News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Wali Kota Wanita Afghanistan Sebut Semua Orang Harus Disalahkan atas Kembalinya Taliban

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wali kota wanita Afghanistan, Zarifa Ghafari. Ghafari menilai semua orang harus disalahkan atas kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan.

TRIBUNNEWS.COM - Wali kota wanita Afghanistan, Zarifa Ghafari, mengatakan ia akan bekerja di Jerman untuk menarik perhatian sejumlah pihak terkait penderitaan warga Afghanistan lainnya yang masih tertinggal di sana dan hidup dalam ketakutan gerilyawan Taliban.

Diketahui, Ghafari melarikan diri ke Istanbul, Turki, bersama keluarganya setelah Taliban mengambilalih pemerintahan Afghanistan.

Ia kemudian pindah ke Jerman, dibantu tentara negara tersebut yang juga tengah mengevakuasi warga Jerman, Afghanistan, dan para aktivis serta pengacara yang hidupnya dalam bahaya karena membantu NATO kabur.

Dikutip dari Reuters, Ghafari, yang merupakan satu di antara wali kota pertama Afghanistan, berterima kasih pada pemerintah dan rakyat Jerman karena "menyelamatkan" hidupnya dan keluarganya.

Sebelum Taliban berkuasa, Ghafari merupakan Wali Kota Maidan Shahr barat Kabul.

Wali kota wanita Afghanistan, Zarifa Ghafari, saat wawancara bersama India Today TV. (Tangkap layar India Today TV)

Baca juga: Taliban Peringatkan AS soal Tenggat Waktu Penarikan Pasukan dan Evakuasi: Akan Ada Konsekuensi

Baca juga: Sosok Hashmat Ghani, Adik Ashraf Ghani yang Minta Warga Afghanistan Terima Taliban

Ia adalah wali kota wanita yang pertama di Afghanistan dan merupakan yang termuda.

Ghafari resmi menjadi wali kota saat ia berusia 26 tahun.

"Saya di sini untuk menyuarakan 99 persen orang di Afghanistan yang tidak dapat keluar rumah, para wanita yang tak bisa bekerja, para wanita yang tak mampu berbicara," katanya di Kota Barat Duesseldorf.

Di kota tersebut, ia bertemu Armin Laschet, kandidat kanselir dari blok konservatif Angela Merkel dalam pemilihan pada 26 September mendatang.

Laschet telah dikritik oleh saingannya karena mengatakan tak boleh ada pengulangan krisis migran Eropa 2015 saat Merkel menyambut hampir satu juta pencari suaka.

"Ia ingin berjuang untuk negaranya dan memberi tahu semua orang apa yang telah terjadi di sana (Afghanistan)" ujar Laschet, perdana menteri negara bagian Rhine-Westphalia Utara.

Terakhir berkuasa, Taliban secara ketat menegakkan hukum konservatif Islam Sunni, termasuk melarang perempuan pergi ke sekolah atau bekerja.

Kendati demikian, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa perempuan nantinya "akan sangat aktif dalam masyarakat sesuai kerangka Islam."

Mengutip India Today, Ghafari menganggap semua orang Afghanistan sama-sama bertanggung jawab atas kembalinya Taliban karena "tidak pernah kompak menyuarakan suara mereka" melawan terorisme.

"Apapun yang dihadapi Afghanistan hari ini, semua orang harus disalahkan, termasuk masyarakat lokal, politisi, anak-anak, dan komunitas internasional."

"Masyarakat lokal tidak pernah bersatu melawan semua yang salah, termasuk terorisme," katanya.

Ia mengungkapkan, dirinya tidak bisa memaafkan siapapun karena semua pencapaian selama 20 tahun terakhir di Afghanistan kini hilang begitu saja.

