TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Libya membebaskan Saadi Gaddafi, putra mantan politisi dan tokoh revolusi di negara ini, Muammar Gaddafi.
Dilansir Al Jazeera, Saadi Gaddafi (47) berangkat menuju Istanbul, jelas seorang sumber resmi kepada Reuters pada Minggu (5/9/2021).
Selama pemberontakan 2011, Saadi Gaddafi melarikan diri ke negara Niger, Afrika.
Namun dia kemudian diekstradisi ke Libya pada 2014 dan dipenjarakan di Tripoli sejak saat itu.
Pria yang sebelumnya merupakan pesepakbola profesional itu dituduh melakukan kejahatan terhadap pengunjuk rasa pada 2011.
Baca juga: Indonesia Berbagi Pengalaman Soal Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Dengan Petani Libya
Baca juga: Indonesia Diminta Ambil Peran Lindungi Muslim Uighur di Afghanistan
Saadi juga disebut membunuh pelatih sepak bola Libya, Bashir al-Rayani pada 2005.
Dia dibebaskan dari tuduhan pembunuhan al-Rayani pada April 2018.
Seorang sumber di kantor kejaksaan mengatakan kepada AFP bahwa "jaksa kepala meminta, beberapa bulan yang lalu, untuk eksekusi keputusan yang berkaitan dengan Saadi Gaddafi segera setelah semua persyaratan yang diperlukan telah dipenuhi".
Kini, kata sumber ini, Saadi Gaddafi bebas untuk tinggal atau pergi dari Libya.
Libya mengalami kekacauan, perpecahan, dan kekerasa dalam 10 tahun sejak pemberontakan.
Selain Muammar Gaddafi yang digulingkan dan dihabisi selama pemberontakan 2011, tiga putranya juga tewas.
Gencatan senjata pada 2020 lalu, mengakhiri pertempuran antar faksi dan membuka jalan bagi pembicaraan damai dan pembentukan pemerintahan transisi pada Maret.
Pemilihan direncanakan akan digelar pada Desember.
Sebuah sumber resmi mengatakan kepada Reuters, bahwa pembebasan Saadi Gaddafi merupakan hasil dari negosiasi yang melibatkan tokoh suku senior dan Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibeh.
Sumber lain mengatakan bahwa negosiasi juga melibatkan eks Menteri Dalam Negeri, Fathi Bashagha.
Pada Juli lalu, New York Times melaporkan telah mewawancarai saudara laki-laki Saadi, Saif al-Islam Gaddafi.
Diketahui Saif al-Islam ditahan selama bertahun-tahun di Kota Zintan, Libya.
Wawancara itu berkaitan dengan para pendukungnya yang mengindikasikan dia akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden mendatang.
Muammar Khadafi atau Gaddafi, merupakan seorang tokoh revolusi dan politikus asal Libya yang kontroversial.
Dia melengserkan pemerintahan Raja Idris dalan kudeta 1969 dan saat berada di tampuk kekuasaan, Gaddafi mengusir orang Italia dan militer Barat.
Di bawah Gaddafi, Libya pernah menjadi negara pariah imbas dukungannya kepada militan asing dan mendalangi pengeboman Lockerbie di Skotlandia.
Baca juga: Untuk Pertama Kalinya Arab Saudi Punya Tentara Perempuan, Juga Hakim Perempuan
Baca juga: Mendekam di Penjara atas Tuduhan Kudeta, Mantan Presiden Bolivia Lakukan Percobaan Bunuh Diri
Saat peristiwa kebangkitan dunia Arab pada 2011, demonstrasi besar meletus di Libya timur untuk melawan korupsi dan tingginya pengangguran.
Terjadi Perang Saudara di Libya dan NATO ikut campur untuk memihak Dewan Transisi Nasional yang anti-Gaddafi.
Pada akhirnya, pemerintahan Khadafi dijatuhkan, dan Khadafi melarikan diri ke kota asalnya di Surt, tetapi di situ ia ditangkap dan dibunuh oleh para militan DTN pada 20 Oktober 2011.
Meskipun pandangan anti-imperialisnya menuai pujian, Gaddafi dinilai sebagai diktator karena melanggar HAM dan mendanai terorisme di luar negeri.
(Tribunnews.com/Ika Nur Cahyani)