TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan tinggi Malaysia telah membatalkan kebijakan yang melarang umat Kristen menggunakan kata 'Allah' untuk merujuk pada penyebutan Tuhan.
Putusan ini ditetapkan sebagai bagian dari kasus yang dibawa oleh seorang penganut Kristen yang materi keagamaannya disita karena mengandung kata "Allah".
Dilansir BBC, kasus ini bermula sejak tahun 2008.
Kala itu, pihak berwenang Malaysia menyita CD berbahasa Melayu milik Jill Ireland Bill, seorang penganut agama Kristen.
Bill sedang berada di bandara saat itu, hingga otoritas kemudian menemukan rekaman miliknya dengan judul yang mengandung kata "Allah".
Penggunaan kata tersebut sebelumnya telah dilarang digunakan oleh umat non-Muslim sejak tahun 1986 untuk kepentingan publikasi.
Baca juga: Kronologi Anggota TNI Berhasil Gagalkan Penyelundupan Sabu 10 Kg di Perbatasan Indonesia-Malaysia
Baca juga: Nenek 29 Cucu di Malaysia Ditangkap Gegara Kepemilikan Sabu
Bill pun mengajukan gugatan hukum terhadap larangan tersebut,
Hingga 13 tahun berselang, Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur mengabulkan gugatan Bill pada Rabu (10/3/2021).
Dalam putusannya, Hakim Nor Bee memutukan bahwa kata 'Allah' - bersama dengan tiga kata lain yang berasal dari bahasa Arab, yaitu Kaabah, Baitullah, dan Solat - dapat digunakan oleh umat Kristen.
Sehingga, Bill berhak untuk tidak menghadapi diskriminasi atas keyakinannya.
Hakim Nor Bee juga mengatakan, perintah yang melarang penggunaan empat kata tersebut adalah ilegal dan tidak konstitusional.
"Kebebasan untuk menganut dan mengamalkan agama harus mencakup hak untuk memiliki materi keagamaan," kata Nor Bee.
Baca juga: Malaysia Deportasi Lebih dari 1.000 Warga Negara Myanmar
Baca juga: Pengadilan Malaysia Perintahkan Istri Mantan PM Najib Ajukan Pembelaan Atas Kasus Korupsi
Kasus Serupa
Ini bukan pertama kalinya pengadilan Malaysia menghadapi perkara mengenai penggunaan kata "Allah".
Dalam kasus terpisah, surat kabar Katolik setempat, The Herald, menggugat pemerintah.
Gugatan dilayangkan setelah pemerintah mengatakan bahwa kata "Allah" tidak dapat digunakan dalam bahasa Melayu untuk menggambarkan Tuhan Kristen.
Pada tahun 2009, pengadilan tingkat yang lebih rendah memutuskan untuk mendukung The Herald.
Pengadilan tersebut mengizinkan umat Kristen menggunakan kata "Allah".
Keputusan itu pun memicu lonjakan ketegangan agama antara Muslim dan Kristen.
Lusinan gereja dan beberapa ruang ibadah Muslim diserang dan dibakar.
Pada 2013, keputusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Banding.
Pengadilan akhirnya mengaktifkan kembali larangan tersebut.
Hingga pada Kamis (11/3/2021) ini, menurut The Star, Muafakat Nasional Malaysia, sebuah koalisi politik di negara itu, mendesak agar putusan Pengadilan Tinggi yang terbaru dirujuk ke Pengadilan Banding.
Baca juga: Komunitas Kristen Indonesia di Australia Temukan Arti Natal Sesungguhnya Saat Pandemi
Baca juga: Pemerintah AS Kembali Buka Pengajuan Visa dari 13 Negara Mayoritas Muslim dan Afrika
Kebebasan Beragama di Malaysia
Diketahui, hampir dua pertiga dari populasi Malaysia adalah Muslim.
Namun, ada pula komunitas umat Kristen yang besar di negari Jiran.
Komunitas Kristen ini berpendapat, mereka telah menggunakan kata "Allah" untuk merujuk kepada Tuhan mereka selama berabad-abad.
Kata ini merupakan bahasa Melayu yang berasal dari bahasa Arab.
Di samping itu, Konstitusi Malaysia pun menjamin kebebasan beragama.
Namun, ketegangan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)