Wali kota wanita Afghanistan, Zarifa Ghafari. (Twitter @Zarifa_Ghafari)

Baca juga: Sosok Mariam Ghani, Putri Ashraf Ghani yang Kini Nikmati Hidupnya sebagai Seniman di Brooklyn

Baca juga: AS Tak Lagi Anggap Ashraf Ghani Tokoh Afghanistan, Abaikan Janji Ghani Kembali ke Negaranya

"Saya tidak punya apa-apa lagi hari ini. Saya hanya membawa tanah dari negara saya," ujarnya.

Tentang Talian yang berjanji untuk membentuk pemerintahan yang direformasi, Ghafari berujar, "Saya tidak peduli apakah Taliban bersikap sendiri atau tidak, karena kami (Afghanistan) tidak terbendung."

"Berapa banyak orang yang bisa dibunuh Taliban?"

Saat ini, Ghafari sedang mempertimbangkan untuk bertemu pejabat tinggi, politisi, dan wanita dari berbagai negara untuk menarik perhatian terkait situasi di Afghanistan.

"Tujuan saya adalah bertemu pejabat tinggi, politisi, dan wanita dari berbagai negara untuk membuat mereka sadar akan situasi nyata di Afghanistan, dan meminta mereka bergabung dengan saya untuk memulai sebuah gerakan." bebernya.

Pekan lalu, Ghafari berbicara kepada India Today TV dan mengaku siap bernegosiasi dengan Taliban jika kelompok itu serius soal janji mereka tentang hak-hak perempuan.

"Kami siap berbicara dan bernegosiasi. Yang kami butuhkan hanya komitmen mereka (Taliban)."

"Ini bukan tahun 2000, kami punya banyak wanita berpendidikan yang tak akan menyerah."

"Mereka perlu mendengarkan kami atau mereka tidak bisa memerintah," urainya.

Mengutip BBC, sebelumnya, pada Selasa (17/8/2021), Mujahid berjanji akan menghormati hak-hak perempuan dan memaafkan mereka yang memerangi Taliban.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid (kiri) memberi isyarat ketika ia tiba untuk mengadakan konferensi pers pertama di Kabul pada 17 Agustus 2021 setelah pengambilalihan Afghanistan yang menakjubkan oleh Taliban. (Hoshang HASHIMI / AFP)

Baca juga: SOSOK Mullah Abdul Ghani Baradar, Pemimpin Taliban yang Pulang Kampung setelah 20 Tahun Pengasingan

Baca juga: SOSOK Zabihullah Mujahid Jubir Taliban yang Akhirnya Muncul, Selama Ini Hanya Bersuara via Telepon

Kendati demikian, Mujahid tidak menjelaskan lebih lanjut soal pernyataan Taliban yang mengatakan akan menghormati hak-hak perempuan.

Namun, Taliban telah mendorong perempuan untuk kembali bekerja dan mengizinkan anak-anak gadis kembali bersekolah.

Dilansir AP News, Taliban juga memastikan Afghanistan tidak menjadi surga bagi teroris.

Mujahid mengatakan, Taliban tidak akan membiarkan Afghanistan digunakan sebagai pangkalan untuk menyerang negara lain, seperti pada tahun-tahun sebelum tragedi 9/11.

Jaminan itu adalah bagian dari kesepakatan damai 2020 yang dicapai antara Taliban dan pemerintahan Donald Trump, yang membuka jalan bagi penarikan tentara Amerika Serikat (AS).

Mujahid menegaskan kembali bahwa Taliban telah menawarkan amnesti penuh pada warga Afghanistan yang bekerja untuk AS dan pemerintah yang didukung Barat.

Dia mengatakan media swasta harus "tetap independen", tetapi jurnalis "tidak boleh melawan nilai-nilai nasional."

Pernyataan ini merupakan bagian dari publisitas yang bertujuan untuk meyakinkan kekuatan dunia dan warga yang ketakutan.

Baca juga: Rusia Ogah Masuk dalam Pusaran Konflik di Afghanistan

Baca juga: Sikap Negara-negara Terhadap Pengungsi Afghanistan: Pakistan Tutup Perbatasan, Turki Bangun Tembok

Baca artikel terkait konflk di Afghanistan

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini