI'
Gambar seorang wanita berusia 19 tahun, salah satu dari dua korban tewas yang ditembak mati di Mandalay, menunjukkan dia mengenakan kaos bertuliskan "Semuanya akan baik-baik saja".
Polisi di Yangon memerintahkan tiga petugas medis keluar dari ambulans, menembaki kaca depan dan kemudian menendang serta memukuli para pekerja dengan senjata dan tongkat, demikian video yang disiarkan oleh Radio Free Asia yang didanai AS menunjukkan.
Reuters tidak dapat memverifikasi video secara independen.
Aktivis demokrasi Esther Ze Naw mengatakan kepada Reuters bahwa pengorbanan mereka yang meninggal tidak akan sia-sia.
"Kami akan melanjutkan perjuangan ini dan menang. Kami akan mengatasi ini dan menang," tegasnya.
Pada hari Selasa, Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) gagal membuat terobosan dalam pertemuan virtual para menteri luar negeri membahas tentang Myanmar.
Sementara bersatu dalam seruan untuk menahan diri, hanya empat anggota - Indonesia, Malaysia, Filipina dan Singapura - menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tahanan lainnya.
"Kami menyatakan kesiapan ASEAN untuk membantu Myanmar dengan cara yang positif, damai dan konstruktif," kata ketua ASEAN, Brunei, dalam sebuah pernyataan.
Media pemerintah Myanmar melaporkan menteri luar negeri yang ditunjuk junta militer menghadiri pertemuan ASEAN yang "bertukar pandangan tentang isu-isu regional dan internasional", tetapi tidak menyebutkan fokus pada masalah Myanmar.(Reuters/AFP)