TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan di kawasan Laut China Selatan belum mereda.
China yang berseteru dengan aliansi Amerika (Australia, Inggris, dan AS) kini mengintensifkan patroli di Laut China Selatan (LCS).
Bahkan kabarnya kapal milik China, mulai dari kapal coast guard hingga kapal perang, berkeliaran di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif atau ZEE Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara.
Bahkan kehadiran kapal-kapal China tersebut membuat takut nelayan Indonesia untuk melaut.
Baca juga: Kapal Perang China Mondar-mandir di Perairan Natuna, Nelayan Ketakutan Cari Ikan di Laut
Untuk Hadapi China
Aliansi AS (Australia-Inggris-Amerika Serikat) kemarin mengumumkan perjanjian baru bidang pertahanan bernama AUKUS, yang program pertamanya menyiapkan armada kapal selam nuklir untuk Australia.
Para pengamat menyebut AUKUS dirancang untuk menghadapi dominasi China di kawasan ini.
China sendiri telah menutup setiap celah dari keunggulan militer Amerika sedemikian rupa sehingga Laksamana Phillip Davidson dari AS menyebut China bisa "secara paksa mengubah status quo".
China telah berinvestasi dalam kemampuan rudal jelajah dan balistik anti-kapal untuk melawan kekuatan Angkatan Laut AS.
Ini adalah strategi yang dikenal sebagai penolakan anti-akses/area (A2/AD). Bagi Beijing, hal ini merupakan pencapaian tujuan yang telah mereka sampaikan yaitu memenangkan peperangan regional.
Pentagon menggambarkan strategi A2/AD China sebagai sarana untuk "menghalangi, atau jika diperlukan, mengalahkan intervensi pihak ketiga terhadap serangan berskala besar" dari Tentara Pembebasan Rakyat China.
China bahkan memiliki rencana yang disebut sebagai "Pearl Harbor Ruang Angkasa", merujuk ke serangan Jepang di Hawaii dalam PD II. China bisa meluncurkan serangan mendadak untuk menghancurkan satelit AS dan melumpuhkan militer negera itu.
Ekspansi militer China ke pulau-pulau yang dipersengketakan di Laut China Selatan memberinya keunggulan penting untuk mengerahkan pesawat tempur dan peluncur rudal bergerak.
TNI Kerahkan Kapal Perang
TNI Angkatan Laut (TNI AL) mengerahkan lima kapal perang RI (KRI) dan satu pesawat untuk menjaga perairan Natuna.
Panglima Komando Armada I Laksmana Muda TNI Arsyad Abdullah memastikan bahwa Laut Natuna Utara tetap dalam pengawasan TNI AL selama 24 jam.
"KRI dituntut satu kali 24 jam selalu ada di Laut Natuna Utara," kata Arsyad Abudullah, Kamis (16/9/2021).
Kata Arsyad, ada tiga atau empat KRI selalu berada di laut dan satu melaksanakan bekal ulang dengan bergiliran.
"Agar selalu berada di laut minimal tiga KRI, sehingga kami dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan akan memasuki perairan Indonesia," kata dia.
Selain mengirim KRI, Pangkoarmada I itu juga akan berada di Natuna selama beberapa hari dan melakukan patroli melalui udara.
Dia akan memastikan secara langsung keberadaan unsur-unsur KRI yang sedang melaksanakan patroli di Laut Natuna Utara.
Pihaknya ingin melihat situasi laut Natuna Utara, apakah sesuai dengan isu yang beredar beberapa waktu terakhir.
Lebih lanjut, Arsyad menjelaskan, situasi Natuna Utara dan unsur-unsur mengamankan perairan Indoneisa di batas garis kontinen. Sebab, ini merupakan garis batas yang telah disepakati dengan negara tetangga, yaitu Vietnam. Sehingga kita mengamankan.
Namun dia menegaskan, tidak ada kapal asing memasuki perairan kita untuk melaksanakan eksplorasi maupun eksploitasi.
Australia Bikin Kapal Selam Nuklir
Australia akan membangun delapan kapal selam bertenaga nuklir.
Pembangunan kapal selam bertenaga nuklir tersebut berada di bawah kemitraan keamanan Indo-Pasifik dengan Amerika Serikat dan Inggris.
Rencana tersebut dinilai para analis akan membuat China gusar.
Pasalnya negeri tirai bambu itu tidak menyambut baik pembentukan blok-blok yang dapat merugikan pihak lain.
Sikap Indonesia
Indonesia mendorong Australia tetap memenuhi kewajiban untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan.
Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan resmi Indonesia menyusul rencana Australia yang akan membangun delapan kapal selam bertenaga nuklir.
"Indonesia mendorong Australia untuk terus memenuhi kewajibannya untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di Kawasan sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation," demikian salah satu pernyataan tertulis Indonesia, dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, Jumat (17/9/2021).
Dalam pernyataan tersebut, tertulis bahwa Indonesia juga menekankan pentingnya komitmen Australia untuk terus memenuhi kewajibannya tentang non-proliferasi nuklir.
Selain itu, Indonesia menyatakan keprihatinannya tentang terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan.
"Indonesia mencermati dengan penuh kehati-hatian tentang keputusan Pemerintah Australia untuk memiliki kapal selam bertenaga nuklir," tulis keterangan lainnya.
Oleh karena itu, Indonesia pun mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lain untuk terus mengedepankan dialog.
Terutama dalam menyelesaikan perbedaan agar tercapai secara damai.
"Dalam kaitan ini, Indonesia menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan," tutup pernyataan tersebut.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, menyayangkan rencana pemerintah Australia, Inggris, dan Amerika Serikat dalam membangun kapal selam nuklir di Australia.
“Saya kecewa atas rencana Australia, dalam membangun kapal selam nuklir. Keberadaan kapal selam bertenaga nuklir tersebut sudah pasti akan meningkatkan tensi keamanan di kawasan. Komisi I DPR meminta Australia untuk mempertimbangkan ulang rencana pembangunan kapal selam nuklir,” kata Meutya, Jumat (17/9/2021).
Sebagai negara tetangga, menurut Meutya sebaiknya Australia juga mendukung program regional ASEAN untuk menjaga keamanan dengan tetap memprioritaskan pendekatan non-kekerasan dan menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 dan perjanjian non-proliferasi.
Sumber: ABC/Tribunnews.com/Kompas.com/Kompas.TV