TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Amerika Serikat membongkar rencana menyerang dan membunuh Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kyaw Moe Tun.
Para pejabat AS mengatakan, dalam dugaan konspirasi yang digagalkan oleh penyelidik AS, pasangan itu berbicara tentang menyewa pembunuh bayaran yang akan memaksa Kyaw Moe Tun untuk mengundurkan diri atau, jika dia menolak, untuk membunuhnya.
Kyaw Moe Tun adalah Duta Besar Myanmar untuk PBB, pendukung gerakan demokrasi yang vokal di negara itu.
Ia menolak mundur setelah junta militer mengambilalih kekuasaan. Badan dunia PBB masih mengakui Dubes ini.
Jaksa AS untuk distrik selatan New York, Audrey Strauss, mengatakan, dua orang tersebut berkomplot untuk melukai atau membunuh Dubes Myanmar untuk PBB dalam serangan yang direncanakan terhadap seorang pejabat asing yang akan terjadi di tanah Amerika".
Baca juga: Diplomat Myanmar Ingatkan PBB Tentang Dugaan Pembantaian Oleh Militer
Baca juga: Menlu Brunei Erywan Yusof Ditunjuk Jadi Utusan Khusus ASEAN untuk Bantu Akhiri Krisis di Myanmar
Sementara Jacqueline Maguire, penjabat Asisten Direktur Biro Penyelidik Federal (FBI) AS, mengatakan penegak hukum bertindak cepat setelah mengetahui potensi pembunuhan yang direncanakan di Westchester County, daerah pinggiran utara New York City tempat duta besar itu tinggal.
Berdasarkan dokumen pengadilan, FBI menerima informasi pada hari Selasa (3/8/2021) lalu.
"Hukum kami berlaku untuk semua orang di negara kami, dan orang-orang ini sekarang akan menghadapi konsekuensi karena diduga melanggar hukum itu," kata Maguire dalam sebuah pernyataan.
Tersangka Phyo Hein Htut (28) dan Ye Hein Zaw (20) didakwa di pengadilan federal di Westchester dengan tuduhan yang membuat mereka bisa dijatuhi hukuman hingga lima tahun penjara.
Masih belum jelas apa hubungan para tersangka dengan pemerintah militer, yang pada 1 Februari menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Jenderal Min Aung Hlaing Jadi Perdana Menteri, Militer Myanmar Bakal Berkuasa hingga 2023
Baca juga: 6 Bulan Kudeta Myanmar, Junta Janjikan Pemilu, Sebut akan Akhiri Darurat Militer pada Agustus 2023
Dokumen menyebutkan, jaksa mengatakan, Phyo Hein Htut telah berhubungan dengan seorang pedagang senjata di Thailand yang berurusan dengan militer di Myanmar.
Keduanya berbicara melalui layanan obrolan video FaceTime.
Sementara Phyo Hein Htut berada di dalam misi PBB Myanmar di New York.
Disebutkan, pedagang senjata berbicara kepada Phyo Hein Htut tentang menyewa penyerang untuk rencana itu.
Modus serangan kemungkinan melibatkan sabotase ban mobil duta besar untuk memaksanya kecelakaan.
Baca juga: Inggris: Setengah Penduduk Myanmar Dapat Terinfeksi Covid-19 Dalam Dua Minggu Ke Depan
Baca juga: Sejumlah Rumah di Yangon Myanmar Kibarkan Bendera Kuning untuk Meminta Pertolongan akibat Covid-19
Penyelidikan termasuk foto yang menunjukkan pembayaran senilai 4.000 dolar AS yang melalui aplikasi Zelle dari Ye Hein Zaw ke Phyo Hein Htut Juli lalu.
Diduga uang itu sebagai uang muka atas kasus ini.
Kyaw Moe Tun menjadi sorotan saat ia mengacungkan tiga jari sebagai dukungan kepada pengunjuk rasa pro-demokrasi dari lokasinya di PBB.
Ia menolak desakan militer bahwa dia tidak lagi mewakili negara tersebut.
Rabu (4/8/2021), Kyaw mengatakan kepada AFP bahwa ada ancaman terhadapnya dan bahwa keamanan terhadap dirinya ditingkatkan.
Baca juga: Myanmar Catat Rekor Kematian dan Infeksi Virus Corona, Layanan Pemakaman Kewalahan
Baca juga: Ratusan Aktivis Antikudeta Myanmar Gelar Unjuk Rasa Lagi: Kami Tidak Takut Covid-19 dan Junta
Kelompok pemantau lokal mengatakan, lebih dari 900 orang tewas di Myanmar saat militer berusaha menghancurkan protes terhadap kudeta.
Kyaw Moe Tun telah berulang kali menyerukan intervensi internasional untuk membantu mengakhiri kerusuhan dan mengembalikan pemerintahan sipil Myanmar.
Dalam sebuah surat minggu ini, ia menyerukan embargo senjata global terhadap pemerintah militer, yang mempertahankan hubungan terutama dengan negara tetangga China. (Tribunnews.com/CNA/Hasanah Samhudi)