"Longsor lumpur itu tampak seperti tsunami seperti gelombang besar yang mengeluarkan suara gemuruh dan jatuh ke tanah. Tanah bergemuruh dan tiang listrik bergetar," kata Shima.
Shima menambahkan ada bau kimia berlumpur di udara saat tanah longsor terjadi.
"Itu semua terjadi dalam sepersekian detik," katanya, menambahkan bahwa dia memprioritaskan keselamatan keluarganya sebelum hal lain, dan tidak membawa barang-barang apa pun saat dia meninggalkan rumahnya.
Kota Atami memiliki tiga pusat evakuasi. Dua hotel swasta di Atami juga menampung 562 orang, kata pejabat kota.
Pada konferensi pers pada hari Minggu, Heita Kawakatsu, gubernur Shizuoka, mengatakan prefektur akan menyelidiki apakah tanah longsor itu disebabkan karena penebangan hutan di daerah tersebut, yang mungkin telah mengurangi kemampuan tanah pegunungan untuk menahan air.
Baca juga: Gubernur Kochi Jepang Berharap Yosakoi Memberi Kebahagiaan di Tengah Pandemi Covid-19
Baca juga: Penumpang Shinkansen Jepang Tidur di Dalam Kereta Sambil Menunggu Banjir Surut
Sementara itu, Suga mengatakan bahwa hujan lebat akan terus mempengaruhi berbagai bagian negara, dan mendesak warga untuk memeriksa peta bahaya di daerah mereka dan memperhatikan pembaruan cuaca dan informasi evakuasi.
Jepang rentan terhadap tanah longsor, rata-rata hingga 1.500 tanah longsor setiap tahun dalam dekade terakhir.
Terjadi peningkatan hampir 50 persen dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya, menurut laporan pemerintah Jepang tahun 2020.
Bencana terkait banjir, seperti tanah longsor, merupakan risiko tradisional namun serius bagi negara.
Ini karena setengah dari populasi Jepang dan 75 persen aset negara terkonsentrasi di daerah rawan banjir, menurut para ahli.
Berita lain seputar Jepang
(Tribunnews.com/Rica Agustina)