TRIBUNNEWS.COM - Pekan lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan Taliban mengenai krisis kemanusiaan yang terus meningkat di Afghanistan.
PBB memperkirakan orang yang hidup di bawah garis kemiskinan di Afghanistan dapat meningkat dari 72 persen menjadi 97 persen pada pertengahan tahun depan.
Sebelum Taliban menguasai Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu, negara itu telah mengalami kemiskinan, menghadapi kekeringan, dan kekurangan pangan.
Selain itu, tekanan besar juga terjadi pada layanan kesehatan Afghanistan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Menindaklanjuti krisis tersebut, PBB mengadakan konferensi bantuan di Jenewa pada Senin (13/9/2021) untuk mengumpulkan lebih dari $600 juta (Rp 8,5 triliun), untuk diberikan kepada Afghanistan, lapor Reuters.
Baca juga: Warga Afghanistan Kekurangan Pangan, PBB Butuh Rp 8,5 Triliun Lebih untuk Membantu
Sebanyak 18 juta warga Afghanistan yang belum bisa melarikan diri dari pemerintahan Taliban, kini bergantung pada bantuan asing.
Warga Afghanistan juga bertahan hidup dengan menjual barang-barang mereka ke pasar loak di ibu kota Kabul, bahkan menawarkan dengan harga terendah.
Dilansir CNA, pasar loak di Kabul kini dipenuhi dengan barang-barang yang dijual oleh warga Afghanistan yang putus asa.
Piring, gelas, dan peralatan dapur tampak ditumpuk tinggi di atas meja darurat di pasar luar ruangan.
Di sampingnya ada televisi tahun 1990-an dan mesin jahit Singer tua.
Sementara karpet yang digulung disangga di sofa dan tempat tidur bekas.
Seorang warga Afghanistan mengatakan, kesempatan kerja semakin sedikit.
mMereka hanya diizinkan untuk menarik $200 (Rp 2,8 juta) per minggu dari rekening bank mereka, yang berarti persediaan uang tunai terbatas.
Baca juga: Pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahiri Muncul saat Peringatan 9/11, Singgung Yerusalem dan Afghanistan
"Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan, kami miskin dan kami terpaksa menjual barang-barang ini," kata Mohammad Ehsan, yang tinggal di sebuah permukiman di lereng bukit Kabul.