TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat mengumumkan penangguhan perdagangan diplomatik dengan Myanmar pada Senin (29/3/2021).
Penangguhan keterlibatan antar pemerintah di bawah Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi (TIFA) 2013 itu akan kembali jika kudeta dicabut dan pemerintah sipil kembali.
Dilansir CNN, perjanjian itu mengatur bahwa AS bekerja sama dengan Myanmar dalam perdagangan dan investasi.
Keputusan ini menyusul kekerasan aparat terhadap demonstran hingga ratusan nyawa jatuh dalam sehari.
Lebih dari 100 warga sipil, termasuk anak-anak terbunuh karena memprotes kudeta militer pada Sabtu lalu.
Presiden Joe Biden menyebut kekerasan itu "mengerikan" dan "benar-benar keterlaluan".
Baca juga: POPULER INTERNASIONAL Staf Angkatan Udara Jepang Belajar Bahasa Indonesia | Militer Myanmar Berpesta
Baca juga: Thailand Bersiap Hadapi Potensi Eksodus Pengungsi dari Myanmar
"Berdasarkan laporan yang saya terima, sangat banyak orang telah terbunuh dimana sama sekali tidak perlu," kata Biden kepada wartawan pada Minggu di Delaware saat ia kembali ke Washington.
Biden saat itu mengatakan sedang merencanakan tindakan untuk Myanmar.
Adapun penangguhan perdagangan diplomatik yang diumumkan pada Senin lalu akan segera diberlakukan.
"Amerika Serikat mengutuk keras kekerasan brutal pasukan keamanan Burma terhadap warga sipil."
"Pembunuhan demonstran damai, pelajar, pekerja, pemimpin buruh, petugas medis, dan anak-anak telah mengejutkan hati nurani komunitas internasional," pernyataan Katherine Tai, dari kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat.
"Tindakan ini bersifat langsung serangan terhadap transisi negara menuju demokrasi dan upaya rakyat Burma untuk mencapai masa depan yang damai dan sejahtera."
Selain menangguhkan perjanjian kerangka kerja 2013, Katherine Tai akan mengatakan AS akan mempertimbangkan Myanmar dalam pengesahan ulang program Generalized System of Preferences.
Adapun program itu untuk menyediakan akses perdagangan khusus kepada beberapa negara berkembang.