TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi pada pemerintah militer atau Junta Myanmar, Rabu (21/4/2021).
Kali ini, AS memasukkan Myanma Timber Enterprise dan Myanmar Pearl Enterprise ke dalam daftar hitam atau blacklist-nya.
Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan mengatakan, industri mutiara dan kayu tersebut diketahui menjadi sumber ekonomi bagi militer Myanmar.
Dengan penjatuhan sanksi tersebut, AS ingin menunjukkan komitmennya dalam meminta pertanggungjawaban oknum-oknum di balik kudeta dan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
"Tindakan hari ini menunjukkan komitmen Amerika Serikat untuk menargetkan saluran pendanaan khusus ini."
"Dan meminta pertanggugjawaban bagi mereka yang bertanggungjawab atas kudeta dan kekerasan yang berlangsung," kata Andrea Gacki, direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan, dikutip dari Channel News Asia.
Baca juga: KTT ASEAN Bahas Krisis Myanmar di Tengah Uni Eropa Perluas Sanksi Kepada Junta Militer
Diketahui, 'negeri seribu pagoda' itu telah berada dalam krisis sejak kudeta 1 Februari 2021 ketika militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih, Aung San Suu Kyi.
Sejak pengambilalihan tersebut, aksi protes dari warga sipil terjadi setiap hari dan militer menggunakan tindak kekerasan untuk meredamnya.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok aktivis, mengatakan 738 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak kudeta.
Selain itu, 3.300 orang ditahan dan 20 orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati secara tersembunyi.
Menanggapi tindakan-tindakan yang dilakukan militer, AS terus berupaya dengan menjatuhkan sanksi pada sumber pendapatan militer.
Adapun dampak dari penjatuhan sanksi pada Myanma Timber Enterprise dan Myanmar Pearl Enterprise adalah aset kedua perusahaan di AS dibekukan.
AS juga melarang warganya berurusan dengan perusahaan yang menurut Departemen Keuangan bertanggung jawab atas ekspor kayu dan mutiara dari Myanmar.
Badan Investigasi Lingkungan, sebuah organisasi nirlaba yang mendokumentasikan pelanggaran industri kayu di Myanmar dan di tempat lain, mengatakan bulan ini Junta mendapat untung dari ekspor jati melalui Myanma Timber Enterprise.
Kayu jati itu kadang-kadang diekspor ke AS dan Eropa, digunakan untuk furnitur mewah dan untuk geladak kapal pesiar kelas atas, kata kelompok itu.
Uni Eropa Jatuhkan Sanksi pada 10 Pejabat Junta Myanmar dan Dua Perusahaan
Diberitakan sebelumnya, Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap 10 pejabat pemerintah militer atau Junta Myanmar, Senin (19/4/2021).
Dikutip dari Channel News Asia, individu-individu yang dijatuhi sanksi, kata perwakilan Uni Eropa, adalah yang bertanggung jawab dalam pengrusakan demokrasi dan supermasi hukum di Myanmar.
"Individu-individu tersebut semuanya bertanggung jawab untuk merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar/Burma, dan atas keputusan yang represif dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius," kata Menteri Luar Negeri Uni Eropa.
Selain itu, Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi pada dua konglomerat beserta perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw).
Perusahaan yang dimaksud yaitu Myanmar Economic Holdings Public Company Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation Limited (MEC).
Baca juga: Jelang KTT Bahas Myanmar, 10 Menlu ASEAN Akan Gelar Pertemuan Jumat Besok
Dua perusahaan tersebut dianggap telah menjadi sumber pendanaan Junta dan telah membiayai aksi kudeta.
Lebih lanjut, nama 10 pejabat Junta dan dua konglomerat yang di-blacklist akan disebutkan pada publikasi sanksi di surat kabar resmi Uni Eropa.
Setelah dipublikasi, maka sanksi terhadap mereka mulai berlaku.
Diplomat Uni Eropa mengatakan, para pejabat yang menjadi sasaran sebagian besar adalah anggota Dewan Administrasi Negara yang berkuasa.
Penambahan sanksi pada 10 pejabat Junta menjadikan jumlah individu di Myanmar yang di-blacklist menjadi 35 orang.
35 orang itu kini dilarang melakukan perjalanan di Uni Eropa, dan aset-aset mereka akan dibekukan.
Seiring dengan diumumkannya penjatuhan sanksi tersebut, negara-negara Uni Eropa menyatakan bersatu dalam mengutuk tindakan Junta.
Uni Eropa juga akan berupaya untuk membawa perubahan dalam pemerintahan di Myanmar.
Baca juga: Eks Sekjen PBB Desak ASEAN Segera Bersikap Atas Gejolak di Myanmar
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)