TRIBUNNEWS.COM - Kepolisian Tokyo dilaporkan tengah menyelidiki kematian Moriya Yasushi (52), seorang anggota senior Komite Olimpiade Jepang.
Mengutip sumber polisi, Nippon Television melaporkan bahwa Moriya melompat ke depan kereta bawah tanah di stasiun Nakanobu, pada hari Senin (7/6/2021) pagi.
Dia dibawa ke rumah sakit tetapi dinyatakan meninggal dua jam kemudian.
Polisi menangani insiden itu sebagai kematian karena bunuh diri.
Dilansir Vairety, Moriya adalah kepala departemen akuntansi JOC.
Tidak diketahui apakah kematiannya terkait dengan Olimpiade mendatang, yang akan diadakan pada 23 Juli – 8 Agustus 2021.
Baca juga: Usulan Wali Kota Ota Gunma Jepang yang Memperbolehkan Atlet Olimpiade Berbelanja Menuai Kritikan
Baca juga: Chef de Mission Kontingen Olimpiade Indonesia Kirim Surat ke PPK-GBK Soal Latihan Atlet
Penyelenggaraan Olimpiade di tengah pandemi masih menjadi kontroversi di Jepang.
Pada bulan Mei, surat kabar Asahi Shimbun yang berpengaruh, yang merupakan sponsor Olimpiade Tokyo 2020, menyerukan agar acara tersebut dibatalkan.
Untuk menekan penyebaran virus corona, diumumkan pada bulan Maret bahwa pertandingan akan diadakan tanpa penonton dari luar negeri.
Namun demikian, Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengatakan pertandingan akan diadakan apa pun yang terjadi, dan tim pertama sudah mulai berdatangan di Jepang.
Kontrak antara Tokyo dan IOC berarti bahwa kota tersebut akan bertanggung jawab untuk membayar miliaran dolar sebagai kompensasi jika kota secara sepihak memutuskan untuk membatalkan olimpiade.
Survei Menunjukkan Lebih dari 70% Warga Jepang Berharap Olimpiade Tokyo Ditunda atau Dibatalkan
Lebih dari 70% warga Jepang berpendapat bahwa Olimpiade Musim Panas 2020, yang semula dijadwalkan digelar tahun 2020, harus ditunda lagi karena pandemi, atau dibatalkan seluruhnya, menurut jajak pendapat Kyodo News awal Mei lalu.
Selain itu, sebuah petisi di change.org untuk membatalkan Olimpiade, sejauh ini telah mengumpulkan lebih dari 419.000 tanda tangan.
"Dengan meningkatnya COVID-19, kami mendesak IOC [Komite Olimpiade Internasional], Pemerintah Jepang, Pemerintah Metropolitan Tokyo, dan Komite Penyelenggara untuk mengambil keputusan yang tepat dan membatalkan acara tersebut secepatnya," tulis Utsunomiya Kenji, pengacara Jepang yang menulis petisi, dalam rilis berita.
"Saya tidak mengerti alasan diadakannya Olimpiade ketika sistem perawatan medis kita sudah dalam keadaan runtuh," kata seorang perawat Jepang yang menandatangani petisi itu.
"IOC sangat tidak bertanggung jawab," tulis pemohon lainnya.
"Meskipun saya merasa kasihan pada para atlet, ada orang lain yang lebih saya kasihi."
Banyak orang Jepang kehilangan kesabaran dengan pandemi, dan tidak berharap lockdown yang sedang berlangsung akan banyak membantu mengendalikan penyebaran virus.
Bar tidak dapat menyajikan alkohol dalam keadaan darurat, dan tempat karaoke juga ditutup.
Beberapa warga Jepang yang frustrasi telah minum di jalan-jalan, Associated Press melaporkan.
"Medali emas menjadi prioritas di atas nyawa banyak orang," kata aktivis Misako Ichimura pada protes Olimpiade Mei lalu, menurut The Wall Street Journal.
Ichimura telah menjadi pengunjuk rasa anti-Olimpiade yang gigih sejak Jepang dianugerahi pertandingan ini pada tahun 2013, ketika sebagian besar orang Jepang mendukung penyelenggaraannya.
Jepang kini mencatat lebih banyak kematian akibat virus corona dalam empat bulan pertama 2021 daripada yang terjadi pada tahun 2020.
Program vaksinasi yang berjalan lambat juga memperburuk sentimen publik.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Olimpiade Tokyo 2020