TRIBUNNEWS.COM – Pekerja dan sukarelawan di Korea Utara tidak boleh menolak perintah negara, yang sedang mengatasi kekurangan pangan di tengah pandemic Covid-19.
Koran Partai Buruh Rodong Sinmun mengatakan pada hari Kamis (24/6) bahwa buruh Korea Utara tidak memiliki hak untuk mundur dari proyek-proyek negara yang membutuhkan sukarelawan dimobilisasi untuk memenuhi target produksi di pertanian dan pabrik.
“ Tujuan rezim Kim Jong Un hanya dicapai melalui pengabdian, pengorbanan, dan perjuangan tak henti-hentinya para pekerja yang banting tulang," kata Rodong Sinmun.
"Sukses hanya dapat dicapai dengan mengatasi kesulitan dengan tegas," tulis artikel tersebut.
"Pekerja tidak punya hak untuk menghindari cobaan dan kesulitan. Mereka tidak punya hak untuk mundur karena takut akan kesulitan,” lapor Rodong Sinmun.
Baca juga: Situasi Pangan Memburuk, Kim Jong Un Mobilisasi Puluhan Ribu Ibu Rumah Tangga Bekerja di Sawah
Baca juga: Kim Jong Un Serukan Korea Utara Siap Berkonfrontasi dengan Amerika Serikat
Peringatan Rodong Sinmun terhadap pembangkangan muncul setelah Kim Jong Un membahas tantangan ekonomi yang dihadapi negara itu selama sesi pleno ketiga Komite Sentral kedelapan Partai Buruh pekan lalu.
Kim mengatakan bahwa partainya akan menerobos langsung kesulitan-kesulitan yang menghalangi jalan revolusi.
“Partai akan tetap setia pada ide revolusioner sampai akhir, terlepas dari kesulitan yang lebih berat yang mungkin dihadapi di masa depan," kata Kim seperti dilaporkan KCNA.
Selama Kongres Partai Kedelapan Korea Utara pada bulan Januari, Kim mengakui kegagalan kebijakan ekonomi sebelum mengungkapkan Rencana Lima Tahun baru untuk ekonomi.
Kongres Partai berfokus pada transportasi, konstruksi modal dan industri bahan bangunan sebagai bidang fokus.
Baca juga: Kim Jong Un Akui Korut sedang Krisis Pangan, Harga Pisang di Pyongyang Capai Rp641 Ribu
Rodong Sinmun juga mengatakan kemarin bahwa"ketekunan dan pengabdian yang luar biasa untuk mengatasi kesulitan, bersama dengan rasa tanggung jawab yang mendalam, diperlukan di antara para pekerja.
Para pembelot Korea Utara yang kini berada di Korea Selatan mengatakan, konstruksi di Korea Utara sering membutuhkan pekerja sukarela yang terkadang berasal dari anggota Tentara Rakyat Korea
Para pembelot mengatakan pekerja yang dimobilisasi dipaksa bekerja dari pagi hingga larut malam. Cedera biasa terjadi di tempat kerja, menurut laporan.
KCNA melaporkan bulan lalu bahwa anak-anak yatim piatu menjadi sukarelawan di tambang dan pertanian
Disebutkan, ratusan anak dengan kebijaksanaan dan keberanian di masa muda mereka telah memilih untuk melakukan pekerjaan kasar untuk negara.
Baca juga: Tangis Kim Jong Un Pecah saat Cerita Kesulitan Korut: Didera Banjir, Topan hingga Kena Dampak Corona
Usia mereka tidak jelas tetapi foto menunjukkan bahwa mereka masih remaja.
Kelompok hak asasi manusia telah lama menuduh Korea Utara menggunakan pekerja anak. Namun Korut sejauh ini selalu membantahnya.
Pada bulan Februari, BBC juga melaporkan tuduhan bahwa generasi tawanan perang Korea Selatan digunakan sebagai tenaga kerja budak di tambang batu bara Korea Utara untuk menghasilkan uang bagi rezim dan program senjatanya.
Selain itu, Kim Jong Un juga dilaporkan telah memerintahkan ribuan ibu rumah tangga Korea Utara untuk bekerja di sawah di Kabupaten Yonbaek.
Jeong Se-hyun, Wakil Ketua Eksekutif Dewan Penasihat Unifikasi Nasional, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan penyiar Korea Selatan TBS bahwa Kim memerintahkan mobilisasi 14.000 ibu rumah tangga ke Provinsi Hwanghae Utara.
News1 mengutip Jeong yang mengatakan instruksi itu dalam peraturan khusus dari pemimpin Korea Utara.
Baca juga: Rakyat Korut Dilaporkan Kelaparan Gara-gara Aturan Ketat Covid di Negara Itu
Jeong tidak mengungkapkan sumbernya, tetapi mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, wanita diizinkan membawa anak-anak mereka.
“Kim telah memerintahkan pembuatan kebijakan pengasuhan anak selama musim tanam,” kata politisi Korea Selatan itu.
Disebutkannya, Kim menyuruh bawahannya untuk membuat ruang kelas penitipan anak sementara ibu mereka pergi ke ladang untuk mencabut rumput liar atau membawa air.
Politisi Korea Selatan mengatakan peraturan tersebut, yang belum diungkapkan di media pemerintah Korea Utara, adalah pertanda bahwa situasi pangan di Korea Utara sedang buruk.
Institut Pengembangan Korea menyatakan Korea Utara bisa jadi akan kekurangan 1,35 juta ton makanan karena bencana alam tahun lalu. Kekhawatiran tumbuhnya topan musiman bisa mengganggu panen yang akan datang.
Baca juga: Diisukan Jadi Pengganti Kim Jong Un, Ahli Sebut Korut Bisa Lebih Buruk Jika Dipimpin Kim Yo Jong
Jeong mengatakan bahwa krisis pangan Korea Utara harus menjadi titik diskusi dalam negosiasi potensial. Politisi itu mengatakan kepada TBS jika Amerika Serikat atau Korea Selatan tidak bertindak, China bisa mengisi kekosongan.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan Korea Utara kekurangan sekitar 860 ribu ton makanan, cukup untuk persediaan lebih dari dua bulan.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada Senin pekan lalu, FAO mengatakan Korea Utara secara resmi berencana mengimpor hanya sekitar seperlima dari makanan yang dibutuhkan, untuk menutupi kekurangan dalam negeri.
Dikatakan bahwa sementara Korea Utara meningkatkan penanaman pertanian pada 2020, "sebagian besar hilang akibat banjir dan badai" yang dialami Semenanjung Korea sejak awal Agustus hingga awal September.
FAO telah memperingatkan, jika kesenjangan pasokan tak ditutupi melalui impor atau bantuan, Korea Utara bisa mengalami "masa sulit antara Agustus dan Oktober 2021." (Tribunnews.com/UPI/BBC/Hasanah Samhudi)