TRIBUNNEWS.COM - Ebrahim Raisi menyampaikan pidato pertamanya setelah terpilih menjadi presiden Iran, Senin (21/6/2021).
Dalam pidatonya, ia berjanji akan mengembalikkan kesepakatan nuklir 2015 namun menolak untuk bernegosiasi atas masalah rudal balistik.
Dilansir BBC.com, kesepakatan nuklir hampir runtuh sejak AS mengabaikannya dan memberlakukan kembali sanksi kepada Iran tiga tahun lalu.
Sekilas tentang Krisis Nuklir Iran
- Kekuatan dunia tidak mempercayai Iran: Beberapa negara percaya bahwa Iran menginginkan tenaga nuklir karena ingin membuat bom nuklir.
Iran menyangkal tuduhan itu.
Baca juga: Singgung Perjanjian Nuklir dengan AS, Presiden Baru Iran Ebrahim Raisi Menolak Bertemu Joe Biden
Baca juga: Presiden Terpilih Iran Ebrahim Raisi Tanggapi Tuduhan Terlibat Eksekusi Massal, Bangga Bela HAM
- Kesepakatan yang sempat tercapai: Pada 2015, Iran dan enam negara lain mencapai kesepakatan besar.
Iran akan menghentikan beberapa pekerjaan nuklir dengan imbalan diakhirinya hukuman keras, atau sanksi, yang merugikan ekonominya.
- Apa masalahnya sekarang? Iran memulai kembali pekerjaan nuklir yang dilarang setelah mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran.
Meskipun pemimpin baru Joe Biden ingin bergabung kembali, kedua belah pihak mengatakan pihak lain harus mengambil langkah pertama.
Kemenangan Raisi dalam Pemilu
Masih dilansir BBC, Raisi merupakan seorang ulama Muslim Syiah garis keras yang merupakan kepala peradilan Iran.
Ia dekat dengan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Raisi memenangkan pemilu hari Jumat (18/6/2021) dengan telak, dengan perolehan 62% suara di putaran pertama.