News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Krisis Myanmar: 802 Warga Tewas, 4.120 Orang Ditahan dan 20 Orang Dijatuhi Hukuman Mati

Penulis: Rica Agustina
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Demonstran antikudeta militer Myanmar - Krisis di Myanmar setelah kudeta militer telah menewaskan 802 warga sipil. Menurut AAPP, 4.120 orang ditahan dan 20 di antaranya dijatuhi hukuman mati

TRIBUNNEWS.COM - Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan dan menahan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi serta pejabat partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), 1 Februari 2021.

Sejak saat itu pula, militer telah menghadapi protes dari pendukung pro-demokrasi yang terjadi setiap hari.

Militer menanggapi protes penentangnya di kota-kota besar dan kota-kota kecil menggunakan kekerasan hingga kekuatan mematikan.

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), hingga Senin (17/5/2021), 802 orang tewas akibat tindakan keras pasukan keamanan pemerintah militer atau junta.

Meski demikian, kelompok aktivis itu menduga kemungkinan besar korban tewas jauh lebih tinggi daripada yang mereka laporkan.

"Ini adalah jumlah yang diverifikasi oleh AAPP, jumlah kematian sebenarnya kemungkinan besar jauh lebih tinggi," kata AAPP, dikutip dari Channel News Asia.

Baca juga: Wartawan Jepang Mengaku Dipukuli Saat Ditahan Militer Myanmar

Baca juga: Eks Ratu Kecantikan Myanmar Umumkan Angkat Senjata Lawan Junta Militer: Saatnya Berjuang

AAPP menambahkan, 4.120 orang saat ini ditahan oleh junta, termasuk 20 orang di antaranya telah dijatuhi hukuman mati.

Lebih lanjut, Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi korban tewas karena junta telah memberlakukan pembatasan pada media, layanan internet, dan siaran satelit.

Juru bicara junta juga tidak menjawab panggilan telepon saat dimintai tanggapan terkait korban tewas dan krisis di Myanmar.

Namun, junta sebelumnya memperdebatkan jumlah warga sipil yang tewas dan mengatakan puluhan anggota pasukan keamanan juga tewas selama protes.

Diketahui, beberapa pertempuran paling sengit sejak kudeta telah muncul dalam beberapa hari terakhir di Mindat.

Tentara junta dilaporkan telah bertempur dengan milisi lokal di Negara Bagian Chin, yaitu sekitar 100 kilometer dari perbatasan India.

Ribuan penduduk di kota perbukitan di barat laut Myanmar bersembunyi di hutan, desa dan lembah, setelah melarikan diri dari serangan militer, kata saksi mata.

Beberapa penduduk yang dihubungi Reuters mengatakan bahwa persediaan makanan menipis dan diperkirakan sebanyak 5.000 hingga 8.000 orang telah meninggalkan kota.

Jalan-jalan diblokir dan kehadiran pasukan di jalanan menghalangi mereka untuk kembali.

"Hampir semua orang meninggalkan kota. Kebanyakan dari mereka bersembunyi," kata seorang pejuang sukarelawan yang mengatakan dia berada di hutan.

Diberitakan sebelumnya, junta memberlakukan darurat militer di Kota Mindat pada Jumat (14/5/2021) lalu.

Darurat militer diberlakukan setelah terjadi penyerangan terhadap fasilitas umum, yaitu bank dan kantor polisi di wilayah yang berbatasan dengan India itu.

Baca juga: Myanmar Memenangkan Best National Costume di Miss Universe 2020 meski Kenakan Kostum Pengganti

Baca juga: Junta Myanmar Bebaskan Reporter Asal Jepang dan Penjarakan Jurnalis Lokal

Sebelum mengumumkan status darurat militer, junta menyalahkan 'teroris bersenjata' atas serangan tersebut.

Adapun kerusuhan di Kota Mindat pada Rabu (12/5/2021) dan Kamis (13/5/2021), melibatkan sekira 100 orang yang menggunakan senjata rakitan untuk menyerang sebuah kantor polisi.

Selain itu, sekira 50 orang lainnya menyerang Bank Ekonomi Myanmar, demikian diwartakan Myanmar News Agency.

Pasukan keamanan dilaporkan telah menangkis serangan tersebut tanpa menimbulkan korban.

Sementara itu, sebuah dokumen yang diunggah di media sosial oleh media lokal yang mengklaim berasal dari pemerintahan anti-junta di daerah Mindat, mengatakan deklarasi darurat militer tidak valid.

Dikatakan pula bahwa pertempuran itu dipicu oleh pasukan keamanan yang melanggar janji untuk membebaskan tujuh warga sipil yang ditahan selama protes.

Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Chinland, milisi yang baru dibentuk, mengatakan pihaknya berada di balik pertempuran terakhir dan mengkonfirmasi keaslian dokumen tersebut.

"Mereka (junta) tidak bisa lagi memerintah kota kecuali di beberapa daerah di mana mereka memiliki pangkalan," kata juru bicara itu.

"Mereka tidak memiliki kendali di daerah pedesaan," lanjutnya.

Foto yang diambil dan diterima dari sumber anonim melalui Facebook pada 29 Maret 2021 ini menunjukkan pengunjuk rasa yang mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Monywa, wilayah Sagaing. (Handout / FACEBOOK / AFP)

Juru bicara tersebut menambahkan, satu pejuang dari pasukannya tewas dan bentrokan terus berlanjut dengan tentara yang membawa bala bantuan.

Lebih jauh, Amerika Serikat dan Inggris telah meminta militer untuk menghindari jatuhnya korban, dan Pemerintah Persatuan Nasional bayangan yang dibentuk oleh loyalis Aung San Suu Kyi mengimbau bantuan internasional.

Pemungutan suara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa, mengenai rancangan resolusi yang menyerukan 'penangguhan segera pasokan langsung dan tidak langsung, penjualan atau transfer semua senjata dan amunisi' ke Myanmar telah ditunda, kata para diplomat.

Tidak segera diketahui kapan pemungutan suara akan dijadwalkan ulang.

Beberapa diplomat mengatakan, itu telah ditunda dalam upaya untuk mendapatkan lebih banyak dukungan.

Rancangan resolusi menyerukan militer Myanmar untuk mengakhiri keadaan darurat, menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa, dan menghormati keinginan rakyat seperti yang diungkapkan dalam hasil pemilihan November lalu.

Berita lain seputar Krisis Myanmar

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini