News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

Pemerintah Sri Lanka Meyakini Kremasi Lebih Aman Dibandingkan Dikubur, Epidemiolog: Itu Salah

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Antrean jenazah di satu krematorium di Lucknow. Pihak keluaga harus menunggu antara lima hingga enam jam untuk bisa mengkremasikan jenazah anggota keluarga. (FOTO: SUMIT KUMAR).

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Sri Lanka sempat memberlakukan aturan bahwa seluruh warga yang meninggal karena virus corona (Covid-19) harus dikremasi, termasuk umat muslim.

Hal itu karena pemerintah negara itu meyakini bahwa kremasi merupakan cara yang lebih aman dalam meminimalisir penyebaran Covid-19, dibandingkan opsi pemakaman lainnya.

Namun hal ini tentunya menimbulkan pro dan kontra bagi masyarakat, khususnya umat muslim yang tidak pernah mengenal kremasi dalam pemakaman kerabat mereka yang telah meninggal.

Baca juga: Hindari Klaster Covid-19, MUI: Salat Idul Fitri Diutamakan di Rumah Saja

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa pola pikir pemerintah Sri Lanka terkait hal ini merupakan hal yang keliru.

Selain Sri Lanka, India juga menerapkan metode yang sama.

Namun negara itu menerapkan kremasi karena diketahui memiliki mayoritas penduduk beragama Hindu yang terbiasa melakukan proses kremasi.

India dan Sri Lanka merupakan negara yang tengah mengalami lonjakan kasus positif Covid-19.

Baca juga: Metode Kremasi Bagi Jenazah Pasien Covid-19 di India Tidak Berpotensi Menyebabkan Penularan

"Ini yang jadi masalah kan di Sri Lanka itu, di Sri Lanka juga sedang mengalami lonjakan sekarang ini," ujar Dicky, kepada Tribunnews, Jumat (23/4/2021) sore.

Namun menariknya, pemerintah Sri Lanka sempat memaksakan kehendak untuk melakukan kremasi terhadap seluruh jenazah yang terkonfirmasi atau dicurigai terinfeksi Covid-19.

Hal ini pun kemudian ditentang oleh umat muslim di negara itu karena dianggap sebagai tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak beragama.

Baca juga: India Bukukan Rekor Dunia Kasus Baru Covid-19

"Nah ada umat muslimnya yang dikremasi, ini yang diprotes karena pemerintahnya menganggap bahwa dikremasi lebih aman, tidak (benar itu), itu (tindakan) salah," jelas Dicky.

Dicky pun menegaskan bahwa tidak ada temuan maupun penelitian yang membuktikan bahwa melakukan kremasi lebih baik dibandingkan dengan cara lainnya seperti mengubur.

"Tidak ada sains yan membuktikan seperti itu, jadi dikubur maupun dikremasi tidak ada bedanya (tidak berpotensi menularkan virus corona)," papar Dicky.

Menurutnya, potensi penularan virus ini justru ada pada cara penanganan jenazah, seperti bagaimana cara membersihkan dan memandikannya.

Baca juga: Tagar COVIDSOS di Twitter Kini Jadi Platform Harapan Bagi Banyak Warga India

Oleh karena itu, mereka yang melakukan tugas untuk mengurus jenazah ini hingga proses pemakaman diwajibkan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap.

"Yang berpotensi itu adalah ketika kontak dengan jenazahnya," kata Dicky.

Selain itu, kata dia, mempertimbangkan adat, budaya serta keyakinan dalam suatu agama saat menangani jenazah positif Covid-19 merupakan hal yang sangat penting.

Karena ini merupakan bagian dari HAM yang sangat dijunjung tinggi banyak negara di dunia.

Sehingga tidak boleh memaksakan kehendak untuk memakamkan seseorang dengan cara yang tidak sesuai dengan agama yang dianutnya.

"Yang penting itu adalah bahwa penanganan jenazah harus memperhatikan agama, kebudayaan, kepercayaan setempat. Itu prinsip universal yang dianut dunia karena itu menyangkut hak asasi, karena dikuburkannya harus sesuai dengan agama yang bersangkutan," pungkas Dicky.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini