Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace menyatakan Taliban telah mengendalikan Afghanistan dan pasukan Inggris tidak akan kembali ke negara itu.
"Saya mengakui bahwa Taliban memegang kendali, maksud saya, anda tidak perlu menjadi ilmuwan politik untuk mengetahui di situlah posisi anda," kata Wallace, pada Senin waktu setempat.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (16/8/2021), saat ditanya apakah Inggris dan NATO akan kembali ke Afghanistan, Wallace mengatakan bahwa itu tidak masuk dalam rencana mereka untuk saat ini maupun ke depannya.
"Itu tidak ada dalam rencana, kami tidak akan kembali," ujar Wallace.
Wallace pun menambahkan pihak militer yang berjaga di Bandara Kabul pun menyatakan situasi di sana aman.
Inggris, kata dia, juga sedang melakukan upaya terbaik untuk mengevakuasi warganya dan warga Afghanistan yang memiliki hubungan baik selama Inggris menjalani misi di negara itu.
Baca juga: Jusuf Kalla Pastikan KBRI di Afghanistan Tak akan Diusik, Meski Kabul Sudah Jatuh di Tangan Taliban
"Target kami sekitar 1.200 hingga 1.500 exit (warga) dalam kapasitas pesawat kami per harinya, dan kami akan menjaga arus itu," kata Wallace.
Ia pun mengakui bahwa dirinya kecewa melihat bendera Taliban berkibar di atas bekas gedung Kedutaan Besar Inggris di Kabul, ibu kota Afghanistan.
"Secara simbolis, itu bukan yang kami inginkan," ujar Wallace.
Namun menurutnya, saat ini bukan waktu yang tepat untuk merenungkan apakah Taliban harus diakui sebagai pemerintah Afghanistan atau tidak.
"Saya pikir masih banyak hal yang akan terjadi sebelum keputusan (pembentukan rezim versi Taliban) itu dibuat. Buktinya akan terlihat jelas lewat tindakan mereka dibandingkan retorika mereka," kata Wallace.
Baca juga: Profil Ghani Baradar, Petinggi Taliban Calon Kuat Presiden Afghanistan, Pernah ke Indonesia
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menyampaikan pada hari Minggu kemarin bahwa akan ada pemerintah baru di Afghanistan.
Namun, ia mendesak negara-negara yang sependapat dengannya untuk tidak mengakui rezim versi Taliban itu sebelum waktunya.
Saat ditanya apakah dirinya telah memprediksi Afghanistan akan jatuh ke tangan Taliban secara begitu cepat, Johnson mengatakan bahwa ini semua terjadi karena keputusan Amerika Serikat (AS) yang menarik mundur pasukannya.
"Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa keputusan AS untuk mundur, telah mempercepat banyak hal," tegas Johnson.
Baca juga: Begini Sikap Pemerintah Indonesia terhadap Konflik di Afghanistan
Perlu diketahui, pernyataan tersebut muncul setelah Juru bicara Taliban Mohammad Naeem mengatakan kepada Al-Jazeera pada hari Minggu kemarin bahwa perang di Afghanistan telah berakhir dan pihaknya akan segera membentuk rezim baru di negara itu.
Ia juga meminta misi diplomatik asing untuk tetap memiliki keyakinan penuh terhadap Taliban, bahwa tidak akan ada bahaya yang mengancam mereka di Afghanistan.
"Karena pasukan Imarah ditugaskan untuk menjaga keamanan di Kabul dan kota-kota lainnya," kata Naeem.
Di sisi lain, Johnson menekankan jika rakyat Afghanistan kembali mengalami kondisi seperti sebelum 2001, itu bukan urusan Inggris.
Hal ini mengacu pada pemerintahan Taliban sebelum invasi yang dipimpin AS masuk ke negara itu pada awal 2000-an lalu.
Militan Taliban menguasai kota Kabul pada 15 Agustus kemarin, tanpa adanya perlawanan.
Sebelumnya, kelompok pemberontak ini telah merebut seluruh ibu kota provinsi di Afghanistan, di tengah proses penarikan pasukan secara bertahap yang dilakukan AS dan NATO.