Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Korban jiwa masih terus berjatuhan di Myanmar akibat tindakan brutal aparat keamanan dalam menghadapi demonstran anti kudeta militer.
Seperti dilansir Reuters, Senin (15/3/2021), tindakan aparat keamanan Myanmar menewaskan sedikitnya 14 demonstran di distrik Hlaingthaya, Yangon, Minggu (14/3/2021).
Demikian laporan kantor berita Myanmar Now seperti dilansir Reuters.
Beberapa media lokal lainnya menyebut jumlah korban tewas lebih tinggi lagi.
Myanmar Now mengatakan informasi itu berasal dari seorang pekerja penyelamat dan rumah sakit dekat dengan distrik industri tersebut.
Baca juga: Pabrik China Dibakar karena Dianggap Dukung Kudeta Myanmar, Lebih dari 30 Orang Tewas
Setidaknya satu demonstran tewas pada Minggu di kota Bago, Myanmar, dekat Yangon, kata para saksi dan media setempat.
Sejauh ini lebih dari 80 orang tewas dalam aksi protes terhadap kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil yang sah bulan lalu.
Sebelumya saksi dan media setempat melaporkan 12 orang tewas akibat tindakan aparat keamanan Myanmar, Sabtu (13/3/2021).
Baca juga: Duta Besar Myanmar di PBB Desak Komunitas Internasional Tingkatkan Tekanan kepada Junta Militer
Dilansir Reuters, para saksi mengatakan lima orang ditembak mati dan beberapa terluka akibat tindakan polisi menembaki aksi protes di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.
Sementara korban lainnya yang tewas berada di kota pusat Pyay dan dua tewas dalam penembakan polisi di ibukota komersial Yangon, sebelumnya tiga orang juga tewas, laporan media setempat.
"Mereka bertindak seperti berada di zona perang, menghadapi orang-orang yang tidak bersenjata," kata aktivis Myat Thu yang berbasis di Mandalay.
Dia mengatakan mereka yang tewas termasuk anak berusia 13 tahun.
Si Thu Tun, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha.
"Salah satu dari mereka dipukul di tulang kemaluan, satu lagi ditembak mati dengan sangat keji," katanya.
Di Pyay, seorang saksi mengatakan pasukan keamanan awalnya menghentikan ambulans untuk mencapai mereka yang terluka, yang menyebabkan satu orang tewas.
Baca juga: Lagi, Satu Orang Tewas Saat Polisi Tembaki Demonstran di Kota Bago Myanmar
“Seorang sopir truk di Chauk, sebuah kota di Wilayah Magwe, juga tewas setelah ditembak di dada oleh polisi,” kata seorang teman.
Seorang juru bicara junta militer tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters yang meminta tanggapan atas insiden teranyar.
Siaran berita malam MEDIA MRTV yang dikelola Junta militer melabeli para demonstran sebagai "penjahat" tetapi tidak menguraikannya lebih lanjut.
Lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar dalam gelombang aksi protes warga menentang kudeta militer, kata kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Jatuhnya korban jiwa ini terjadi ketika para pemimpin Amerika Serikat, India, Australia dan Jepang bersumpah untuk bekerja sama memulihkan demokrasi di negara Asia Tenggara termasuk Myanmar.
Sebelumnya pada Jumat (12/3/2021) dilaporkan setidaknya lima demonstran tewas di kota Myaing, Myanmar tengah pada Kamis (11/3/2021).
Saksi, yang berada di rumah sakit Myaing, mengatakan dokter telah menyatakan lima orang meninggal.
“Satu orang tidak sadarkan diri dan tidak jelas apakah dia masih hidup," kata saksi.
Baca juga: Sedikitnya 70 Orang Tewas Sejak Kudeta Militer Berjalan di Myanmar
Media domestik mengatakan enam orang tewas.
Dilaporkan pula satu demonstran tewas pada Kamis (11/3/2021) di distrik Dagon, Yangon.
Sejumlah orang menyatakan aksi protes anti-junta militer terhadap kudeta 1 Februari berlangsung di lokasi tersebut.
Foto-foto yang diposting di Facebook menunjukkan seorang pria tergeletak di jalan dengan darah mengalir keluar dari luka-luka di kepala.
Organisasi hak asasi manusia, Amnesty International menyebut militer Myanmar menggunakan senjata perang dan kekuatan mematikan untuk melumpuhkan demonstran anti kudeta.
Hal itu disampaikan Amnesty International pada Kamis (11/3/2021).
Amnesty mengatakan telah memverifikasi lebih dari 50 video dari tindakan brutal yang dilakukan militer Myanmar terhadap demonstran.
Berdasarkan laporan PBB, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 60 demonstran. Dikatakan banyak pembunuhan yang didokumentasikan berupa eksekusi di luar hukum.
Reuters tidak dapat menghubungi juru bicara junta untuk berkomentar.
Junta militer yang berkuasa pada 1 Februari, menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan memicu aksi protes harian di seluruh Myanmar yang kadang-kadang menarik ratusan ribu orang ke jalanan.
Amnesty menuduh militer menggunakan senjata yang cocok di medan perang untuk membunuh demonstran.
"Ini bukan tindakan kewalahan, perwira individu membuat keputusan yang buruk," kata Joanne Mariner, Direktur Respons Krisis di Amnesty International.
"Ini adalah komandan yang tidak bertobat yang sudah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan mereka dan metode pembunuhan di tempat terbuka."
Amnesty mengatakan senjata yang digunakan termasuk senapan sniper dan senapan mesin ringan, serta senapan serbu dan senapan sub-mesin.
Amnesty menyerukan untuk berhenti melakukan pembunuhan dan bebaskan tahanan.
Dalam membenarkan kudeta, junta militer mengutip dugaan kecurangan dalam pemilu November yang telah dimenangkan partai Suu Kyi. Tuduhannya telah dibantah komisi pemilihan umum.(Reuters/AFP/AP/Channel New Asia)