TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah ahli kesehatan Inggris mengingatkan bahwa alat pengukur kadar oksigen dalam dalam (oksimeter) kurang akurat bagi pasien yang berkulit lebih gelap.
NHS Inggris dan regulator obat-obatan, MHRA, mengatakan bahwa hasil oksimeter bisa jadi melebihi dari kadar oksigennya.
Menurut mereka, perangkat memancarkan cahaya melalui darah, dan pigmentasi kulit dapat memengaruhi seberapa banya cahaya yang terserap oleh darah.
“Siapapun yang berkepentingan, disarankan untuk melakukan beberapa kali pengukuran ketimbang Cuma satu kali pengukuran,” saran para ahli, seperti dikutip dari BBC.
Terkait hal ini, NHS England mengeluarkan panduan terbaru, menasihati pasien dari kulit hitam, Asia, dan kelompok etnis minoritas lainnya untuk terus menggunakan oksimeter denyut, tetapi untuk mencari saran dari profesional perawatan kesehatan.
Baca juga: Siapkan Ini Saat Akan Jalani Isolasi Mandiri: Ada Oxymeter, Sudah Tes Swab dan Foto Thorax
Baca juga: Satu Oksimeter untuk Setiap Rumah Tangga di Singapura, Pemberian Temasek Foundation
Laporan Observatorium Kesehatan dan Ras NHS yang diterbitkan pada bulan Maret merekomendasikan bahwa MHRA harus melakukan tinjauan mendesak terhadap penggunaan oksimeter denyut.
Oksimeter semakin banyak digunakan selama pandemi virus corona, baik di rumah sakit maupun di masyarakat.
Pada orang dengan Covid-19, kadar oksigen dalam darah dapat turun ke tingkat yang sangat rendah tanpa mereka sadari, suatu kondisi yang dikenal sebagai hipoksia senyap.
Seorang pasien Covid-19 , Ranjit Senghera Marwaha, menceritakan pengalamannya menggunakan oksimeter.
Ia membeli oksimeter saat terinfeksi coronavirus tahun lalu. Tetapi kadar oksigennya turun sangat rendah sehingga dia harus dirawat di rumah sakit.
Baca juga: Tips Pernapasan untuk Menaikkan Saturasi Oksigen
Baca juga: Dunia Usaha Kirim 200 Unit Konsentrator Oksigen
"Ketika saya sampai di rumah sakit, hal pertama yang mereka katakan adalah, 'Anda benar-benar terlambat,'" kata Marwaha.
Ia mengatakan telah menghabiskan 14 liter oksigen, jumlah tertinggi yang diberikan sebelum dipindah ke ruang perawatan intensif.
"Saya tidak pernah mempertimbangkan bahwa warna kulit saya atau pigmentasi di kulit saya akan berdampak pada cara kerja gadget ini,” katanya.
Direktur NHS Race and Health Observatory, Dr Habib Naqvi, menyambut baik panduan terbaru oksimeter ini.
"Meskipun ini alat klinis yang berharga, dokter semakin menyadari potensi kesalahan atau inkonsistensi yang terkait dengan oksimetri nadi, jadi kita perlu mengingat hal ini saat menggunakan perangkat," katanya.
Baca juga: Bantu Penanganan Covid-19, Hyundai Bakal Bangun Fasilitas Produksi Oksigen Medis
Baca juga: Pesan Menkes ke Pasien yang Isoman di Rumah: Pantau Terus Saturasi Oksigen
Dr Omar Jundi, seorang konsultan perawatan intensif di West Yorkshire, mengamati ketidakakuratan dalam pembacaan oksimeter nadi pada pasien Covid yang berkulit hitam.
"Itu adalah sesuatu yang akan saya ukur setidaknya sekali sehari, mungkin pada dua atau tiga pasien," katanya.
Sejumlah data menunjukkan bahwa orang kulit hitam, Asia, dan kelompok etnis minoritas lainnya lebih mungkin terkena virus corona, dan menjadi tidak sehat atau bahkan meninggal.
Para ahli percaya potensi ketidakakuratan oksimeter denyut nadi mungkin menjadi faktor penyebab hal ini.
"Kita perlu memastikan ada pemahaman bersama tentang potensi keterbatasan peralatan dan perangkat kesehatan, terutama untuk populasi dengan risiko tinggi penyakit yang mengubah hidup, ini termasuk komunitas kulit hitam, Asia, dan beragam yang menggunakan oksimeter denyut untuk memantau kadar oksigen mereka di rumah," kata dr Naqvi.
Baca juga: Menkes: Pasien Covid-19 Harus Segera Dibawa ke Rumah Sakit Jika Saturasi Oksigennya di Bawah 94
Baca juga: Berapa Kadar Saturasi Oksigen Normal? Ini Cara Mengukur Saturasi Oksigen dalam Darah
Dia menekankan pentingnya penelitian inklusif budaya dilakukan saat ini untuk memastikan bahwa oksimeter denyut akurat untuk orang-orang dengan warna kulit lebih gelap. (Tribunnews.com/BBC/Hasanah Samhudi)