TRIBUNNEWS.COM, YANGON — Seorang hakim memerintahkan agar pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi dihadirkan secara langsung di pengadilan untuk pertama kalinya pada 24 Mei.
Hal itu disampaikan pengacara Khin Maung Zaw kepada AFP dan Channel News Asia, Selasa (11/5/2021).
Penerima Nobel perdamaian itu belum terlihat ke publik sejak dia ditahan dalam kudeta 1 Februari lalu, ketika militer mengusirnya dari kekuasaan.
Dia kemudian dijatuhi serangkaian tuduhan, dan telah menghadapi sejumlah persidangan melalui konferensi video di ibukota Naypyidaw.
Selama sidang terbaru Senin (10/5/2021), seorang hakim memerintahkan agar kasus-kasusnya didengar langsung di ruang sidang khusus dekat kediamannya.
"Dia akan muncul secara langsung di pengadilan pada 24 Mei," kata pengacara Khin Maung Zaw kepada AFP.
Namun, ia dan timnya memperjuangkan agar bisa bertemu secara pribadi dengan Aung San Suu Kyi.
"Masalahnya belum selesai karena polisi tidak menjawab apakah mereka dapat mengatur pertemuan kami," katanya, seraya menambahkan bahwa pendampingan penasihat hukum adalah "hak terdakwa".
Mantan pemimpin berusia 75 tahun itu telah dituntut enam tuduhan sejak penangkapannya.
Tuduhan itu termasuk melanggar aturan pembatasan virus corona selama kampanye pemilu tahun lalu dan memiliki walkie-talkie tanpa izin.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Labeli Pemerintah Bayangan NUG Sebagai Kelompok Teroris
Tuduhan paling serius menuduh bahwa dia melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi era kolonial negara itu, tetapi kasus ini masih mandek di pengadilan di pusat komersial Yangon.
Junta juga menuduhnya korupsi - meskipun tidak ada tuntutan yang diajukan - menuduh bahwa dia menerima suap emas batangan dan uang tunai.
Sejauh ini Junta terus-menerus membenarkan penangkapannya dan kudeta sebagai cara untuk mempertahankan demokrasi, serta menuduh kecurangan pemilu dilakukan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, yang menyapu kemenangan pemilu November lalu.
Min Aung Hlaing, panglima tentara, sekarang memimpin junta, dan memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif di Myanmar.
Aksi protes massa terus berlanjut sejak kudeta, dengan ratusan ribu menentang aturan junta dengan menuntut kembali ke demokrasi dan pembebasan Aung San Suu Kyi.
Setidaknya 780 warga sipil telah tewas dalam tindakan keras brutal aparat keamanan junta, kata sebuah kelompok pemantau lokal.(AFP/Channel News Asia)