News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Kudeta Myanmar: Puluhan Ribu Orang Lakukan Protes di Jalanan, Menyusul Penggerebekan Aktivis Oposisi

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Gigih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para pengunjuk rasa berkumpul di balik tameng selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 7 Maret 2021.

TRIBUNNEWS.COM - Puluhan ribu warga Myanmar turun ke jalanan pada hari Minggu (7/3/2021) dalam aksi protes terhadap kudeta, meskipun semalam sebelumnya terjadi serangan dan penggerebekan oleh pasukan keamanan di kota utama, Yangon, terhadap para pemimpin kampanye dan aktivis oposisi.

Dilansir The Guardian, polisi menembakkan gas air mata dan granat setrum di kota Lashio di wilayah Shan utara negara itu, menurut video langsung yang diposting di Facebook.

Seorang saksi mata mengatakan polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan protes di kota kuil bersejarah Bagan.

Tidak jelas apakah mereka menggunakan peluru karet atau peluru tajam.

Tidak ada laporan tentang korban jiwa.

Protes di sejumlah kota lain berlangsung damai.

Jumlah demonstran terbanyak pada aksi hari Minggu terjadi di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay.

Baca juga: Demonstran Myanmar Lawan Senjata Militer dengan Rok dan Pakaian Dalam Perempuan

Seorang pengunjuk rasa (tengah) melepaskan alat pemadam kebakaran setelah polisi menembakkan gas air mata selama demonstrasi menentang kudeta militer di Mandalay pada 7 Maret 2021. (STR / AFP)

Para aktivis menggelar protes duduk setelah dua menit mengheningkan cipta untuk menghormati orang-orang yang dibunuh oleh polisi dan tentara.

PBB mengatakan pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 50 orang sejak protes harian dimulai pasca kudeta 1 Februari lalu.

"Mereka membunuh orang seperti membunuh burung dan ayam," kata seorang pemimpin protes kepada kerumunan di Dawei, di selatan negara itu.

"Apa yang akan kita lakukan jika kita tidak memberontak melawan mereka? Kita harus memberontak."

Protes juga diadakan di setidaknya tiga tempat di Yangon, di mana penduduk mengatakan tentara dan polisi pindah ke beberapa distrik dalam semalam, melepaskan tembakan.

Para pengunjuk rasa berkumpul di balik tameng selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 7 Maret 2021. (STR / AFP)

Mereka menangkap sedikitnya tiga orang di kotapraja Kyauktada, kata warga yang tidak mengetahui alasan penangkapan tersebut.

"Mereka meminta untuk mengeluarkan ayah dan saudara laki-laki saya. Apakah tidak ada yang akan membantu kami? Apakah Anda bahkan tidak menyentuh ayah dan saudara laki-laki saya? Bawa kami juga jika Anda ingin membawanya!" teriak seorang wanita ketika dua dari mereka, seorang aktor dan putranya, dibawa pergi.

Tentara juga datang mencari pengacara yang bekerja untuk Liga Nasional Demokrasi Aung San Suu Kyi tetapi tidak dapat menemukannya, kata seorang anggota parlemen yang sekarang dibubarkan, Sithu Maung, dalam sebuah postingan di Facebook.

Lebih dari 1.700 orang ditahan di bawah junta pada hari Sabtu, menurut angka dari Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP), sebuah kelompok advokasi.

"Pasukan keamanan memasuki daerah pemukiman dan mencoba untuk menangkap pengunjuk rasa dan menembak ke rumah, menghancurkan lebih banyak lagi," ungkap AAPP.

Keberadaan Aung San Suu Kyi

Aung San Suu Kyi (75) ditangkap ketika kudeta terjadi pada 1 Februari.

Ia tidak lagi terlihat di depan umum sampai sidang Selasa (2/3/2021) ketika dia muncul melalui tautan video di pengadilan di ibu kota, Nay Pyi Taw.

Tidak jelas di mana dia ditahan selama sebulan terakhir.

Tetapi beberapa laporan menunjukkan Suu Kyi ditahan di rumahnya di Nay Pyi Taw sebelum dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan.

Suu Kyi sebelumnya menghadapi dua dakwaan mengimpor walkie talkie secara ilegal dan melanggar undang-undang bencana alam Myanmar.

Baca juga: 18 Orang Tewas Saat Unjuk Rasa di Myanmar, Para Pemimpin Dunia Kutuk Tindakan Keras Militer

Baca juga: Update Krisis di Myanmar: 18 Pengunjuk Rasa Tewas dan 30 Terluka dalam Sehari

Tetapi dakwaan lebih lanjut ditambahkan pada hari Senin (1/3/2021), termasuk melanggar pembatasan Covid-19 selama kampanye pemilihan dan karena menyebabkan "ketakutan dan kewaspadaan".

Tuduhan awal membuatnya terancam hukuman hingga tiga tahun penjara.

Tidak jelas hukuman apa yang mungkin dijatuhkan dari dakwaan baru itu, tetapi ia dilaporkan dapat dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan mendatang jika terbukti bersalah.

Kasus ini ditunda hingga 15 Maret.

Tentang Kudeta Myanmar

Militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari, mengumumkan keadaan darurat dan menyerahkan semua kekuasaan kepada Jenderal Min Aung Hlaing.

Hanya beberapa hari kemudian, gerakan pembangkangan sipil mulai muncul, dengan para profesional menolak untuk kembali bekerja sebagai bentuk protes.

Gerakan dengan cepat mulai mendapatkan momentum dan tidak lama kemudian ratusan ribu orang mulai mengambil bagian dalam protes jalanan.

Protes dalam beberapa hari terakhir telah berujung terjadinya kekerasan antara petugas polisi dan warga sipil.

Baca juga: Polisi Myanmar Tembaki dan Lempar Granat ke Demonstran, Korban Tewas dan Luka-luka Terus Bertambah

Baca juga: Korban Tewas dari Kelompok Anti-Kudeta Myanmar Terus Berjatuhan

Tentang Myanmar

Myanmar, juga dikenal sebagai Burma, merdeka dari Inggris pada 1948.

Selama sebagian besar sejarah modernnya, Myanmar berada di bawah kekuasaan militer.

Pembatasan mulai longgar sejak 2010 dan seterusnya, yang mengarah pada pemilihan bebas pada 2015 dan pelantikan pemerintahan yang dipimpin oleh pemimpin oposisi veteran Aung San Suu Kyi pada tahun berikutnya.

Pada 2017, tentara Myanmar membalas serangan terhadap polisi oleh militan Rohingya dengan tindakan keras mematikan.

Myanmar mendorong lebih dari setengah juta Muslim Rohingya melintasi perbatasan ke Bangladesh dalam apa yang kemudian disebut PBB sebagai "contoh buku teks tentang pembersihan etnis"

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini