News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Israel Serang Jalur Gaza

Mengapa Negara-negara Arab Diam Saja saat Israel Bombardir Palestina?

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Asap mengepul dari serangan udara Israel di kompleks Hanadi di Kota Gaza, dikendalikan oleh gerakan Hamas Palestina, pada 11 Mei 2021.

TRIBUNNEWS.COM - Peperangan di Jalur Gaza antara tentara Israel dengan pasukan sayap Hamas Brigade Al Qassam masih terus berlangsung.

Serangan Israel ke jalur Gaza sejak Ramadan lalu telah menimbulkan banyak korban.

Ratusan warga Palestina meninggal dunia dan ribuan lainnya luka-luka.

Namun, sampai saat ini negara-negara Arab belum melakukan langkah pasti dalam meredamkan konflik Israel-Palestina. Mengapa?

Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Sahide mengatakan, diamnya negara-negara Arab karena memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap Amerika Serikat.

Padahal, AS memiliki lobi kuat Yahudi untuk menjaga politik luar negerinya, terutama dalam konflik Israel-Palestina.

Dengan kondisi itu, Palestina pun tidak memiliki dukungan politik dan strategi perjuangan yang kuat seperti Israel.

Baca juga: Oki Setiana Dewi Ajak Artis-artis Datangi Kedutaan Besar Palestina, Ini Tujuannya

"Palestina tidak mempunyai strategi perjuangan seperti Yahudi dulu sewaktu awal menggagas untuk mendirikan negara Yahudi (Israel)," kata Suhedi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/5/2021).

"Orang-orang Yahudi saat itu melakukan penggalangan dana, mendekati negara-negara yang berpengaruh di kancah dunia," sambung dia.

Ratusan ribu warga Kota London menggelar aksi unjuk rasa bela Palestina di depan kantor kedutaan besar Israel di London, Inggris, Sabtu (15/5/2021). Aksi tersebut merupakan bentuk simpati atas serangkaian serangan brutal Israel terhadap Palestina enam hari terakhir. (IST)

"Selagi AS menjadi negara superpower dan negara-negara Islam mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap Amerika, maka Israel akan terus-terusan melakukan aksi brutalnya terhadap warga Palestina," jelasnya.

"Mengurangi tingkat ketergantungan tehadap AS tentu dimulai dengan mengembangkan sains, teknologi, dan ilmu pengetahuan," sambungnya.

Ia menjelaskan, konflik Israel-Palestina tidak bisa diselesaikan dengan perang dan aksi militer. Sebab, Israel merupakan salah satu negara dengan alat militer terbaik di dunia.

"Terbukti pilihan itu tidak efektif. Kalau pendekatan itu ya jelas kalah dari Israel yang didukung dengan teknologi tinggi," kata dia.

"Perlu ada pendekatan lain dalam meresponsnya, soft diplomacy misalnya," tutup dia.

Bela Israel, Sikap Presiden AS Joe Biden Soal Isu HAM di Gaza Kini Dipertanyakan ?

Seorang Guru Palestina, Samira Dejani, menahan air mata saat dirinya berdiri di halaman rumahnya yang berada di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.

Ia pun mengingat tahun-tahun yang dihabiskannya selama tinggal di kawasan tersebut bersama orang tua, anak-anak, dan cucu-cucunya.

Keluarganya menjadi satu dari beberapa keluarga Palestina yang sedang menghadapi peristiwa penggusuran di lingkungan itu, setelah melewati sengketa hukum selama puluhan tahun dengan organisasi pemukim Yahudi.

Perlu diketahui, organisasi pemukim Yahudi mengklaim memiliki hak yang sah atas tanah itu sebelum Israel berubah menjadi negara.

Konflik tersebut akhirnya memicu salah satu eskalasi paling penting dalam pertempuran antara Israel dan Palestina sejak 2014 lalu.

Karena tidak punya tempat lain untuk bernaung, Dejani yang berusia 60 tahun itu pun kemudian meminta bantuan secara langsung kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

Baca juga: DPP KNPI Kutuk Aksi Biadab Zionis Israel Terhadap Bangsa Palestina

"Oh, Joe Biden, tolong pikirkan, pikirkan, pikirkan tentang kemanusiaan. Tolong tempatkan diri anda pada posisi kami, jika anda manusia, pikirkan bahwa kami juga manusia," kata Dejani.

Permohonan perempuan tua itu lalu disampaikan komunitas internasional bahkan anggota sayap kiri partai Biden, yang menuntut agar Presiden dari Partai Demokrat yang mengaku menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) itu berbicara atas nama Palestina.

Namun, kekerasan yang meningkat di wilayah konflik itu pun akhirnya menantang Biden, kini ia berada posisi yang dilematis.

