TRIBUNNEWS.COM - Warga Lebanon menggelar aksi protes sebagai bentuk solidaritas bagi Palestina yang dibombarbir serangan udara dari Israel, pada Senin (17/5/2021).
Sementara itu, pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon melakukan perjalanan ke perbatasan dengan Israel pada Minggu (16/5/2021).
Mereka terlihat mengibarkan bendera Palestina, spanduk gerakan Hizbullah dan Amal.
Suzanne al-Akhtah (39) dari kamp Ain al-Hilweh di Saida, kamp pengungsi Palestina terbesar di Lebanon, berteriak dengan marah dari bukit tempatnya berdiri.
Ia mengungkapkan kerinduannya untuk mengunjungi rumahnya di Haifa, yang sekarang dalam perbatasan Israel.
“Saya datang ke sini untuk melihat negara saya karena saya tidak bisa melangkah ke negara saya, saya tidak bisa kembali ke negara saya, jadi saya ingin melihatnya dari sini,” ungkap al-Akhtah kepada Al Jazeera.
Baca juga: POPULER Internasional: Acara Open House Joe Biden Diboikot | Israel Sebut Pemboman Masih Berlanjut
Baca juga: Analisis Konflik Israel-Palestina, Netanyahu-Hamas Punya Pakta Politik Tak Tertulis
UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina menuturkan, lebih dari 400.000 pengungsi Palestina terdaftar di Lebanon.
Meskipun begitu, hanya sekitar setengahnya diperkirakan masih tinggal di negara itu, yang saat ini menghadapi kesulitan ekonomi yang ekstrem.
“Mengapa kami tidak punya hak? Mengapa kita pengungsi? Kami tidak ingin menjadi pengungsi. Tanah adalah milik kami, kami ingin kembali… Kami menangis untuk tanah kami,” kata al-Akhtah.
Baca juga: Pesepakbola Papan Atas, Pogba, Mohamed Salah hingga Mesut Ozil Isyaratkan Solidaritas bagi Palestina
Jaga Jarak Aman
Lusinan tentara Lebanon, bersama dengan penjaga perdamaian dari Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL), dikerahkan untuk menjaga jarak yang aman dari tembok (perbatasan)
Di sepanjang tembok perbatasan yang mengarah ke desa Adaisseh, keluarga berswafoto dengan anak-anak mereka sambil memandang Palestina.
Sekira 30 pemuda berusaha merobohkan pagar besi dan sebuah pintu di tembok perbatasan.
Beberapa bergantian menarik diri ke atas tali yang mereka ikat ke dinding untuk memasang bendera Palestina dan Hizbullah, saat tentara Israel menembakkan peluru baja berlapis karet ke udara.
Baca juga: Mengapa Negara-negara Arab Diam Saja saat Israel Bombardir Palestina?
Baca juga: Hamas Peringatkan Israel Agar Tak Sentuh Al Aqsa: Masjid Al Aqsa Dasar Pejuangan Melawan Zionisme
Ada 100 orang tersebar di puncak bukit, bersorak atas orang-orang itu dan mengutuk orang Israel.
Mohammad (29) yang meminta agar nama belakangnya dirahasiakan karena dia sering bepergian untuk bekerja, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia bangga dengan jumlah orang yang pergi ke perbatasan, meskipun dia menentang orang yang memanjat tembok.
“Saya hanya ingin berdiri dalam solidaritas dan perdamaian di perbatasan. Saya tidak melihat apa pun yang datang dari memanjat tembok, kecuali perang,” kata Mohammad.
“Saya perlu memiliki sesuatu untuk diperjuangkan untuk pergi dan membebaskan Palestina, saya tidak bisa hanya memanjat tembok dan menghadapi Israel. Ini menimbulkan bahaya bagi negara saya dan kemungkinan perang. "
Baca juga: Pengadilan PBB Didesak Selidiki Serangan Israel pada Kantor Berita di Gaza
Baca juga: Bantuan Logistik Pangan untuk Korban Perang di Gaza Palestina
Israel menginvasi Lebanon pada 1982 selama perang saudara Lebanon dan merebut sebidang tanah pada 1985.
Tentara Israel mundur dari Lebanon selatan pada 2000 dan UNIFIL ditugaskan untuk memantau penarikan tersebut.
Pada 2006, Lebanon menghadapi perangnya sendiri dengan Israel yang dipicu oleh serangan lintas batas oleh Hizbullah, yang telah mengambil alih bagian selatan Lebanon.
Lebih dari 1.000 warga sipil Lebanon tewas.
Berita lain terkait Israel Serang Jalur Gaza
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)