TRIBUNNEWS.COM, YERUSALEM – Hasil survei awal di Israel menunjukkan mayoritas warga yang mendapat suntikan ketiga vaksin Covid-19 dari Pfizer merasakan efek samping yang mirip saat vaksinasi kedua.
Israel mulai melakukan booster vaksin (suntikan ketiga) kepada warga di atas usia 60 tahun mulai 10 hari lalu.
Suntikan ketiga ini untuk memperlambar penyebaran virus corona varian Delta yang sangat menular.
Dilansir dari The Straits Times, kebijakan ini membuat Israel sebagai tempat pengujian dosis ketiga vaksin sebelum disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat.
Penyedia layanan kesehatan terbesar Israel, Clalit, mengatakan pada hari Minggu (8/8/2021) bahwa mereka telah memberikan dosis ketiga vaksin Pfizer-BioNTech kepada lebih dari 240.000 orang.
Baca juga: Israel Tawarkan Suntikan Booster Vaksin Pfizer/BioNTech untuk Para Lansia
Baca juga: Abaikan Seruan WHO, Negara-negara Ini Tetap Berencana Gunakan Vaksin Booster
Sekitar 4.500 orang, yang semuanya menerima suntikan booster dari 30 Juli hingga 1 Agustus, menjawab pertanyaan dan diikutsertakan dalam survei.
Disebutkan, 88 persen peserta dalam survei mengatakan bahwa pada hari-hari setelah menerima suntikan ketiga, mereka merasa "mirip atau lebih baik" dari apa yang dirasakan setelah suntikan kedua.
Juga disebutkan, 33 persen melaporkan beberapa efek samping. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit di lokasi bekas suntikan.
Sekitar 0,4 persen mengatakan mereka menderita kesulitan bernapas, dan satu persen mengatakan mereka mencari perawatan medis karena satu atau lebih efek samping.
Kepala Inovasi Clalit, Profesor Ran Balicer, mengatakan hasil survei ini memungkinkan perbandingan efek samping dengan dosis kedua meski hasil ini masih awal dan merupakan internal.
Baca juga: Pfizer dan Moderna Naikkan Harga Vaksin Covid-19 untuk Uni Eropa karena Permintaan Meningkat
Baca juga: CEO Pfizer Sebut Efektivitas Vaksin Covid Turun Jadi 84% setelah 6 Bulan
“Ternyata dalam banyak kasus, mereka (efek samping) serupa atau kurang lebih menguatkan,” ujarnya.
"Meskipun kami belum memiliki penelitian jangka panjang tentang kemanjuran dan keamanan dosis penguat ketiga, untuk manajemen risiko pribadi setiap orang berusia 60 tahun ke atas, temuan ini terus menunjukkan manfaat imunisasi sekarang, bersama dengan perilaku hati-hati. antara orang dewasa dan menghindari berkumpul di ruang tertutup," kata Balicer.
Moratorium
Minggu lalu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta negara-negara kaya untuk menghentikan program memberikan vaksin booster Covid-19 kepada orang yang telah divaksinasi penuh.
Ia meminta negara-negara itu mengalihkan vaksin ketiga itu ke negara-negara miskin yang lebih membutuhkannya.
Selama konferensi pers di Jenewa, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mendesak moratorium booster vaksin sekitar dua bulan, setidaknya hingga September.
“Saya memahami kepedulian semua pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta. Tetapi kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin global menggunakan lebih banyak lagi,” kata Tedros, Rabu (4/8/2021), seperti dilansir dari Al Jazeera.
Baca juga: Vaksinolog : Booster Tak Bermanfaat Jika Orang di Sekitarnya Belum Divaksin
Baca juga: Menkes Mohon Vaksin Booster Jangan Dialihkan ke Non-Nakes
Ghebreyesus mengatakan, WHO memperkirakan setidaknya 10 persen dari populasi setiap negara divaksinasi pada akhir September.
Dia mengatakan negara-negara kaya, seperti Amerika Serikat dan Inggris, telah memberikan hampir 100 dosis vaksin per 100 orang.
Di negara berkembang, katanya, angka itu kurang dari dua dosis per 100 orang.
Menurutnya, lebih dari empat miliar dosis vaksin telah diberikan secara globa.
"Lebih dari 80 persen dikirimkan ke negara-negara berpenghasilan tinggi dan tinggi, meskipun jumlah mereka kurang dari setengah populasi dunia,” ujarnya.
Baca juga: Israel Akan Mulai Uji Klinis Vaksin Covid-19 Versi Kapsul
Ghebreyesus mengatakan organisasi kesehatan PBB tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai target 10 persen.
WHO juga bertujuan untuk memvaksinasi 40 persen dari populasi global pada bulan Desember.
Ia mengatakan, negara-negara terkaya, yang terdiri dari Kelompok 20 (G20), memiliki peran penting untuk dimainkan.
Mereka adalah negara-negara yang memproduksi, memasok, dan menyumbangkan pasokan vaksin terbesar, katanya.
“Tidak meremehkan untuk mengatakan bahwa pandemi ini tergantung pada kepemimpinan negara-negara G20,” katanya. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)