Seperti pendahulunya, Biden tentunya harus menyesuaikan kebijakannya secara real time.

Baca juga: Presiden Turki dan Iran Bahas Serangan Israel terhadap Palestina

Dikutip dari laman NBC News, Senin (17/5/2021), massa dari komunitas Arab dan Yahudi memukuli orang dan membakar mobil dalam gelombang kerusuhan komunal pada Rabu malam.

Saat konflik meningkat dan jumlah korban tewas kian bertambah menjadi setidaknya 90 orang, para pemimpin politik di Israel mendesak diakhirinya aksi 'anarkis' di jalan-jalan kota yang melibatkan etnis campuran di seluruh negeri.

Para pejabat Israel dan Palestina menyampaikan bahwa setidaknya 115 warga Palestina, termasuk 27 anak-anak dan 8 warga Israel tewas setelah militer Israel membombardir Jalur Gaza dan kelompok militan Hamas melanjutkan serangan roketnya ke Israel.

Pada hari Jumat lalu, pasukan darat Israel pun ikut bergabung dalam penembakan di Gaza, langkah ini pula yang mewakili eskalasi besar dari konflik tersebut.

Tidak menyebutkan Sheikh Jarrah

Saat ini tekanan substansial pada Biden untuk segera bertindak atas dasar kemanusiaan, tidak hanya muncul dari organisasi HAM dan pendukung Republik Israel, namun juga dari sayap kiri partainya sendiri.

Dalam panggilan telepon yang dilakukan pada Rabu lalu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, Gedung Putih menyampaikan bahwa Biden mengutuk serangan roket yang dilakukan Hamas dan kelompok teroris lainnya.

"Termasuk terhadap Yerusalem dan Tel Aviv," kata Gedung Putih.

Biden juga menyatakan dukungan yang tak tergoyahkan untuk 'keamanan dan hak sah Israel' dalam membela diri dan rakyatnya, sekaligus melindungi warga sipil.

Baca juga: Konflik Israel-Palestina, Guru Besar UI: Demi Kemanusiaan Kekerasan Harus Diakhiri

Tanggapan pemerintah AS ini ternyata tidak dapat diterima secara baik oleh segelintir politisi Demokrat progresif yang telah mencoba meningkatkan dukungan mereka untuk perjuangan Palestina dari pinggiran ke arus utama.

Anggota Partai Demokrat dari negara bagian Minnesota, Ilhan Omar mengatakan bahwa dalam percakapan antara Biden dan Netanyahu, tidak satu kali pun disebut kata 'Sheikh Jarrah' dan 'masjid Al-Aqsa'.

Ia pun secara tegas menyindir sikap Biden yang cenderung menutup mata tentang pelanggaran HAM di dua kawasan itu.

"Di masa lalu, kami memiliki mitra negosiasi di Gedung Putih, tidak ada penyebutan Sheikh Jarrah, tidak ada penyebutan serangan Al-Aqsa," cuit Omar dalam akun Twitternya, merujuk pada aksi penggusuran yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Yerusalem Timur dan penyerbuan Israel di Masjid Al-Aqsa pada minggu lalu.

Pernyataan Omar menunjukkan kemarahan yang disebabkan perluasan pemukiman Yahudi di Sheikh Jarrah.

Karena pemukiman itu berada di atas tanah yang membantu membentuk penghubung terakhir dalam lingkaran pemukiman yang mengelilingi Yerusalem Timur.

Perlu diketahui, Yerussalem Timur merupakan tanah yang diharapkan Palestina untuk menjadi ibu kota negara masa depan.

Baca juga: OKI Kecam Lambannya Kerja DK PBB Tangani Konflik Palestina-Israel

"(Dalam percakapan itu) tidak disebutkan tentang pendudukan jutaan orang yang sedang berlangsung di penjara terbuka," tegas Omar, merujuk pada Jalur Gaza yang diblokade, rumah bagi 2 juta warga Palestina dan menjadi lokasi di mana Hamas telah meluncurkan lebih dari 1.500 roket ke Israel.

Sementara itu, anggota sayap kiri Demokrat yang dikenal sangat vokal dari negara bagian New York, Alexandria Ocasio-Cortez turut mengkritik sikap Biden.

Begitu pula anggota Demokrat dari negara bagian Michigan, Rashida Tlaib.

Perempuan keturunan Amerika-Palestina pertama yang duduk di Kongres AS ini mengatakan bahwa Israel 'mempromosikan rasisme dan dehumanisasi' di bawah 'sistem apartheid'.

Dituding seperti itu, Israel pun membantah dan menegaskan bahwa mereka tidak memberlakukan sistem apartheid, yang menurut hukum internasional dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Palestina Dibombardir, Negara-negara Arab Pilih Diam, Dosen UMY Ungkap Ini Sebabnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini