TRIBUNNEWS.COM - Pejabat Menteri Luar Negeri Afghanistan dari pemerintahan Taliban, Amir Khan Muttaqi, mengkritik Amerika Serikat (AS) karena memutuskan bantuan ekonomi usai kelompoknya mengambil alih negara.
Dalam pidato pertamanya di depan media, Muttaqi mengatakan Taliban tidak akan membiarkan negara manapun, termasuk AS, menjatuhkan embargo dan sanksi pada Afghanistan, Selasa (14/9/2021).
"(Kami) membantu AS sampai evakuasi orang terakhir mereka, tetapi sayangnya, AS, alih-alih berterima kasih kepada kami, (malah) membekukan aset kami," katanya, dikutip dari Al Jazeera.
Sejak Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus dan mantan Presiden Ashraf Ghani melarikan diri, Federal Reserve AS, IMF, dan Bank Dunia memutus akses Afghanistan ke dana.
Hal ini mengakibatkan krisis likuiditas yang meluas dalam ekonomi yang bergantung pada uang tunai.
Baca juga: Pemimpin Taliban Dikabarkan Mulai Bertikai Perebutkan Jabatan di Pemerintahan
Baca juga: Taliban Desak Komunitas Internasional Memberikan Bantuan untuk Warga Afghanistan
Muttaqi juga berterima kasih kepada masyarakat internasional karena menjanjikan lebih dari $1 miliar, bantuan untuk Afghanistan pada konferensi donor PBB, Senin (13/9/2021).
"Kami menyambut baik janji pendanaan bantuan darurat yang diberikan kepada Afghanistan selama pertemuan kemarin yang diselenggarakan oleh PBB di Jenewa," katanya.
Minta Semua Negara Akui Pemerintahan Taliban
Sejak menguasai Afghanistan kembali, belum ada pemerintahan luar negeri yang secara resmi mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban.
Hal ini dapat membahayakan ekonomi Afghanistan yang bergantung kepada bantuan asing selama 20 tahun terakhir ini.
Menurut Bank Dunia, bantuan asing mencapai sekitar 40% dari produk domestik bruto Afghanistan.
Dalam konferensi PBB, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan "tidak mungkin" memberikan bantuan kepada Afghanistan tanpa terlibat dengan Taliban.
"Saya percaya sangat penting untuk terlibat dengan Taliban pada saat ini untuk semua aspek yang menyangkut komunitas internasional," katanya.
Guterres mengaku percaya bantuan itu akan digunakan sebagai pengaruh ke Taliban untuk mencapai perbaikan hak asasi manusia, di tengah kekhawatiran aturan brutal militan ini seperti di tahun 1996 hingga 2001.
Baca juga: Taliban Siap Menjalin Hubungan dengan Negara Lain di Dunia, tapi Tidak dengan Israel
Baca juga: Jubir Taliban Bantah Kabar Tewasnya Wakil PM Mullah Baradar: Sama Sekali Tidak Berdasar
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, pada Selasa mengatakan Uni Eropa "tidak memiliki pilihan lain selain terlibat dengan Taliban."
Muttaqi mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk membuka hubungan formal dengan pemerintah yang dipimpin Taliban.
"Keamanan dijaga di seluruh negeri," katanya, menekankan Afghanistan terbuka untuk investasi asing.
Muttaqi juga mengatakan pemerintah tidak akan membiarkan Afghanistan digunakan sebagai basis kelompok bersenjata untuk melancarkan serangan ke negara lain.
Lebih lanjut, pejabat tinggi Taliban ini juga memberikan jaminan semua warga Afghanistan bebas meninggalkan negara itu jika mereka memiliki dokumen yang diperlukan.
Terlepas dari kritiknya terhadap Washington, yang dia tuduh menghancurkan properti Afghanistan, termasuk di Bandara Internasional Hamid Karzai, Muttaqi mengungkapkan rasa terima kasih Taliban kepada sejumlah negara.
Negara yang dimaksud yakni Qatar, Pakistan, dan Uzbekistan.
Ketiga negara ini telah mengirimkan bantuan kepada Afghanistan.
Dia berjanji untuk mendistribusikan bantuan secara merata kepada seluruh masyarakat.
Taliban mengambil alih Afghanistan bulan lalu dan merebut Kabul pada 15 Agustus, saat Presiden Ashraf Ghani melarikan diri.
Baca juga: Pendiri Taliban Muncul setelah Dirumorkan Tewas dalam Baku Tembak: Saya Baik-baik Saja
Baca juga: Sosok Rohullah Azizi, Kakak Mantan Wapres Afghanistan yang Tewas Ditembak Taliban
Perebutan itu bertepatan dengan proses penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Militer AS tetap mengendalikan bandara di Kabul hingga 31 Agustus.
AS melakukan operasi evakuasi untuk mengangkut warga AS, warga negara ketiga, dan sekutu Afghanistan ke luar negeri.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)