TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Laporan yang dihimpun dari lebih dari 14.000 studi ilmiah memberikan gambaran bahwa emisi yang 'disebabkan oleh aktivitas manusia' telah mendorong suhu rata-rata global naik 1,1 derajat Celcius dari rata-rata pra-industri dan akan menaikkannya 0,5 derajat Celcius tanpa efek temper polusi di atmosfer.
Ini mengindikasikan peningkatan suhu akan kembali didorong lagi oleh hilangnya polutan udara tersebut, bahkan saat masyarakat menjauh dari penggunaan bahan bakar fosil di masa depan.
Selain itu, laporan itu juga menyimpulkan gambaran paling komprehensif dan rinci tentang bagaimana perubahan iklim dapat mengubah alam dan apa yang diprediksi 'masih ada' di depan.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (10/8/2021), para ilmuwan memperingatkan bahwa kenaikan lebih dari 1,5 derajat Celcius di atas rata-rata pra-industri dapat memicu perubahan iklim yang tidak terkendali dengan indikasi munculnya dampak bencana.
Seperti suhu panas yang begitu hebat hingga dapat membuat orang meninggal hanya karena berada di luar ruangan.
Pemanasan lebih lanjut juga akan meningkatkan intensitas dan frekuensi panas ekstrem dan hujan lebat, serta memicu munculnya bencana kekeringan di sejumlah daerah.
Hal itu karena suhu berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Sedangkan para ilmuwan ini mengukur pemanasan iklim selama rata-rata 20 tahun.
Seperti yang disampaikan rekan penulis 3 kali laporan IPCC dan Ilmuwan Iklim di ETH Zurich, Sonia Seneviratne.
Baca juga: Inggris Desak Dunia Termasuk Indonesia Segera Ambil Tindakan Terkait Perubahan Iklim
"Kita memiliki semua bukti yang kita perlukan untuk menunjukkan bahwa kita berada dalam krisis iklim," kata Seneviratne.
Pemanasan 1,1 derajat Celcius yang telah tercatat ini sebenarnya 'sudah cukup' untuk menimbulkan cuaca buruk.
Tahun ini, gelombang panas tidak hanya menewaskan ratusan orang di Pacific Northwest yang akhirnya memecahkan rekor di seluruh dunia.
Namun juga menciptakan kebakaran hutan yang dipicu oleh gelombang panas dan kekeringan yang menyapu seluruh kota di AS bagian Barat.
Kemudian melepaskan rekor emisi karbon dioksida dari hutan Siberia, dan mendorong warga Yunani meninggalkan rumah mereka menggunakan kapal feri karena kebakaran hutan yang kian meluas.
Rekan penulis IPCC sekaligus seorang Ilmuwan Iklim di University of Reading, Inggris, Ed Hawkins mengatakan bahwa setiap bagian dari pemanasan itu penting.
"Konsekuensinya menjadi lebih buruk dan lebih buruk lagi saat suhu menjadi lebih hangat," tegas Hawkins.
Lapisan es Greenland pun 'hampir dipastikan' akan terus mencair, dan menaikkan permukaan laut.
Ini akan terus meningkat selama berabad-abad mendatang saat lautan menghangat.
Para ilmuwan menilai bahwa 'sudah terlambat' jika dunia mau mencegah perubahan khusus ini.
Hal terbaik yang dapat dilakukan dunia saat ini adalah memperlambatnya, sehingga negara-negara memiliki lebih banyak waktu untuk bersiap dan beradaptasi.
"Kita sekarang berkomitmen pada sejumlah aspek perubahan iklim, beberapa diantaranya tidak dapat diubah selama ratusan hingga ribuan tahun mendatang. Tapi semakin kita membatasi pemanasan, semakin kita dapat menghindari atau memperlambat perubahan itu," kata rekan penulis IPCC dan Ilmuwan Iklim di King's College London, Inggris, Tamsin Edwards.
Panel Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang perubahan iklim telah mengeluarkan peringatan 'mengerikan' pada hari Senin kemarin bahwa dunia kini sangat dekat dengan pemanasan yang tidak terkendali dan manusia 'benar-benar' harus disalahkan atas perubahan iklim ini.
Para ilmuwan memperingatkan dalam laporan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) bahwa tingkat gas rumah kaca di atmosfer saat ini sudah cukup tinggi untuk menjamin gangguan iklim selama beberapa dekade bahkan berabad-abad.
Gangguan iklim tersebut tidak termasuk gelombang panas yang mematikan, badai raksasa dan cuaca ekstrem lainnya yang kini sedang terjadi dan kemungkinan akan berubah menjadi lebih parah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB António Guterres pun menggambarkan laporan itu sebagai 'kode merah untuk kemanusiaan'.
Ia mendesak diakhirinya penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya yang sangat berpolusi.
"Lonceng alarm sangat kencang di telinga kita, laporan ini seharusnya membunyikan 'lonceng kematian' untuk batu bara dan bahan bakar fosil sebelum mereka menghancurkan planet kita ini," kata Guterres dalam sebuah pernyataan.
Laporan IPCC ini muncul hanya tiga bulan sebelum dimulainya konferensi iklim utama PBB yang dikenal sebagai COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Dalam COP26 itu, negara-negara akan berada di bawah tekanan untuk menandatangani perjanjian aksi iklim yang jauh lebih ambisius.