TRIBUNNEWS.COM - Taliban mempersiapkan membentuk pemerintahan Afghanistan setelah pemimpinnya kembali dari pengasingan semenjak digulingkan 20 tahun lalu.
Dilansir Financial Times, Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban yang muncul dalam konferensi pers pertama kelompok itu sejak menguasai Kabul, mengatakan pada hari Selasa (17/8/2021) bahwa persiapan sedang dilakukan untuk membentuk pemerintahan.
Para militan berusaha mengkonsolidasikan kekuasaan setelah mereka berhasil menguasai Afghanistan dan mendorong Presiden Ashraf Ghani dan sebagian besar pejabat senior pemerintah keluar dari negeri.
Abdul Ghani Baradar, pemimpin politik utama kelompok Islam tersebut, tiba di Afghanistan setelah dua dekade pada hari Selasa.
Baca juga: Siapa Taliban dan Apa yang Terjadi saat Ini di Afghanistan? Berikut 5 Hal yang Perlu Diketahui
Baca juga: UPDATE Situasi Afghanistan, Janji-Janji Taliban hingga Evakuasi Pengungsi oleh Negara Barat
Ia terbang ke kota selatan Kandahar dari Qatar, tempat dia tinggal sejak AS mengamankan kebebasannya dari penjara Pakistan pada 2018.
Baradar diperkirakan akan mengambil peran utama dalam pemerintahan Islamis dalam beberapa hari mendatang.
“Mereka memiliki banyak konsolidasi yang harus dilakukan,” kata Rudra Chaudhuri, dosen senior di Departemen Studi Perang King College London.
“Mereka tidak punya PNS, tidak ada kader pengurus,” katanya.
“Mereka akan membutuhkan bagian dari pemerintahan lama untuk menjaga sistem ini tetap bersama dan itu akan membutuhkan diskusi tentang transisi.”
Taliban telah memerintahkan para pejuangnya untuk tidak mengganggu operasi organisasi internasional seperti PBB.
Tetapi tidak jelas seberapa besar kendali yang dimiliki kepemimpinan politik atas para pejuang di lapangan.
"Mereka adalah orang-orang yang belum pernah bertemu langsung dengan komandan militer mereka sendiri selama 10 atau 15 tahun," kata Chaudhuri.
Taliban Berjanji akan Lebih Moderat
Taliban bersikeras pemerintah barunya akan lebih moderat daripada pemerintahan brutalnya pada 1990-an.
Di masa itu, rezim menghapus hak-hak perempuan dan menerapkan hukuman berat atas dugaan kejahatan, termasuk eksekusi di depan umum dan rajam terhadap para pezina.
Mujahid mengatakan hak-hak perempuan akan dihormati "dalam kerangka Islam".
Ia juga menyebut kelompoknya tidak akan melakukan pembalasan terhadap mantan pejabat atau tentara Afghanistan.
Seorang analis keamanan yang berbasis di Kabul mengatakan bahwa Taliban berusaha untuk "membangun momentum kekuatan lunak, daripada kekuatan keras dari dorongan dan penaklukan militer mereka".
Namun laporan lapangan dari seluruh negeri menunjukkan kekerasan di tangan pejuang Taliban, dan banyak wanita telah diperintahkan untuk tinggal di rumah.
Pada hari Selasa, sekelompok lebih dari 40 anggota parlemen Demokrat dan Republik meminta Presiden Joe Biden untuk mempertahankan pengangkutan udara sampai semua warga AS dan sekutu Afghanistan telah dievakuasi.
Proses Evakuasi
Sementara Taliban telah membentuk gubernur bayangan dan administrator untuk memerintah wilayah yang ditaklukkannya, AS masih berjuang untuk memperbaiki rencana evakuasi yang dibanjiri penduduk.
Washington mengirim 1.000 tentara lagi ke Kabul dalam upaya untuk menegaskan kembali kendali mereka atas bandara kota itu.
Banyak penduduk setempat dilaporkan masih berjuang untuk mencapai bandara pada hari Rabu.
Militan Taliban telah mendirikan pos pemeriksaan di sekitar kota dan mengusir beberapa warga Afghanistan.
Jenderal Frank McKenzie, komandan pasukan AS di wilayah itu, mengatakan dia telah memperingatkan para pemimpin Taliban untuk tidak ikut campur dalam proses evakuasi.
Warga Amerika di negara itu juga diberitahu bahwa pemerintah AS tidak dapat menjamin keamanan mereka saat mereka berusaha menuju bandara.
AS menargetkan mengevakuasi sebanyak 9.000 orang per hari.
Namun, kekacauan di bandara Kabul telah berulang kali menggagalkan penerbangan evakuasi minggu ini.
Sedikitnya 5 orang telah tewas, beberapa orang dilaporkan jatuh karena berpegangan pada pesawat yang akan berangkat.
Angkatan Udara AS mengatakan "potongan tubuh manusia" ditemukan di roda pesawat yang mendarat di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan