Program tersebut mewajibkan negara terkait melakukan perlindungan hak-hak bagi pekerja tertentu.
Katherine Tai menilai, pemimpin militer Myanmar justru melanggar hal ini.
Sebab mereka menargetkan penyerangan ke serikat pekerja karena mengikuti protes pro-demokrasi.
Kelompok etnis bersenjata di Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU) mengatakan bahwa militer melancarkan banyak serangan udara pada Minggu.
Sebelumnya jet militer menewaskan dua anggota milisi KNU pada Sabtu dalam serangan pemboman dekat perbatasan Thailand.
Pekan lalu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengumumkan sanksi baru terhadap anggota militer Myanmar, kepala polisi Myanmar Than Hlaing, dan komandan Biro Operasi Khusus Letjen Aung Soe.
Mereka dianggap Blinken, bertanggung jawab dan terlibat dalam kekerasan terhadap demonstran di Myanmar.
Baca juga: Militer Myanmar Lukai Balita dan Kembali Tembak Mati Warga Sipil, Total Korban Tewas 459 Orang
Baca juga: Di Tokyo, Prabowo Subianto dan Menhan Jepang Bahas Situasi Myanmar
Kebrutalan berlanjut pada Senin di Yangon, dengan tiga orang tewas.
Salah satunya pemuda berusia 20 tahun yang ditembak mati, kata petugas penyelamat kepada AFP.
Satu orang juga tewas di kota Bago, kata media pemerintah.
Masih di hari yang sama, seorang petugas polisi juga tewas di Mandalay setelah dibakar oleh pengunjuk rasa.
Militer merebut kekuasaan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi dengan menuduh ada kecurangan pemilu pada November lalu.
Diketahui pemilu dimenangkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Berita lainnya terkait Krisis Myanmar